Transubstansiasi

(Dialihkan dari Transubstansi)

Transubstansiasi atau alih zat (bahasa Latin: transsubstantiatio; Yunani: μετουσίωσις, metusiosis) menurut ajaran Gereja Katolik adalah "perubahan keseluruhan zat (Yunani: οὐσίᾱ, usia; bahasa Latin: substantia) roti menjadi zat tubuh Kristus dan keseluruhan zat anggur menjadi zat darah Kristus. Perubahan ini berlangsung pada saat pelisanan Doa Syukur Agung, berkat kemangkusan sabda Kristus, oleh karya Roh Kudus. Meskipun zatnya berubah, spesies Ekaristi, yakni sifat-sifat lahiriah dari roti dan anggur, tidak berubah.[1] Pengertian "zat" maupun "alih zat" dalam ajaran ini tidak berkaitan dengan teori metafisika mana pun.[2]

Transubstansiasi – kehadiran nyata Yesus Kristus dalam adorasi Ekaristi di Gereja Katedral Santo Tomas Aquinas, Reno, Nevada

Gereja Katolik mengajarkan bahwa, dalam pelaksanaan ibadat Ekaristi, persembahan roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus.[3] Pengukuhan doktrin ini diungkapkan dengan menggunakan kata "transubstansi" oleh Konsili Lateran IV pada tahun 1215.[4][5] Pada abad ke-14, doktrin ini digugat para pegiat reforma Gereja, khususnya John Wycliffe.[6]

Gereja Katolik juga mengajarkan bahwa cara berlangsungnya perubahan tersebut merupakan suatu misteri, karena "roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus dengan cara yang melampaui pemahaman."[7] Di kalangan Kristen Anglikan, perangkat istilah baku yang digunakan untuk menyifatkan hakikat Ekaristi maupun implikasi-implikasi teologisnya memiliki sejarah yang sarat dengan silang pendapat, misalnya istilah "roti dan cawan" yang dilawankan dengan istilah "tubuh dan darah", istilah "menyajikan" yang dilawankan dengan istilah "mempersembahkan", dan istilah "perubahan objektif" yang dilawankan dengan istilah "signifikansi baru".[8]

Di Gereja Ortodoks Yunani, doktrin ini diwacanakan dengan istilah metosiosis, yang merupakan hasil terjemahan harfiah dari istilah transsubstantiatio pada abad ke-17. Di kalangan Kristen Ortodoks Timur pada umumnya, Misteri Suci (Sakramen) Ekaristi lebih jamak diwacanakan dengan istilah-istilah lain, misalnya "trans-elementasi" (Yunani: μεταστοιχείωσις, metastoikeiosis), "re-ordinasi" (Yunani: μεταρρύθμισις, metaritmisis), maupun hanya dengan istilah "perubahan" (Yunani: μεταβολή, metabole).

Sejarah sunting

Zaman Bapa Gereja sunting

Keyakinan bahwa Ekaristi diterimakan oleh orang-orang beriman sebagai tubuh dan darah Kristus tampaknya telah tersebar luas sejak zaman para Bapa Gereja (Patristik). Hal ini dapat terlihat dari tulisan-tulisan beberapa Bapa Gereja pada zaman itu yang menggunakan istilah-istilah untuk menggambarkan tubuh dan darah Kristus dalam kaitannya dengan Ekaristi dan tubuh yang menderita dan mati di salib.

