Keluarga Tan dari Cirebon

Keluarga golongan Cabang Atas

Keluarga Tan dari Cirebon dulu adalah sebuah keluarga tuan tanah dan pejabat pemerintah di Hindia Belanda, terutama di Karesidenan Cirebon.[1][2] Keluarga ini adalah keluarga Cabang Atas terkemuka dan tertua di Cirebon mulai abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Anggota yang paling terkenal dari keluarga ini adalah Tan Tjin Kie, Mayor-tituler Cina (25 Januari 1853 – 13 Februari 1919).[1][2]

Pejabat Cina di Cirebon

sunting

Selama lebih dari satu abad dan lima generasi, keluarga ini mendominasi pejabat Cina di Cirebon, yang meliputi jabatan Mayor, Kapitan, dan Letnan Cina.[1][2] Anggota pertama yang diketahui dari keluarga ini, Tan Kong Djan, adalah Kapitan Cina Cirebon pada pertengahan dekade 1820-an.[1] Pada tahun 1830, ia merayakan penyelesaian renovasi Kelenteng Tiao Kak Sie di Cirebon dengan memasang sebuah plakat kayu yang bertuliskan namanya.[1] Tidak jelas apakah ada hubungan antara Tan Kong Djan dengan Kapitan Cina Cirebon sebelumnya, yang beberapa di antaranya juga bermarga Tan. Periset Belanda-Indonesia, Steve Haryono, menduga bahwa keluarga ini mungkin berasal dari Batavia, ibu kota Hindia Belanda.[1]

Pada generasi kedua, dua orang putra Tan Kong Djan menggantikannya sebagai Kapitan Cina Cirebon.[3][1][2] Kapitan Tan Kim Lin diangkat menjadi Kapitan Cina Cirebon pada awal dekade 1830-an, sebelum kemudian meninggal pada tahun 1835.[1] Sesaat setelah saudaranya meninggal, Kapitan Tan Phan Long (meninggal pada tahun 1848) diangkat menjadi Kapitan Cina Cirebon, hingga pensiun pada tahun 1846. Tan Phan Long adalah Kapitan Cina Cirebon pertama yang tercatat di Regerings-almanak, yakni pada tahun 1836.[1] Saudaranya yang lain, Tan Pin Long, diangkat menjadi Letnan Cina Batavia mulai tahun 1830 hingga 1837.[3][1]

Pada generasi ketiga, anak Letnan Tan Pin Long, Tan Siauw Tjoe, diangkat menjadi Letnan-tituler Cina dalam kapasitasnya sebagai Boedelmeester di Boedelkamer Batavia.[1] Namun, Letnan-tituler Tan Siauw Tjoe diberhentikan pada tahun 1847 karena terlibat dalam penyelundupan opium. Ia kemudian kembali diangkat pada tahun 1849, tetapi kembali diberhentikan pada tahun 1854.[1] Di Cirebon, setelah Kapitan Tan Phan Long mengundurkan diri pada tahun 1846, keponakannya, Tan Tiang Keng (1826 – 1884), putra sulung dari Kapitan Tan Kim Lin, diangkat menjadi Letnan Cina Cirebon.[1][4] Walaupun Letnan Tan Tiang Keng tidak langsung diangkat menjadi Kapitan Cina, ia kemudian diangkat menjadi Kapitan-tituler Cina pada tahun 1873.[1] Pada tahun 1882, Kapitan-tituler Tan Tiang Keng akhirnya diangkat menjadi Kapitan Cina Cirebon.[1]

Pada tahun 1882 juga, putra Kapitan Tan Tiang Keng, Tan Tjin Kie, diangkat menjadi Letnan Cina Cirebon.[1][2] Pada tahun 1884, setelah Kapitan Tiang Keng meninggal, dua orang saudara ipar dari Letnan Tan Tjin Kie, yakni Kwee Keng Eng dan Kwee Keng Liem, diangkat menjadi Letnan Cina Cirebon.[4] Pada tahun 1888, Tan Tjin Kie diangkat menjadi Kapitan Cina Cirebon.[1][2] Pada tahun 1913, Tan Tjin Kie diangkat menjadi Mayor-tituler Cina.[1][2] Suatu hal yang tidak biasa, karena komunitas Cina di Cirebon biasanya hanya dipimpin oleh Kapitan Cina, bukan Mayor Cina.[1] Mayor-tituler Tan Tjin Kie akhirnya meninggal pada tahun 1919, dan upacara pemakamannya diadakan selama 40 hari, sehingga juga menarik pelayat dari daerah yang jauh.[5][6][7]

