Yunan Nasution
H. Mohammad Yunan Nasution (22 November 1913 – 29 November 1996) adalah seorang politikus Partai Masyumi, pendakwah Islam, dan jurnalis Indonesia.[2][3]
Yunan Nasution | |
---|---|
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara | |
Masa jabatan 1950–1956 | |
Presiden | Soekarno |
Informasi pribadi | |
Lahir | Botung, Kotanopan, Mandailing Natal, Karesidenan Tapanuli, Sumatera Utara, Hindia Belanda | 22 November 1913
Meninggal | 29 November 1996 Rumah Sakit Islam Jakarta[1] | (umur 83)
Kebangsaan | Indonesia |
Partai politik | Masyumi |
Suami/istri | Nadimah Tandjung |
Sunting kotak info • L • B |
Awal kehidupan
suntingYunan Nasution dilahirkan di desa Botung, Kotanopan, Mandailing Natal, Karesidenan Tapanuli, Sumatera Utara pada 22 November 1913.[4] Ia putra dari Baiyinah dan Khairullah (Haji Ibrahim). Ibunya bekerja sebagai petani biasa dan bapaknya merupakan seorang saudagar. Ia mendapatkan pendidikan HIS dan Madrasah Tsanawiyah di Bukittinggi.[3][5]
Karier jurnalis
suntingYunan Nasution merintis karier sebagai jurnalis di Bukittinggi. Ia bersama Hamka mendirikan Pers Biro Himalaya.[4] Ia kemudian berpindah ke Medan dan melanjutkan kariernya bersama Hamka mendirikan majalah Pedoman Masyarakat dan Soeloeh Islam. Ia juga tercatat sebagai salah satu tokoh pendiri Harian Mimbar Umum dan Islam Berjoeang[3]
Karier politik
suntingYunan Nasution mengawali karier bidang politik pada 1945. Ia menjabat sebagai pengurus Partai Nasional Indonesia (PNI) di Medan. Kemudian ia mendirikan partai kedaerahan di Sumatra Timur yang berasaskan Islam Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), setelah mendengar berdirinya partai Islam Masyumi di Yogyakarta, Ia ikut bergabung dan mulai terjun di kancah panggung politik tingkat nasional. Dengan bergabungnya Yunan di Masyumi, Ia terpilih menjadi Ketua Masyumi Jakarta Raya yang juga mengantarkannya Menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara (DPRS). Ia juga menjabat sebagai Sekretaris umum Masyumi 1956-1958. Dalam pemilihan umum legislatif Indonesia 1955, ia menjadi anggota Komite Aksi Pemilihan Umum (KAPU). Di masa Orde Baru, Yunan vakum dalam bidang politik, ia lebih aktif di bidang keagamaan dengan menjabat sebagai Ketua Dewan Da'wah Islamiyah Indonesia.[3]
Dipenjara
suntingYunan pernah dipenjara selama 4 bulan dan hukuman tidak boleh tinggal di daerah Sumatera Barat dan Tapanuli oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda terkait aktivitasnya sebagai jurnalis yang membuat pemerintah kolonial merasa terganggu.[4]
Untuk kedua kalinya ia masuk penjara pada masa pemerintahan Orde Lama sejak 16 Januari 1962 hingga dibebaskan pada 17 Mei 1966. Ia ditangkap tanpa alasan yang jelas dan dimasukkan ke dalam penjara tanpa melalui proses Pengadilan.[3]
Referensi
sunting- ^ Serial khutbah Jumʻat, Issues 187-192. Ikatan Masjid Indonesia. 1997.
- ^ "Yunan Nasution Tokoh Pers Politikus dan Da'i". antaranews.com. 29 Desember 2013. Diakses tanggal 1 Juni 2016.
- ^ a b c d e Badruzzaman Busyairi (1985). Catatan Perjuangan HM Yunan Nasution. Pustaka Panjimas.
- ^ a b c Hakiem, Lukman (2017). Merawat Indonesia. Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 146–147. ISBN 9789795927891.
- ^ Kami perkenalkan. Jakarta: Kementerian Penerangan RI. 1952. hlm. 43.