Orang Māori

kelompok etnik Polinesia asli di Selandia Baru
(Dialihkan dari Suku Maori)

Suku Māori (/ˈmri/; Pengucapan Māori: [ˈmaːɔɾi] simak[6]) adalah penduduk asli asal Polinesia yang tinggal di Selandia Baru. Suku ini berasal dari pendatang Polinesia timur yang tiba di Selandia Baru dalam beberapa gelombang migrasi menggunakan waka (kano) di antara tahun 1320 dan 1350.[7] Setelah terisolasi beberapa abad, para pendatang ini mengembangkan budaya mereka sendiri dengan bahasa, mitologi, teknik kriya, serta seni pertunjukan yang berbeda dengan budaya Polinesia timur lainnya. Beberapa penduduk awal suku Māori pindah ke Kepulauan Chatham; keturunan penduduk awal ini kemudian menjadi kelompok etnis Selandia Baru yang lain, yaitu Suku Moriori.[8]

Māori
Pertunjukan haka, tarian dan seruan perang khas suku Māori (2012)
Daerah dengan populasi signifikan
 Selandia Baru775.836 (sensus 2018)[1]
 Australia142.107 (sensus 2016)[2]
 Britania Rayasekitar 8.000 (2000)[3]
 Amerika Serikat3.500 (2000)[4]
 Kanada2.500 (2016)[5]
Daerah lainsekitar 8.000[3]
Bahasa
Māori, Inggris
Agama
Kebanyakan Kristen atau tidak beragama
Rātana
Agama Māori
Kelompok etnik terkait
Bangsa Polinesia yang lain

Gaya hidup orang Māori banyak mengalami perubahan setelah orang Eropa datang ke Selandia Baru pada abad ke-17. Orang Māori kemudian perlahan-lahan mengadopsi berbagai aspek budaya dan kehidupan masyarakat Barat. Pada awalnya, hubungan antara orang Māori dan Eropa relatif baik. Sejak Perjanjian Waitangi di tahun 1840, kedua budaya tersebut hidup bersama. Pada tahun 1860, mulai terjadi perpecahan akibat konflik penjualan lahan, yang berujung pada penyitaan lahan dalam skala besar. Perpecahan sosial dan epidemi penyakit yang dibawa dari luar menyebabkan populasi suku Māori turun secara tajam. Jumlah penduduk suku Māori baru kembali meningkat pada awal abad ke-20. Sejak saat itu, mulai banyak upaya untuk mengembalikan keadilan sosial dan kedudukan suku Māori di masyarakat Selandia Baru secara umum.

Dengan demikian, budaya tradisional Māori mengalami kebangkitan kembali yang besar, yang juga diperkuat dengan adanya gerakan protes Māori di tahun 1960-an. Sayangnya, suku Māori masih mengalami kesulitan ekonomi dan sosial yang besar. Secara umum, perkiraan umur dan pendapatan mereka pun lebih rendah daripada kelompok etnis lain yang hidup di Selandia Baru. Suku ini juga mengalami angka tingkat kejahatan, masalah kesehatan, serta ketertinggalan pendidikan yang lebih parah daripada kelompok etnis lain di Selandia Baru. Beberapa inisiatif sosio-ekonomis telah dilakukan dengan tujuan untuk menutup jarak antara orang Māori dan penduduk Selandia Baru lainnya. Ganti rugi politis dan ekonomis untuk berbagai kerugian historis juga masih terus berlanjut.

Dalam Sensus Selandia Baru 2018, terungkap bahwa terdapat 775.836 penduduk di Selandia Baru yang menyatakan dirinya orang Māori, yaitu sekitar 16,5% dari populasi nasional. Kelompok ini merupakan kelompok etnis terbesar kedua di Selandia Baru, tepat di bawah penduduk Selandia Baru asal Eropa ("Pākehā"). Terdapat pula 140.000 orang Māori yang tinggal di Australia. Bahasa Māori digunakan oleh sekitar seperlima penduduk Māori atau 3% dari total penduduk. Orang Māori aktif dalam seluruh aspek kehidupan dan kebudayaan Selandia Baru, dengan representasi yang jelas dalam media, politik dan olahraga.