Dalam sebuah surat dari Santo Ignatius dari Antiokhia kepada orang-orang Roma pada tahun 106 tertulis: "Saya menginginkan roti Tuhan, roti surgawi, roti kehidupan, yang mana adalah daging Yesus Kristus."[9] Dalam tulisannya kepada orang-orang Kristen di Smyrna, sekitar tahun 106 juga, St Ignatius memperingatkan mereka menjauhkan diri dari para bidaah (penganut ajaran sesat) karena, antara lain, "Mereka (para bidat) menjauhkan diri dari Ekaristi dan doa, karena mereka tidak mengakui Ekaristi menjadi daging Juru selamat kita Yesus Kristus, yang mana telah menderita bagi dosa-dosa kita ... ."[10]

Sekitar tahun 150, Santo Yustinus Martir menulis tentang Ekaristi: "Bukanlah roti biasa dan minuman biasa yang kita terima ini; tetapi sedemikian seperti Yesus Kristus Juru selamat kita, telah menjadi daging oleh Firman Allah, memiliki baik daging maupun darah demi keselamatan kita, demikian juga kita telah diajarkan bahwa makanan yang diberkati oleh doa dari firman-Nya, dan yang darinya darah dan daging kita dipelihara karena transmutasi (perubahan wujud), adalah daging dan darah dari Yesus yang telah menjadi manusia."[11]

Santo Ambrosius pada tahun 387, dalam On the Mysteries Ch.9, menuliskan:[12]

Mungkin kamu akan berkata, "Saya melihat sesuatu yang lain, bagaimana mungkin kamu menyatakan bahwa saya menerima Tubuh Kristus?" ... Mari kita buktikan bahwa ini bukanlah buatan alam, tetapi yang telah disucikan oleh berkat, dan kekuatan dari berkat itu lebih dahsyat daripada alam, karena alam itu sendiri diubah oleh berkat. ... Untuk itulah sakramen yang kamu terima adalah terbuat apa adanya dari firman Kristus. Jikalau kata-kata Elia memiliki kuasa sedemikian untuk menurunkan api dari langit, tidakkah kata-kata Kristus mempunyai kuasa untuk mengubah sifat (hakikat) dari unsur-unsur? ... Mengapa kamu mencari tatanan alam dalam Tubuh Kristus, melihat bahwa Tuhan Yesus sendiri lahir dari seorang Perawan, bukankah tidak sesuai dengan alam? Itulah Daging Kristus sejati yang disalibkan dan dimakamkan, inilah yang kemudian benar-benar Sakramen dari Tubuh-Nya. Tuhan Yesus sendiri menyatakan: "Inilah tubuh-Ku." Sebelum berkat dari kata-kata surgawi tersebut, sifat lain lah yang dibicarakan; namun setelah konsekrasi, Tubuh itu ditandakan. Ia sendiri berbicara tentang Darah-Nya. Sebelum konsekrasi memiliki nama lain, tetapi setelahnya disebut Darah. Dan kamu menjawab, Amin, yaitu: Memang benar. Biarkan hati di dalamnya mengakui apa yang diucapkan mulut, biarkan jiwa merasakan apa yang disuarakan.

Penulis Kristen lainnya dari abad ke-4 mengatakan bahwa dalam Ekaristi terjadi suatu "perubahan" (menurut St. Sirilus dari Yerusalem),[13] "transelementasi" (menurut St. Gregorius dari Nyssa),[14] "transformasi" (menurut St. Yohanes Krisostomus),[15] "transposisi" (menurut St. Sirilus dari Aleksandria),[16] dari roti menjadi tubuh Kristus.

Pada tahun 400, Santo Agustinus dalam tulisannya — On Christian Doctrine — mengutip kata-kata Santo Siprianus: "Sebagaimana Kristus katakan 'Akulah pokok anggur yang benar,' berarti bahwa Darah Kristus adalah anggur, bukan air; dan cawan itu tidaklah dapat mengandung Darah-Nya, yang dengannya kita ditebus dan dihidupkan, seandainya anggur tersebut tidak ada; karena dengan anggur itulah Darah Kristus ditandakan ... ."[17]

