Teuku Nyak Markam (12 Maret 1924 – 00 Desember 1985)adalah seorang pengusaha kaya Aceh pada zaman pemerintahan Presiden RI Soekarno. Teuku Markam keturunan uleebalang yang lahir tahun 1925 di Alue Campli, Seunuddon, Aceh Utara dan ayahnya bernama Teuku Marhaban. Sejak kecil Teuku Markam sudah menjadi yatim piatu. Ketika usia 9 tahun, Teuku Marhaban meninggal dunia. Sedangkan ibunya telah lebih dulu meninggal. Teuku Markam kemudian diasuh kakaknya Cut Nyak Putroe.[1][2][2]

Teuku Markam
Lahir1925
Alue Campli, Seunudon, Aceh Utara,Aceh
Meninggal1985
Jakarta
Tempat tinggalIndonesia
Warga negaraIndonesia
PekerjaanMiliter dan Pengusaha

Teuku Markam hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 4 SR (Sekolah Rakyat). Teuku Markam terlibat dalam pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat, jalan Medan-Banda Aceh, Bireuen-Takengon, Meulaboh, Tapaktuan yang didanai oleh Bank Dunia. Teuku Markam menyumbangkan 28 kg emas dari 38 kg emas untuk Monumen Nasional.[3][4]

Bisnis dan Politik sunting

Karier kemiliteran sunting

Teuku Markam ketika muda memasuki pendidikan wajib militer di Koeta Radja (Banda Aceh sekarang) dan tamat dengan pangkat letnan satu. Teuku Markam bergabung dengan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan ikut pertempuran di Tembung, Sumatera Utara bersama-sama dengan Jendral Bejo, Kaharuddin Nasution, Bustanil Arifin.

Selama bertugas di Sumatera Utara, Teuku Markam aktif di berbagai lapangan pertempuran. Teuku Markam kemudian diutus ke Bandung untuk menjadi ajudan Jenderal Gatot Soebroto sampai Gatot Soebroto meninggal dunia. Ia mengutus Teuku Markam untuk bertemu dengan Presiden Soekarno, yang kemudian memulai perjalanannya di dunia bisnis .[5]

Bisnis sunting

Bung Karno memang menginginkan adanya pengusaha pribumi / bumiputra yang betul-betul mampu menangani masalah perekonomian Indonesia. Tahun 1957, ketika Teuku Markam berpangkat kapten (NRP 12276), ia kembali ke Aceh dan mendirikan PT. Karkam. Ia sempat bentrok dengan Teuku Hamzah (Panglima Kodam I/Iskandar Muda). Akibatnya Teuku Markam ditahan dan baru keluar tahun 1958. Pertentangan dengan Teuku Hamzah Bendahara berhasil didamaikan oleh Sjamaun Gaharu. Keluar dari tahanan, Teuku Markam kembali ke Jakarta dengan membawa PT Karkam. Perusahaan itu dipercaya oleh Pemerintah RI mengelola rampasan perang untuk dijadikan dana revolusi.

Teuku Markam menggeluti dunia usaha dengan sejumlah aset berupa kapal dan beberapa dok kapal di Palembang, Medan, Jakarta, Makassar, Surabaya. Bisnis Teuku Markam mengimpor mobil Toyota Hardtop dari Jepang, besi beton, plat baja dan mengimpor senjata atas persetujuan Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam) dan Presiden. Komitmen Teuku Markam adalah mendukung perjuangan RI sepenuhnya termasuk pembebasan Irian Barat serta pemberantasan buta huruf yang dilakukan oleh Soekarno.

Dari bisnis inilah Teuku Markam bisa menyumbang 28 kg emas untuk ditempatkan di puncak Monumen Nasional (Monas). Peran Teuku Markam menyukseskan Konferensi Asia Afrika juga terbilang tidak kecil berkat bantuan sejumlah dana.[6][7]

Selain menyumbang emas, Teuku Markam juga ikut andil dalam pembebasan lahan Senayan untuk menjadi pusat olah raga. Ia juga ikut membiayai berbagai macam yang terkait dalam melepaskan Indonesia dari penjajahan Belanda, serta ikut mensukseskan KTT Asia Afrika.

Namun karena kedekatannya dengan Soekarno pula yang membuat nasibnya berubah drastis pada era Presiden Soeharto. Markam diciduk dan dijebloskan ke dalam penjara dengan tuduhan diduga terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Ia juga dianggap sebagai kaum penyembah Soekarno dan akhirnya Teuku Markam dijebloskan ke penjara pada tahun 1966.