Etimologi

sunting

Dalam bahasa Māori, kata māori berarti "normal", "alami", atau "biasa". Dalam legenda dan tradisi lisan, kata ini membedakan antara manusia biasa (tāngata māori) dengan dewa-dewi dan roh.[9][i] Lebih lanjut, wai māori berarti "air bersih", yang diperlawankan dengan air asin. Ada banyak kata yang berkerabat dengan istilah-istilah ini dalam bahasa Polinesia lain,[10] yang semuanya berasal dari kata Proto-Polinesia *ma(a)qoli, yang kira-kira berarti "benar, nyata, asli".[11][12]

Penamaan dan penamaan diri

sunting

Pada mulanya, para pendatang dari Eropa ke Selandia Baru menamakan penduduk asli pulau ini sebagai "orang Selandia Baru" ("New Zealanders") atau "pribumi".[13] Orang Māori sendiri menggunakan istilah māori untuk menyebut penduduk mereka sendiri dari dalam maupun luar suku.[ii] Orang Māori cenderung menggunakan istilah tangata whenua (yang secara harafiah berarti "penduduk suatu daerah") untuk menyebutkan hubungan mereka dengan daerah tertentu. Orang Māori dari suatu daerah akan menyebut diri mereka tangata whenua daerah itu, tetapi bukan tangata whenua daerah lain.[14] Istilah ini juga dapat dipahami dalam konteks suku Māori secara keseluruhan dalam hubungannya dengan Selandia Baru (Aotearoa) secara umum.

Dari sudut pandang pemerintah, tidak selalu jelas siapa yang dianggap orang Māori. Pada tahun 1974, demi kepentingan pemilihan umum, pemerintah mewajibkan dokumen yang membuktikan keturunan bagi yang mengaku "orang Māori". Hanya orang-orang yang memiliki 50% keturunan Māori dapat ikut memilih kursi Parlemen khusus orang Māori. Amandemen Undang-undang Urusan Maori tahun 1974 mengubah hukum ini dan memperbolehkan siapa pun untuk menyatakan identitas budayanya sesuai dengan yang orang itu inginkan. Hingga tahun 1986, badan sensus Selandia Baru mewajibkan setidaknya 50% garis keturunan Māori agar dapat mengklaim hubungan dengan suku Māori. Saat ini, dalam semua konteks, pemerintah biasanya akan meminta dokumen pembuktian nenek moyang atau bukti keterlibatan budaya (seperti misalnya pernyataan dari orang lain bahwa orang tersebut memang ada di dalam suku), tetapi tanpa batas persentase turunan.[15][iii]

Sejarah

sunting

Asal dari Polinesia

sunting
 
Orang Māori mulai menghuni Selandia Baru setelah hidup melompat-lompat pulau di Samudera Pasifik selatan.

Tidak ditemukan bukti jelas mengenai adanya penduduk Selandia Baru pra-Māori. Berbagai bukti dari bidang-bidang arkeologi, linguistik, dan antropologi fisik menunjukkan bahwa penduduk pertama pulau ini bermigrasi dari Polinesia dan kemudian menjadi suku Māori.[16][17] Bukti menunjukkan bahwa nenek moyang suku ini, yang merupakan bagian dari kelompok besar bangsa Austronesia, sudah ada sejak 5.000 tahun yang lalu hingga mencapai penduduk asli Taiwan. Orang Polinesia tinggal di daerah yang besar, meliputi kepulauan Samoa, Tahiti, Hawaii, Pulau Paskah (Rapa Nui) – dan terakhir Selandia Baru.[18]

Ada kemungkinan bahwa pulau ini sudah pernah dieksplorasi dan diduduki sebelum meletusnya Gunung Tarawera di tahun 1315. Kemungkinan ini berdasarkan bukti yang didapat dari tulang tikus Polinesia dan kerang yang digigit tikus[19] serta bukti kebakaran hutan yang meluas pada satu dekade sebelumnya.[20][21] Akan tetapi, bukti terbaru menunjukkan bahwa pendudukan terbesar pulau ini terjadi sebagai migrasi besar-besaran terencana yang terjadi antara tahun 1320 dan 1350.[16] Analisis ini sesuai dengan analisis tradisi lisan Māori yang menggambarkan kedatangan nenek moyang mereka dalam kano samudera (waka) di sekitar tahun 1350.[22][23]