Pada tahun 1897, putra sulung dari Kapitan Tan Tjin Kie, Tan Gin Ho, diangkat menjadi Letnan Cina Cirebon.[1][2] Pada tahun 1908, Kwee Zwan Hong juga diangkat menjadi Letnan Cina Losari, Sindanglaut, dan Ciledug. Pada tahun 1924, Kwee Zwan Hong diangkat menjadi Kapitan-tituler Cina.[4] Kwee Zwan Hong adalah putra dari Letnan Kwee Keng Liem, yang melalui neneknya, Tan Sioe Nio, juga merupakan cicit dari Kapitan Tan Kim Lin. Kwee Zwan Hong menjabat hingga tahun 1934, sehingga ia menjadi pejabat Cina terakhir di Karesidenan Cirebon.[4][2]

Bisnis gula

sunting

Keluarga Tan dari Cirebon memainkan peran penting dalam industri gula di Jawa hingga Depresi Besar (1929–1939).[1][4] Pada tahun 1828, Kapitan Tan Kim Lin mendirikan Pabrik Gula Loewoenggadjah.[1] Pabrik gula tersebut kemudian diwariskan secara berturut-turut ke putra sulungnya, Kapitan Tan Tiang Keng, cucunya, Mayor-tituler Tan Tjin Kie, serta cicitnya, Letnan Tan Gin Ho dan Tan Gin Han.[1]

Pada dekade 1880-an, keluarga Tan telah memiliki sejumlah pabrik gula (PG), yakni PG Loewoenggadjah, PG Ardjosarie, PG Karangredjo, PG Krian, PG Mabet, PG Porwasrie, PG Soemengko, dan PG Tjiledoek.[8] Keluarga Tan juga berhubungan dekat dengan Keluarga Kwee dari Ciledug yang memiliki PG Djatipiring dan PG Kalitandjoeng.[4]

Perang Dunia I (1914–1918) kemudian sangat memukul kondisi ekonomi keluarga Tan dari Cirebon.[1][4] Pada tahun 1922, keluarga ini terpaksa menjual PG Loeowenggadjah, karena utang yang makin menumpuk.[1] Pada tahun 1926, putri dari Mayor Tan Tjin Kie, yakni Tan Ho Lie Nio, dinyatakan bangkrut.[1] Pada tahun 1931, Letnan Tan Gin Ho dan Tan Gin Han juga dinyatakan bangkrut.[1] Sementara itu, Kwee Keng Eng dan Kwee Keng Liem, yang merupakan keturunan dari putri Kapitan Tan Kim Lin, bernasib lebih baik.[4] Walaupun juga terpaksa menjual PG Djatipiring pada tahun 1931, mereka masih dapat menjaga kedudukan politik, sosial, dan ekonomi mereka hingga dekade 1950-an.[4]

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa Haryono, Steve (2017). "Chinese officers in Cirebon". Wacana (dalam bahasa Inggris). 18 (1): 216–236. doi:10.17510/wacana.v18i1.578 . ISSN 2407-6899. Diakses tanggal 29 November 2019. 
  2. ^ a b c d e f g h i Haryono, Steve (2017). Perkawinan Strategis: Hubungan Keluarga Antara Opsir-opsir Tionghoa Dan 'Cabang Atas' Di Jawa Pada Abad Ke-19 Dan 20 (dalam bahasa Inggris). Steve Haryono. ISBN 978-90-90-30249-2. Diakses tanggal 29 November 2019. 
  3. ^ a b Chen, Menghong (2011). De Chinese gemeenschap van Batavia, 1843-1865: een onderzoek naar het Kong Koan-archief (dalam bahasa Belanda). Amsterdam: Amsterdam University Press. ISBN 978-90-8728-133-5. Diakses tanggal 29 November 2019. 
  4. ^ a b c d e f g h i Post, Peter (2019). The Kwee Family of Ciledug: Family, Status, and Modernity in Colonial Java (dalam bahasa Inggris). LM Publishers. ISBN 978-94-6022-492-8. Diakses tanggal 29 November 2019. 
  5. ^ Bataviaasch nieuwsblad (1919). De begrafenis van den Majoor der Chineezen Tan Tjin Kie te Cheribon (dalam bahasa Belanda). G. Kolff. Diakses tanggal 29 November 2019. 
  6. ^ Gouw, Chin Sian (1999). Journey to the West: Memoirs of Gouw Chin Sian (Walter Nilam) (dalam bahasa Inggris). Gouw Chin Sian. ISBN 978-1-930603-81-3. Diakses tanggal 29 November 2019. 
  7. ^ Kepustakaan Populer Gramedia (2000). Kesastraan Melayu Tionghoa. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 978-979-9100-79-5. Diakses tanggal 29 November 2019. 
  8. ^ Wiseman, Roger (2001). Three crises : management in the colonial Java sugar industry 1880s-1930s / Roger Wiseman (dalam bahasa Inggris). Adelaide: Flinders University. Diakses tanggal 29 November 2019.