Penderitaannya bukan hanya mendekam di penjara. Perusahaan miliknya diambil alih pemerintah dan menjadi cikal bakal BUMN bernama PT Berdikari (Persero). Yang lebih ironis, tak ada harta sedikitpun yang disisakan untuk keluarga dan anak-anaknya. Selepas dari penjara, hidup Teuku Markam tak kunjung membaik. Ia juga sering mendapat hinaan dari orang-orang karena dianggap sebagai antek PKI. Bahkan, sampai ia tutup usia.[8]

Pasca Gerakan 30 September sunting

Ketika Soeharto menjadi Presiden RI, Teuku Markam difitnah sebagai PKI dan dituding sebagai koruptor dan Soekarnoisme. Pada tahun 1966 Teuku Markam dipenjara tanpa ada proses pengadilan. Pertama-tama ia dimasukkan tahanan Budi Utomo, lalu dipindahkan ke Guntur, selanjutnya berpindah ke penjara Salemba, Jl. Percetakan Negara. Lalu dipindah lagi ke tahanan Cipinang, dan terakhir dipindahkan ke tahanan Nirbaya, tahanan untuk politikus di kawasan Pondok Gede Jakarta Timur. Tahun 1972 ia jatuh sakit dan terpaksa dirawat di RSPAD Gatot Subroto selama kurang lebih dua tahun.[9]

Teuku Markam baru bebas tahun 1974. Soeharto, Ketua Presidium Kabinet Ampera I, pada 14 Agustus 1966 mengambil alih aset Teuku Markam berupa perkantoran, tanah dan lain-lain, yang kemudian dikelola PT. PP Berdikari yang didirikan Suhardiman, Bustanil Arifin, Amran Zamzami atas nama pemerintahan RI. Pada tahun 1974, Soeharto mengeluarkan Keppres N0 31 Tahun 1974 yang isinya antara lain penegasan status harta kekayaan eks PT Karkam/PT Aslam/PT Sinar Pagi yang diambil alih pemerintahan RI tahun 1966 berstatus pinjaman yang nilainya Rp 411.314.924 sebagai modal negara di PT. PP Berdikari.[10]

Keluar dari penjara sunting

Setelah keluar dari penjara pada tahun 1974 Teuku Markam mendirikan PT Marjaya dan menggarap proyek-proyek Bank Dunia untuk pembangunan infrastruktur di Aceh dan Jawa Barat. Tapi tidak ada proyek raksasa yang dikerjakan PT. Marjaya diresmikan oleh pemerintahan Soeharto. Teuku Markam meninggal tahun 1985 akibat komplikasi penyakit di Jakarta.[11]

Fakta Tentang Teuku Markam sunting

1. Menyumbang 28 kg emas untuk monas.

2. Ikut andil dalam pembebasan lahan Senayan untuk menjadi pusat olah raga

3. Berperan besar menyukseskan Konferensi Asia Afrika berkat bantuan sejumlah dana.[6]

4. Saudagar terkaya Indonesia yang berasal dari Aceh pada era Soekarno.

5. Perusahaan miliknya diambil alih pemerintah Orde Baru secara tidak adil dan menjadi cikal bakal salah satu

BUMN bernama PT Berdikari (Persero).

6. Dituduh sebagai antek PKI pada era Orde Baru.

7. Dipenjara dan semua hartanya disita oleh negara pada masa Orde Baru.

8. Nama baik Teuku Markam sampai saat ini belum dibersihkan oleh negara.[12]

Referensi sunting

  1. ^ Matanasi, Petrik. "Markam: Disebut Menyumbang Emas Monas, Dipenjara oleh Soeharto". Tirto.id. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  2. ^ a b Apa dan Siapa Sejumlah Orang Indonesia 1983-1984 (1984: 473).
  3. ^ Idris, Muhammad. Idris, Muhammad, ed. "Kisah Teuku Markam, Pengusaha Aceh Penyumbang 28 Kg Emas Monas". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  4. ^ "Jejak Hilang Sang Penyumbang Emas dari Alue Capli". Atjeh Watch. 2019-11-17. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  5. ^ "Teuku Markam, Bapak Pembangunan Indonesia dari Aceh yang Dilupakan". Barometernews.id. 2020-02-17. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  6. ^ a b Sukandar, Clara Aprilia (2019-06-14). "Tragis! Begini Kisah Hidup Pria Terkaya yang Sumbang 28 Kg Emas untuk Monas". Warta Ekonomi. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  7. ^ Mercinews (2019-06-11). "Politisi PDIP: Saatnya Aset Kekayaan Milik Teuku Markam Dikembalikan ke Aceh". Mercinews. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-15. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  8. ^ Hasyim. "Teuku Markam, Pria Terkaya di Era Soekarno Penyumbang 28 Kg Emas". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  9. ^ buku Tuhan, Pergunakanlah Hati, Pikiran dan Tanganku: Pledoi Omar Dani (2001)
  10. ^ Rabu; April 2020, 01 April 2020 14:00 WIB 01; Wib, 14:00 (2020-04-01). "Teuku Markam dan Jasanya yang Menyumbang 28 Kg Emas Monas". indozone.id. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  11. ^ Zamzami, Faisal. "Kisah Teuku Markam dan Monas, Pengusaha Aceh Penyumbang 28 Kg Emas, Pernah di Militer dan Dipenjara". Tribunnews.com. Diakses tanggal 2020-06-15. 
  12. ^ "Teuku Markam Bapak Pembangunan Indonesia Yang Di Lupakan Dari Pulau Sumatra". Detik Indonesia (dalam bahasa Inggris). 2020-02-16. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-15. Diakses tanggal 2020-06-15. 

Lihat pula sunting