Pada abad ke-7, St Yohanes dari Damaskus dalam Holy and Immaculate Mysteries of the Lord menuliskan: "Tubuh tersebut, yang mana dilahirkan oleh Sang Perawan Suci, sesunguhnya bersatu dengan keilahian; bukan berarti bahwa Tubuh yang telah terangkat itu turun dari surga, tetapi roti dan anggur itu sendiri yang diubah menjadi Tubuh dan Darah Tuhan."[18] St. Yohanes menggunakan istilah "alterasi" (μεταποίησις) atas perubahan tersebut (dalam An Exposition of the Orthodox Faith (Book IV) Ch.4 & Ch.13).[18]

Abad pertengahan sunting

Penggunaan awal, yang diketahui pertama kali, atas istilah "transubstansiasi" untuk menggambarkan perubahan dari roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus dalam Ekaristi adalah oleh Uskup Agung Tours Hildebert de Lavardin pada abad ke-11.[19][20] Dan pada akhir abad ke-12 istilah tersebut telah digunakan secara luas.[21] Konsili Lateran IV (tahun 1215) berbicara bahwa roti dan anggur "ter-transubstansiasi" menjadi tubuh dan darah Kristus: "Tubuh dan darah-Nya adalah benar-benar terkandung dalam sakramen di atas altar dalam bentuk roti dan anggur; roti dan anggur tersebut telah di-transubstansiasikan, oleh kuasa Allah, menjadi tubuh dan darah-Nya".[22]

Lalu selama Reformasi Protestan, doktrin transubstansiasi sangat dikecam karena dianggap sebagai "pseudophilosophy"-nya Aristoteles yang diimpor ke ajaran Kristiani.[23]:198 Martin Luther menyatakan bahwa: "Bukan doktrin transubstansiasi-nya yang perlu diyakini, tetapi, cukuplah bahwa Kristus benar-benar hadir dalam Ekaristi itu".[23]:197 Lalu Luther mengajarkan doktrin persatuan sakramental (sacramental union): persatuan roti dengan Tubuh Kristus dan persatuan anggur dengan Darah Kristus (maknanya mirip dengan persatuan hipostatik yang digunakan untuk menjelaskan 2 kodrat dalam 1 pribadi Yesus); sementara Ulrich Zwingli memandang Ekaristi hanya sebagai peringatan (memorial) saja.[23]:198-99

Kemudian Konsili Trente dalam sesi ke-13, yang berakhir pada 11 Oktober 1551, mendefinisikan transubstansiasi sebagai "perubahan yang indah dan tunggal dari keseluruhan substansi roti menjadi Tubuh, dan keseluruhan substansi anggur menjadi Darah – penampilan luarnya hanyalah roti dan anggur yang tersisa – dimana memang atas perubahan ini Gereja Katolik paling tepat menyebutnya Transubstansiasi (perubahan hakiki)".[24] Perubahan tersebut tidak dianggap sebagai pemaksaan terhadap teori Aristoteles mengenai substansi dan 'aksiden' (accidere), karena hanya membicarakan penampilan luar (species) dan bukan istilah filsafat accidere. Kata "substansi" (dalam arti hakikat) sendiri telah digunakan dalam lingkup gerejani selama berabad-abad sebelum filsafat Aristoteles diterapkan di dunia Barat;[25] misalnya dalam Kredo Nicea dinyatakan bahwa Kristus mempunyai hakikat (Yunani: οὐσία, bahasa Latin: substantia) yang sama dengan Bapa. (lihat: Konsubstansial)

Pandangan Katolik Roma sunting

 
Pemecahan roti Ekaristi dalam suatu perayaan Neokatekumen

Pandangan Gereja Katolik bahwa roti dan anggur Ekaristi adalah Daging dan Darah Kristus dalam arti harafiah terutama didasarkan pada Injil Yohanes 6:51, seperti dikutip dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1406: "Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya,[26] dan roti yang Kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia." Dan ditegaskan dalam Yoh 6:55: "Sebab daging-Ku adalah benar-benar makanan dan darah-Ku adalah benar-benar minuman." KGK 1384 dan 1406 juga mengutip kata-kata Yesus dalam Yoh 6:53-54,56 berupa desakan supaya daging dan darah-Nya menjadi makanan dan minuman agar seseorang memperoleh hidup abadi dan bersatu dengan-Nya.[26][27]