Sejarah awal

sunting
 
Berbagai artefak dari zaman arkais awal. Diambil dari situs arkeologis Wairau Bar dan kini ditampilkan di Museum Canterbury di Christchurch

Periode terdahulu pendudukan Māori dikenal sebagai periode "Arkais", "Moahunter", atau "Kolonialisasi", kira-kira pada sekitar tahun 1300 hingga tahun 1500. Pada mulanya, makanan orang Māori banyak terdiri dari daging moa dan burung-burung besar lainnya serta anjing laut berbulu yang sebelumnya tidak pernah dimakan. Periode Arkais ini ditandai dengan artefak "kalung kumparan"[24] serta ketiadaan senjata dan benteng yang kemudian akan muncul pada zaman "Klasik" Māori.[25] Situs Arkais yang paling terkenal dan paling banyak diteliti adalah Wairau Bar di Pulau Selatan (South Island).[26][27] Di pulau ini terdapat bukti pendudukan dari awal abad ke-13 hingga awal abad ke-15.[28] Situs ini merupakan satu-satunya situs arkeologis Selandia Baru yang diketahui yang mengandung tulang orang-orang yang lahir di tempat lain.[28]

 
Model sebuah (benteng bukit) Māori yang dibangun di atas tanjung. Pā menjadi semakin banyak akibat persaingan dan peperangan yang juga memanas dalam populasi yang semakin besar.

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan transisi ke periode Klasik (periode pada saat terjadi kontak dengan orang Eropa), antara lain iklim yang sangat mendingin sejak tahun 1500,[29] serta kepunahan burung moa dan spesies makanan lainnya.[30][31][32][33][34]

Periode Klasik ditandai dengan keberadaan senjata dan ornamen yang terbuat dari batu hijau (pounamu), kano perang yang berukiran rumit, serta keberadaan wharenui (rumah musyawarah).[35] Budaya petarung yang garang kemudian juga muncul, besertaan dengan benteng di atas bukit yang dikenal sebagai [36] dan kemunculan praktik kanibalisme.[37][38][39]

Pada sekitar tahun 1500, sekelompok orang Māori bermigrasi ke arah timur, ke Kepulauan Chatham. Mereka berkembang menjadi suku Moriori.[40] Suku ini menekankan kedamaian dalam budaya mereka.[41]

Kontak dengan orang Eropa

sunting
 
Kesan orang Eropa pertama terhadap orang Māori yang tergambarkan dalam diari perjalanan Abel Tasman (1642); berlatar Teluk Emas

Penjelajah Eropa pertama yang tiba di Selandia Baru adalah Abel Tasman pada tahun 1642, diikuti Kapten James Cook di tahun 1769 dan terakhir, Marion du Fresne di tahun 1772. Hubungan awal orang Eropa dengan orang Māori tidak baik, kadang berujung fatal. Dalam ekspedisi Tasman, empat orang awak kapalnya meninggal dan satu orang Maori diduga meninggal. Kapal Tasman bahkan tidak sempat mendarat.[42] Anak buah Kapten Cook menembak setidaknya delapan orang Māori dalam waktu tiga hari setelah pendaratan pertamanya.[43][44] Namun demikian, ia kemudian berhasil menjalin hubungan baik dengan orang Māori. Tiga tahun kemudian, setelah awal mula yang tampak baik, du Fresne dan 26 anak buahnya mati dibunuh. Sejak tahun 1780, orang Māori juga semakin banyak berjumpa dengan pemburu anjing laut dari Eropa dan Amerika serta misionaris Kristen. Hubungan mereka secara garis besar berjalan lancar, meskipun tetap terjadi beberapa insiden kekerasan. Insiden yang paling parah adalah pembantaian Boyd dan serangan balas dendam yang muncul setelahnya.[45]

