Teluk Pongkal, Sokan, Melawi

desa di Kabupaten Melawi, Kalimantan Barat

Teluk Pongkal merupakan salah satu desa yang ada di kecamatan Sokan, Kabupaten Melawi, provinsi Kalimantan Barat, Indonesia.

Teluk Pongkal
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Barat
KabupatenMelawi
KecamatanSokan
Kode Kemendagri61.10.07.2010
Luas... km2
Jumlah penduduk1.062 jiwa
Kepadatan... jiwa/km2

Desa ini merupakan desa paling penghujung Sungai Sokan yang bermuara langsung dengan Sungai Pinoh. Untuk mencapai daerah ini bisa menggunakan speed boat 15-18 PK dengan waktu tempuh 3-4 jam dari Nanga Pinoh. Sementara untuk jalan darat sulit dijangkau karena karakteritik wilayah yang terdiri dari bukit-bukit terjal.[1]

Desa Teluk Pongkal terdiri dari lima dusun. Yakni:

  • Teluk Pongkal
  • Bukit Raya
  • Bituk Kedangkai
  • Kepala Daak
  • Ponjang

Jumlah penduduk Desa Teluk Pongkal sebanyak 1.062 jiwa dengan 298 Kepala Keluarga (KK). Desa ini cukup terpencil dan sulit dijangkau tenaga kesehatan. Letaknya berbatasan langsung dengan Kabupaten Ketapang.[2]

Aksesibilitas sunting

Perjalanan ke Desa Teluk Pongkal tidak mudah. Untuk menuju desa tersebut, dapat ditempuh dengan dua alternatif, melalui jalan darat dan sungai dari Ibu Kota Kabupaten Melawi, Nanga Pinoh. Melalui jalan darat dapat ditempuh lima jam sampai Nanga Sokan. Selain medan yang berat, kondisi jalan yang rusak serta berliku, sehingga bagi mereka yang belum berpengalaman jangan coba-coba untuk menempuh rute tersebut. Untuk sampai ke Desa Teluk Pongkal, perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan motor air selama dua jam.

Sedangkan jalur sungai, melewati Sungai Pinoh selama empat jam perjalanan menggunakan motor air. Namun jalur ini berisiko. Selain membutuhkan biaya besar, nyali juga diperlukan karena harus melewati jeram dengan arus air yang deras. Selama ini sering kali terjadi kecelakaan.[2]

Lusung sunting

Sebagian besar masyarakat terkena penyakit kulit. Warga setempat menyebutnya Lusung. Dalam istilah kedokteran disebut tinea imbricata. Penyakit yang diakibatkan jamur tersebut membuat mereka harus tersiksa selama puluhan tahun, dengan rasa gatal yang sangat luar biasa. Penyakit tersebut tak mengenal umur, dari orang tua sampai anak kecil mengidap penyakit dengan ciri bercak putih berbentuk lingkaran sampai berbentuk seperti sisik. Mereka tinggal di rumah kayu yang sangat sederhana. Dengan pekerjaan sebagai petani, penghasilan yang mereka dapatkan tidak mampu untuk melakukan pengobatan secara intensif. Bahasa Indonesia mereka juga tidak lancar. Karena itu dalam berkomunikasi, harus menggunakan penterjemah dari masyarakat Nanga Sokan.[2]

Referensi sunting