Namun KGK 1336 juga menuliskan bahwa pernyataan pertama mengenai Ekaristi membuat sebagian murid-Nya mengundurkan diri (Yoh 6:66): "Perkataan ini keras, siapakah yang sanggup mendengarkannya?" (Yoh 6:60), dan KGK pada bagian yang sama juga menyatakan bahwa Ekaristi memang adalah batu sandungan — sama seperti salib — yang membentuk misteri yang sama dengan salib dan tidak berhenti menjadi sebab perpecahan; namun siapa yang menerima perkataan-Nya (Yoh 6:68) dan menerima anugerah Ekaristi-Nya dengan penuh iman, menerima Tuhan sendiri.[28]

Rupa dan aksiden sunting

Istilah "substansi" merujuk pada kenyataan yang mendasarinya, sementara istilah "aksiden" (accidere) adalah kualitas-kualitas yang dialami secara empiris. Substansi adalah hakikat atau esensi dasar dari suatu hal, yang mana sifatnya mempertahankan dan mengumpulkan satu kesatuan aksiden.[29] Substansi di sini berarti sesuatu di dalamnya sendiri, hakikatnya. Misalnya: bentuk sebuah topi bukanlah topi itu sendiri; bukan juga warna, ukuran, kelembutan atau hal apapun dari topi tersebut yang bisa dicerna oleh panca indra manusia. Topi itu sendiri (sang "substansi") memiliki bentuk, warna, ukuran, kelembutan dan ciri-ciri lainnya, tetapi topi itu sendiri berbeda dengan hal-hal tersebut.[30] Walau penampilannya — yang mana juga dirujuk oleh istilah 'aksiden' — dapat dicerna oleh indra manusia, tetapi substansinya tidak.

Pembedaan "substansi" dengan "aksiden" sebenarnya berasal dari filsafat Aristoteles, yang meyakini bahwa setiap perubahan substansial melibatkan suatu perubahan penampilan —atau yang disebutnya "aksiden" (accidere).[31] Kardinal Avery Dulles memberikan contoh: saat seseorang memakan sebuah apel, apel tersebut kehilangan kualitas-kualitas yang kelihatan sebagaimana juga substansinya sebagai sebuah apel, karena apel yang telah dimakan itu menjadi bagian dari orang tersebut. Oleh sebab itu teologi Ekaristi Katolik Roma tidak berdasar pada filosofi dari Aristoteles tersebut, karena penampilan luar roti dan anggur tetap tidak berubah saat konsekrasi roti dan anggur dalam Misa.[31]

Istilah "aksiden" tidak pernah digunakan dalam dogma atau penjelasan resmi Gereja Katolik mengenai doktrin transubstansiasi; misalnya dalam KGK atau Konsili Trente sesi ke-13 — ketika menegaskan definisi transubstansiasi — istilah aksiden tidak ditemukan, tetapi yang digunakan adalah istilah species (dalam bahasa Indonesia umumnya diterjemahkan menjadi "rupa").[24] Namun ada beberapa teolog yang menggunakan istilah aksiden dalam menjelaskan transubstansiasi, walau bukan dalam arti yang sama seperti filsafat Aristoteles.