Orang Eropa mulai tinggal di Selandia Baru di awal abad ke-19. Keberadaan mereka menimbulkan pertukaran budaya dan ide secara besar-besaran. Banyak orang Māori yang menghargai orang Eropa. Mereka memanggilnya dengan sebutan pākehā. Orang Māori cenderung memandang orang Eropa sebagai jalur untuk mendapatkan pengetahuan dan teknologi Barat. Mereka juga dengan cepat mengembangkan tulisan sebagai cara bertukar pendapat. Banyak cerita lisan dan puisi mereka yang kemudian dikembangkan ke dalam bentuk tulisan.[46] Masuknya kentang kemudian menimbulkan revolusi agrikultura dan senjata api juga mulai diperkenalkan.[47] Penggunaan senjata api oleh orang Māori kemudian menimbulkan perang antarsuku yang dikenal sebagai Peperangan Senapan. Dalam peperangan ini, banyak kelompok yang dihabisi dan kelompok-kelompok lainnya dipaksa keluar dari daerah tradisional mereka.[48] Orang-orang Moriori yang mementingkan perdamaian di Kepulauan Chatham juga menderita pembantaian dan subjugasi oleh orang-orang iwi dari Taranaki.[49] Pada waktu yang sama, orang Māori juga menderita tingkat kematian yang tinggi akibat penyakit infeksius Eurasia, antara lain influenza, cacar air dan campak. Penyakit-penyakit ini menewaskan sekitar 10–50% orang Māori.[50][51]

 
Penggambaran penandatanganan Perjanjian Waitangi di tahun 1840 yang memasukkan Selandia Baru dan Suku Māori ke dalam Kerajaan Inggris

Pada tahun 1839, diperkirakan terdapat sekitar 2.000 orang Eropa yang tinggal di Selandia Baru.[52] Mahkota Inggris pun akhirnya menyetujui permintaan dari para misionaris dan beberapa kepala suku Māori (rangatira) untuk turun tangan. Pemerintah Inggris mengirim Kapten Angkatan Laut Kerajaan, William Hobson, untuk menegosiasikan perjanjian antara Kerajaan inggris dan Suku Māori, yang kemudian dikenal sebagai Perjanjian Waitangi. Pada bulan Februari 1840, perjanjian ini ditandatangani oleh Mahkota Inggris dan 500 kepala suku Māori dari seluruh Selandia Baru.[53][54] Sebagai hasil dari perjanjian ini, orang Māori menerima hak penuh sebagai subyek Inggris, hak properti dan otonomi kesukuan mereka pun dijamin, dan sebagai gantinya mereka menerima kedaulatan Inggris dan aneksasi Selandia Baru sebagai koloni dalam Imperium Britania.[55] Dalam praktiknya, terus terjadi perselisihan mengenai berbagai aspek Perjanjian Waitangi, termasuk perbedaan editorial dalam kedua versi (bahasa Inggris dan bahasa Māori), serta kesalahpahaman yang terjadi akibat perbedaan konsep kultural.[56]

Namun demikian, hubungan antara orang Māori dan orang Eropa pada masa awal kolonial berjalan lancar dan damai. Banyak kelompok Māori yang membangun bisnis yang besar. Mereka mengirim makanan dan produk lainnya untuk konsumsi domestik dan luar negeri. Apabila ada perselisihan, misalnya Masalah Wairau, Perang Flagstaff, Kampanye Bukit Hutt, dan Kampanye Wanganui, perselisihan ini cenderung kecil dan terbatas serta selesai dengan perjanjian damai. Akan tetapi, pada tahun 1860-an, jumlah penduduk Eropa yang semakin tinggi dan ketegangan akibat konflik pembelian lahan berujung pada Peperangan Selandia Baru antara pemerintah kolonial dan banyak orang asli Māori, melibatkan tentara Imperium Britania dan beberapa iwi yang bersekutu dengan Inggris. Konflik-konflik ini berujung pada penyitaan tanah oleh pemerintah kolonial sebagai hukuman atas apa yang mereka sebut "pembangkangan". Pendatang pākehā kemudian akan menempati tanah-tanah yang disita.[57] Beberapa konflik kecil juga terjadi setelah perang, seperti insiden di Parihaka pada tahun 1881 dan Perang Pajak Anjing dari tahun 1897 hingga 1898. Pengadilan Tanah Adat Selandia Baru kemudian didirikan untuk memindahkan kepemilikan tanah adat Māori dari kepemilikan komunal menjadi sertifikat individual, sebagai cara mengasimilasi dan juga untuk memudahkan penjualan kepada pendatang dari Eropa.[58]