Transubstansiasi sunting

Ketika berada di Perjamuan Terakhir-nya, Yesus berkata: "Inilah tubuh-Ku",[32] apa yang Ia pegang di tangan-Nya masih memiliki penampilan roti sepenuhnya: "species" roti tetap tidak berubah. Namun Gereja Katolik percaya bahwa, ketika Yesus menyatakan hal tersebut,[33]:1376 kenyataan mendasar ("hakikat") dari roti tersebut telah diubah menjadi Tubuh-Nya. Dengan kata lain, roti itu sesungguhnya adalah Tubuh-Nya, sedangkan seluruh penampilannya yang dapat dicerna oleh panca indra manusia ataupun penelitian ilmiah adalah tetap roti, sama seperti sebelumnya. Gereja Katolik percaya bahwa perubahan hakikat roti dan anggur terjadi pada saat konsekrasi Ekaristi,[31][33]:1377 saat kata-kata konsekrasi diucapkan oleh imam yang bertindak selaku Kristus (in persona Christi).

Karena Kristus yang bangkit dari antara yang mati adalah Kristus yang hidup, Gereja Katolik percaya bahwa ketika roti berubah menjadi Tubuh-Nya, bukan hanya Tubuh-Nya saja yang hadir, tetapi Kristus hadir sepenuhnya (tubuh dan darah-Nya, bersama dengan jiwa dan keilahian-Nya). Hal yang sama juga berlaku bagi anggur yang berubah menjadi Darah-Nya.[33]:1373-1374 Darah itu sendiri juga berada dalam rupa (species) roti, dan Tubuh-Nya juga berada dalam rupa anggur;[24] sehingga dengan menyambut Tubuh-Nya (Hosti Kudus) sama artinya dengan menyambut Tubuh dan Darah-Nya. KGK 1377 menyatakan bahwa kehadiran Kristus dalam rupa Ekaristi dimulai saat konsekrasi dan Ia tetap hadir selama rupa Ekaristi ada; Kristus hadir sepenuhnya dalam setiap rupa dan masing-masing bagiannya, sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus.[33]

Konsubstansiasi dan konsubstansial sunting

Doktrin "konsubstansiasi" berpendapat bahwa substansi dari roti dan anggur masih tetap ada, setelah konsekrasi dalam Ekaristi, bersamaan dengan substansi Tubuh Kristus dan Darah Kristus.[34] Gereja Katolik menolak doktrin konsubstansiasi karena, seperti ditegaskan dalam Konsili Trente dan tertulis dalam KGK 1376, konsekrasi mengubah seluruh substansi roti menjadi substasi Tubuh Kristus dan seluruh substansi anggur menjadi substansi Darah Kristus;[24][33] yang berarti bahwa substansi roti dan substansi anggur tidak ada lagi setelah konsekrasi.

Istilah serupa lainnya adalah "konsubstansial" (sehakikat) yang digunakan untuk menjelaskan doktrin Tritunggal, seperti tertulis dalam KGK 467, bahwa Kristus sehakikat (konsubstansial) dengan Bapa dalam keilahian-Nya dan sehakikat (konsubstansial) dengan manusia dalam kemanusiaan-Nya.[35] Secara prinsip istilah konsubstansiasi dan konsubstansial bermakna serupa, yaitu satu substansi (sehakikat), hanya secara teknis digunakan dalam konteks berbeda; sementara istilah transubstansiasi berarti perubahan substansi (hakikat).

Pandangan Ortodoks Timur sunting

 
"Terimalah Tubuh Kristus, kecaplah Mata Air Kekekalan" - ikonografi Yunani

The Confession of Dositheus yang dihasilkan dalam Sinode Yerusalem oleh Gereja Ortodoks Timur pada tahun 1672 berbicara tentang suatu "perubahan" (μεταβολή) atau "metousiosis" (μετουσίωσις) dari roti dan anggur. "Μετ-ουσί-ωσις" (met-ousi-osis) adalah kata Yunani yang digunakan untuk merepresentasikan kata Latin "trans-substanti-atio",[36][37] sebagaimana kata Yunani "μετα-μόρφ-ωσις" (meta-morph-osis) selaras dengan kata Latin "trans-figur-atio". The Longer Catechism of The Orthodox, Catholic, Eastern Church, atau dikenal sebagai Katekismus St. Philaret (Drozdov) dari Moskow, menggunakan kata "transubstansiasi" atau "μετουσίωσις" pada pertanyaan 339 dan 340.[38]

Gereja Ortodoks Timur, seperti juga Gereja Timur lainnya, bersepakat bahwa roti dan anggur yang digunakan dalam Liturgi Suci benar-benar menjadi tubuh dan darah Kristus secara nyata. Namun, sebagaimana tertulis dalam Katekismus St. Philaret, dikatakan bahwa kata "transubstansiasi" tidak digunakan untuk menentukan bagaimana cara roti dan anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.[38] Dan dikatakan bahwa hanya Tuhan saja yang mengerti akan hal itu; tetapi roti tersebut sungguh, benar-benar, dan secara substansial menjadi Tubuh Kristus yang sebenarnya, dan anggur tersebut adalah Darah Kristus yang sebenarnya.[18][38] Kehadiran Kristus secara nyata dalam Ekaristi merupakan suatu dogma dalam Gereja Ortodoks Timur, sebagaimana dituliskan St. Theodorus Studita dalam risalahnya On the Holy Icons: "sebab kita mengakui bahwa umat beriman menerima tubuh dan darah Kristus yang sesungguhnya, menurut suara Tuhan sendiri".[39]

Dekret XVII dari The Confession of Dositheus menuliskan:[37]

Dalam perayaan (Ekaristi) kita meyakini Tuhan Yesus Kristus hadir. Ia bukan hadir seperti biasanya, bukan hanya figuratif, bukan juga melalui limpahan rahmat, sebagaimana dalam Misteri lainnya ... Tetapi sungguh-sungguh dan benar-benar (hadir), sehingga setelah konsekrasi roti dan anggur, roti tersebut ditransmutasikan, ditranssubstansiasikan, diubah, dan ditransformasikan menjadi benar-benar Hakikat Tubuh Tuhan ... dan anggur tersebut diubah dan ditranssubstansiasikan menjadi benar-benar Hakikat Darah Tuhan, yang seperti saat Ia tergantung di kayu salib, tercurah bagi kehidupan dunia ini.

Seni konseptual sunting

An Oak Tree (Sebuah Pohon Ek) adalah sebuah seni konseptual karya Michael Craig-Martin, yang terdapat di Tate Modern, berupa segelas air dimana sang seniman menyatakannya telah berubah menjadi "sebuah pohon ek dewasa" tetapi "tanpa mengubah aksiden dari gelas air tersebut".[40] Craig-Martin mengklaim bahwa ia telah mengubah substansi (hakikat) nya, tetapi tidak penampilannya. Dalam naskah yang dijadikannya bagian dari karyanya itu disebutkan bahwa: "Ini bukanlah sebuah simbol. Saya telah mengubah hakikat fisik dari segelas air ini menjadi sebuah pohon ek. Saya tidak mengubah penampilannya. Pohon ek yang sebenarnya hadir secara fisik, tetapi dalam bentuk segelas air."[40] Dalam suatu Kuliah Richard Dimbleby, pada 23 November 2000, Sir Nicholas Serota mengatakan: "Kita mungkin tidak 'menyukai' karya Craig-Martin, tetapi yang pasti karya tersebut mengingatkan kita bahwa apresiasi terhadap semua seni melibatkan suatu tindakan iman yang dapat dibandingkan dengan kepercayaan bahwa, melalui transubstansiasi, roti dan anggur Komuni Suci menjadi Tubuh dan Darah Kristus."[41]