Kemunduran dan kelahiran kembali

sunting
 
Anggota Bataliun ke-28 (Māori) melakukan tarian haka di Mesir pada bulan Juli 1941

Pada akhir abad ke-19, baik orang Pākehā maupun orang Māori banyak yang meyakini bahwa masyarakat Māori akan punah sebagai ras atau budaya yang terpisah dan mereka akan sepenuhnya terasimilasi dengan populasi Eropa.[59] Dalam sensus 1896, populasi Māori di Selandia Baru tercatat sebanyak 42.113 orang, sementara ada lebih dari 700.000 orang Eropa.[60]

Akan tetapi, kemunduran ini tidak berlanjut dan populasi Māori terus kembali meningkat pada abad ke-20. Politikus Māori penting seperti James Carroll, Apirana Ngata, Te Rangi Hīroa dan Maui Pomare berupaya untuk memulihkan masyarakat Māori setelah kehancuran yang terjadi pada abad sebelumnya. Mereka percaya bahwa demi masa depan, orang Māori harus melakukan asimilasi budaya[61] dengan cara mengadopsi teknik pengobatan dan pendidikan Barat (terutama pengajaran bahasa Inggris) sambil tetap menjalankan praktik budaya tradisional. Orang Māori juga turut berperang dalam kedua Perang Dunia dalam bataliun khusus (Bataliun Pionir Māori di Perang Dunia I dan Bataliun ke-28 (Maori) di Perang Dunia II). Orang Māori juga banyak menderita akibat epidemi influenza 1918 dan tingkat kematian mereka 4,5 kali lebih tinggi daripada orang Pākehā. Setelah Perang Dunia II, penggunaan bahasa Māori turun drastis dibandingkan penggunaan bahasa Inggris.

 
Whina Cooper ketika memimpin Pergerakan Tanah Māori di tahun 1975 yang meminta ganti rugi untuk kerugian historis

Sejak tahun 1960-an, bangsa Maori telah melalui kebangkitan kebudayaan[62] yang dibarengi dengan aktivisme dan gerakan protes memperjuangkan keadilan sosial.[63] Institusi seperti kōhanga reo (pra-sekolah berbahasa Māori) didirikan pada tahun 1982 untuk memperluas penggunaan bahasa Māori dan menghentikan kemundurannya.[64] Terdapat dua stasiun televisi berbahasa Māori yang bersiar dalam bahasa Māori.[65][66] Sementara itu, kata-kata seperti "kia ora" kini digunakan secara meluas dalam Bahasa Inggris Selandia Baru.[67]

Pemerintah yang menyadari kemunculan kekuatan dan aktivisme politik orang Maori kini mulai memberikan ganti rugi terbatas untuk penyitaan tanah yang terjadi dalam sejarah. Di tahun 1975, Mahkota Inggris mendirikan Tribunal Waitangi untuk menginvestigasi kerugian historis[68] dan sejak tahun 1990-an pemerintah Selandia Baru menegosiasi dan menyelesaikan Perjanjian Waitangi dengan banyak iwi yang tersebar di Selandia Baru. Pada bulan Juni 2008, pemerintah telah menyediakan lebih dari 900 juta dolar Selandia Baru untuk penyelesaian perjanjian, yang kebanyakan diberikan dalam bentuk pembelian tanah.[69]