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ "Compendium of the Catechism of the Catholic Church". www.vatican.va. 
  2. ^ "LITURGY Q & A: On Transubstantiation". April 19, 2016. 
  3. ^ Fay, William (2001). "The Real Presence of Jesus Christ in the Sacrament of the Eucharist: Basic Questions and Answers". United States Conference of Catholic Bishops. Diakses tanggal 13 Desember 2015. Gereja Katolik menegaskan bahwa, dalam perayaan Ekaristi, roti dan anggur diubah menjadi tubuh dan darah yesus Kristus oleh kuasa Roh Kudus dengan memperalat imam. 
  4. ^ "Internet History Sourcebooks Project". sourcebooks.fordham.edu. 
  5. ^ "Lateran Council | Roman Catholicism". Encyclopedia Britannica. 
  6. ^ Hillebrand, Hans J., ed. (2005). "Transubstantiation". The Oxford Encyclopedia of the Reformation. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-506493-3. Diakses tanggal 2017-05-30. 
  7. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama :0
  8. ^ Paul F. Bradshaw, Maxwell E. Johnson, The Eucharistic Liturgies: Their Evolution and Interpretation (Liturgical Press 2012 ISBN 978-0-81466240-3), hlm. 323; Francis Marsden, "Pope John Paul II's new Document on the Eucharist" (2003). "Misa Katolik mengharapkan Allah untuk melakukan transformasi, yakni perubahan unsur-unsur roti dan anggur menjadi kehadiran sejati Kristus. Doa-doa Anglikan tidak menuntut perubahan objektif unsur-unsur tersebut, tetapi sekadar memohon agar kiranya roti dan anggur memiliki signifikansi baru bagi kita, yakni sebagai lambang dari tubuh dan darah-Nya. Pada kenyataannya rumusan-rumusan doa Anglikan dapat ditafsirkan bermakna kedua-duanya. Hal ini memang disengaja, dan merupakan bagian dari genius Kristen Anglikan, yakni kemampuannya untuk mewadahi doktrin-doktrin yang saling bertentangan dengan bentuk lahiriah kata-kata."
  9. ^ (Inggris) St. Ignatius of Antioch, "The Epistle of Ignatius to the Romans", dalam Alexander Roberts, James Donaldson, and A. Cleveland Coxe, Ante-Nicene Fathers, Vol. 1., Translated by Alexander Roberts and James Donaldson (Revised and edited for New Advent by Kevin Knight) (edisi ke-1885), Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co. 
  10. ^ (Inggris) St. Ignatius of Antioch, "The Epistle of Ignatius to the Smyrnaeans", dalam Alexander Roberts, James Donaldson, and A. Cleveland Coxe, Ante-Nicene Fathers, Vol. 1., Translated by Alexander Roberts and James Donaldson (Revised and edited for New Advent by Kevin Knight) (edisi ke-1885), Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co. 
  11. ^ (Inggris) Justin Martyr, "The First Apology of Justin", dalam Peter Kirby, Historical Jesus Theories, Ch. LXVI, Early Christian Writings 
  12. ^ (Inggris) St. Ambrose, "On the Mysteries", dalam Philip Schaff and Henry Wace, Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 10., Translated by H. de Romestin, E. de Romestin and H.T.F. Duckworth (Revised and edited for New Advent by Kevin Knight) (edisi ke-1896), Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co. 
  13. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama CyrillJ
  14. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Nyssa
  15. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Chrysostom
  16. ^ Cyril of Alexandria, On Luke, 22, 19 (PG 72:911): μετίτησις
  17. ^ (Inggris) St. Augustine, On Christian Doctrine, in Four Books, Book IV, Chapter 21, Christian Classics Ethereal Library 