Meski dalam masyarakat Selandia Baru secara umum sudah ada penerimaan yang meluas akan budaya Māori, penyelesaian perjanjian ini banyak menuai kontroversi. Beberapa orang Māori menilai bahwa harga yang diberikan untuk tanah mereka yang disita hanya 1–2,5 sen untuk setiap dolar. Mereka menganggap bahwa ini bukan merupakan ganti rugi yang cukup. Di sisi lain, beberapa orang non-Māori menganggap bahwa penyelesaian masalah dan inisiatif sosio-ekonomis ini merupakan perlakuan istimewa berbasis ras.[70] Kedua pendapat ini timbul ke muka dalam kontroversi tepi pantai dan dasar laut Selandia Baru di tahun 2004.[71][72]

Demografi

sunting

Dalam Amandemen Undang-undang Urusan Māori yang disahkan pada tahun 1974, orang Māori ditentukan sebagai "orang Selandia Baru yang memiliki keturunan Māori, termasuk keturunannya".[73] Pada akhir abad ke-18, James Cook memperkirakan bahwa terdapat 100.000 orang Māori di Selandia Baru. Sejarawan Michael King lebih setuju pada angka yang sedikit lebih tinggi, yaitu 110.000.[74] Jumlah mereka menurun pada abad ke-19, hingga serendah 42.000. Penurunan ini dikaitkan dengan kemunculan berbagai penyakit baru sebagai dampak kolonialisasi Eropa.[75] Setelah itu, populasinya kembali tumbuh dengan cepat.

Pada Sensus Selandia Baru 2018, terdapat 775.836 orang yang menyatakan dirinya orang Māori. Ini berarti sekitar 16,5% dari seluruh populasi nasional Selandia Baru. Dalam sensus ini, terjadi peningkatan sebesar 177.234 orang (29,6%) sejak sensus terakhir pada tahun 2013, serta peningkatan sebesar 210.507 orang (37,2%) sejak sensus 2006. Peningkatan yang besar antara 2013 dan 2018 ini terjadi akibat Badan Statistika Selandia Baru yang menambahkan data etnisitas dari sumber lain (sensus sebelumnya, data administratif, serta imputasi) ke dalam data sensus 2018 untuk mengurangi jumlah non-responden.[76]

Terdapat 383.019 laki-laki dan 392.820 perempuan dalam suku Māori. Rasio gender berada pada 0,975 laki-laki untuk setiap perempuan. Umur median berada pada 25,4 tahun (dibandingkan dengan 37,4 tahun untuk Selandia Baru secara nasional). 248.784 orang (32,1%) berumur di bawah 15 tahun, 193.146 (24,9%) berumur 15-29 tahun, 285.657 (36,8%) berumur 30-64 tahun, dan 48.252 (6,2%) berumur 65 tahun atau lebih tua.[77]

Dalam hal distribusi populasi, 85,7% orang Māori tinggal di Pulau Utara dan 14,2% tinggal di Pulau Selatan. Konsentrasi populasi Māori tertinggi terdapat di Kepulauan Chatham (66,1%), diikuti dengan distrik Wairoa (65,7%), distrik Ōpōtiki (63,7%), distrik Kawerau (61,7%), dan distrik Gisborne (52,9%). Konsentrasi populasi terrendah terdapat di Upper Harbour, Auckland (5,1%) dan distrik Queenstown-Lakes (5,3%).[78]

Dari populasi yang menyatakan diri orang Māori pada sensus 2013, 278.199 menyatakan bahwa mereka murni Māori, sementara 260.229 menyatakan keturunan campuran antara orang Eropa dan Māori. Terdapat tingkat pernikahan antaretnis yang besar antara kedua kelompok etnis tersebut.[79] Iwi yang terbesar menurut populasi adalah Ngāpuhi (125.601), diikuti dengan Ngāti Porou (71.049), Ngāi Tahu (54.819), dan Waikato (40.083). Sekitar 110.000 orang keturunan Māori tidak dapat menemukan iwi mereka.[80]

Di luar Selandia Baru, banyak orang Māori yang hidup di Australia. Kira-kira ada 155.000 pada tahun 2011.[81] Pada tahun 2007, Partai Māori mengatakan bahwa harus ada kursi khusus untuk representasi orang Māori di parlemen Australia.[82] Ada pula populasi kecil di Britania Raya (sekitar 8.000), Amerika Serikat (hingga 3.500) dan Kanada (sekitar 1.000).[3][83][84]

Budaya

sunting
 
Wharenui (rumah musyawarah) di desa Ōhinemutu, Rotorua ( dengan tekoteko di atasnya)

Budaya Māori merupakan bagian yang unik dari budaya Selandia Baru. Sebagai hasil dari besarnya diaspora orang Māori dan masuknya motif Māori ke dalam budaya populer, budaya ini dapat ditemukan di seluruh dunia.[85][86] Budaya Māori kontemporer terdiri dari budaya tradisional maupun budaya yang terkena pengaruh abad ke-20.