  18. ^ a b c (Inggris) St. John of Damascus, "An Exposition of the Orthodox Faith (Book IV)", dalam Philip Schaff and Henry Wace, Nicene and Post-Nicene Fathers, Second Series, Vol. 9., Translated by E.W. Watson and L. Pullan (Revised and edited for New Advent by Kevin Knight) (edisi ke-1899), Buffalo, NY: Christian Literature Publishing Co. 
  19. ^ (Inggris) John Cuthbert Hedley. Holy Eucharist (edisi ke-2003). Kessinger. hlm. 37. ISBN 978-0-76617494-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-05-18. Diakses tanggal 2015-05-14. 
  20. ^ (Inggris) John N. King. Milton and Religious Controversy (edisi ke-2000). Cambridge University Press. hlm. 134. ISBN 978-0-52177198-6. 
  21. ^ (Inggris) "Transubstantiation". Oxford Dictionary of the Christian Church. Oxford University Press. 2005. ISBN 978-0-19-280290-3. 
  22. ^ (Inggris) "1. Confession of Faith", Fourth Lateran Council : 1215, Papal Encyclicals Online 
  23. ^ a b c (Inggris) McGrath, A. "Luther, M. The Babylonian Captivity of the Christian Church. 1520.". Historical Theology, An Introduction to the History of Christian Thought (edisi ke-1998). Blackwell Publishers: Oxford. 
  24. ^ a b c d (Inggris) J. Waterworth (ed.), The Council of Trent - The Thirteenth Session, Scanned by Hanover College students in 1995 (edisi ke-1848), London: Dolman 
  25. ^ (Inggris) Charles Davis (April 1964), "The Theology of Transubstantiation", Sophia, Vol. 3, No. 1, hlm. 12-24, ISSN 0038-1527 
  26. ^ a b (Inggris) "Article 3 The Sacrament of the Eucharist - In Brief", Catechism of the Catholic Church, Libreria Editrice Vaticana 
  27. ^ (Inggris) "VI. The Paschal Banquet", Catechism of the Catholic Church, Libreria Editrice Vaticana 
  28. ^ (Inggris) "III. The Eucharist in the Economy of Salvation", Catechism of the Catholic Church, Libreria Editrice Vaticana 
  29. ^ (Inggris) Paul Haffner. The Sacramental Mystery (edisi ke-1999). Gracewing Publishing. hlm. 91-92. ISBN 9780852444764. 
  30. ^ (Inggris) Maisie Ward, Francis Joseph Sheed (1935). Catholic Evidence Training Outlines (edisi ke-3, digital: 27 Ags 2007). Sheed and Ward. 
  31. ^ a b c (Inggris) Avery Cardinal Dulles, SJ, Christ’s Presence in the Eucharist: True, Real and Substantial, 30GIORNI 
  32. ^ Matius 26:26, Markus 14:22, Lukas 22:18, 1 Korintus 11:24
  33. ^ a b c d e (Inggris) "V. The Sacramental Sacrifice Thanksgiving, Memorial, Presence", Catechism of the Catholic Church, Libreria Editrice Vaticana 
  34. ^ (Inggris) Erwin L. Lueker, Luther Poellot, Paul Jackson (ed.), Consubstantiation, retrieved from Christian Cyclopedia (edisi ke-2000), St. Louis: Concordia Publishing House, Archived from the original on 2004-11-09, diakses tanggal 2015-05-17 
  35. ^ (Inggris) "Paragraph 1. The Son of God Became Man", Catechism of the Catholic Church, Libreria Editrice Vatican 
  36. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama creeds1
  37. ^ a b (Inggris) John H. Leith (ed.), "The Confession of Dositheus - Chapter VI. of Acts and Decrees of the Synod of Jerusalem (A.D. 1672)", Creeds of the Churches (edisi ke-1982, third edition), ELCore.Net 
  38. ^ a b c (Inggris) St. Philaret (Drozdov) of Moscow, "The Longer Catechism of The Orthodox, Catholic, Eastern Church", dalam Philip Schaff, The Creeds of Christendom with a History and Critical Notes, English translation by Rev. R. W. Blackmore, B.A. 
  39. ^ (Inggris) St. Theodore the Studite. Catherine Roth, ed. On the Holy Icons (edisi ke-1981). Crestwood. hlm. 30. 
  40. ^ a b "Artist's Text". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2002-08-06. Diakses tanggal 2009-10-11. 
  41. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-01. Diakses tanggal 2009-10-11. 

Pranala luar sunting