Budaya tradisional

sunting
 
Kepala suku Māori dengan tato (Tā moko) yang digambar oleh James Cook dan krunya

Julius von Haast salah menduga bahwa artefak arkeologis terdahulu yang ia temukan adalah artefak dari orang-orang Paleolitik pra-Māori. Peneliti-peneliti selanjutnya, terutama Percy Smith, membesar-besarkan teori semacam itu menjadi sebuah cerita rumit. Menurut versi ini, orang Māori datang melalui sebuah Armada Besar di tahun 1350 dan menggantikan budaya "pemburu moa" yang sudah ada dengan budaya "Māori klasik" yang sumber pangannya berdasar pada agrikultura.[87] Rekam jejak arkeologis menunjukkan bahwa sesungguhnya terdapat perubahan sedikit demi sedikit dalam budaya.[88] Selama beberapa abad, jumlah populasi yang meningkat menimbulkan persaingan untuk sumber daya dan bertambahnya jumlah peperangan dan konflik. Bersamaan dengan itu, muncullah benteng di atas bukit yang disebut sebagai . Banyak sistem juga kemudian muncul yang bertujuan untuk mengonservasi sumber daya. Kebanyakan sistem tersebut, seperti tapu dan rāhui, menggunakan ancaman-ancaman religius atau supernatural agar orang-orang tidak berburu spesies tertentu pada musim tertentu atau dari daerah tertentu.

Peperangan antarsuku lazim terjadi. Orang Māori juga kadang memakan musuhnya.[89] Seni pertunjukan seperti haka berkembang dari akar Polinesia mereka, sebagaimana seni ukir dan seni jahit. Banyak dialek regional yang kemudian muncul dengan kosa kata dan pengucapan kata yang berbeda-beda. Pada akhirnya, bahasa Māori tetap mirip dengan bahasa-bahasa Polinesia timur lainnya. Tupaia, seorang navigator asal Tahiti yang ikut dalam ekspedisi pertama James Cook di daerah ini, dapat menjadi penerjemah antara orang Māori dan awak kapal Endeavour.

Kepercayaan dan agama

sunting
Agama di Suku Māori[90]
Agama Persentase
Kristen/Kristen Māori
  
53,2%
Tidak beragama
  
42,2%
Islam
  
0,3%
Hindu
  
0,2%
Buddha
  
0,2%
Yahudi
  
0,2%
Agama lainnya
  
1,3%

Kepercayaan Māori tradisional berasal dari budaya Polinesia. Konsep-konsep yang berasal dari Polinesia, seperti misalnya tapu (suci), noa (tidak suci), mana (otoritas/prestise) dan wairua (jiwa), memainkan peranan penting dalam kehidupan sehari-hari orang Māori. Ada banyak dewa-dewi dalam kepercayaan Māori. Kini, orang Māori banyak yang beragama Kristen, termasuk dalam denominasi Presbiterian, Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (Mormon), kelompok Kristen Māori seperti Rātana dan Ringatū,[91] dan juga Katolik, Anglikan, dan Metodis.[92][93] Agama Islam diperkirakan sebagai agama yang paling cepat berkembang di kalangan orang Māori,[94] meskipun jumlah orang Muslim Māori masih sangat sedikit. Pada Sensus Selandia Baru 2013, 8,8% mengaku beragama Kristen Māori, 39,6% masuk ke dalam denominasi Kristen lainnya, dan 46,3% mengaku tidak beragama. Proporsi orang Māori yang Kristen dan yang tidak beragama sebanding dengan orang Selandia Baru asal Eropa.[95]

Banyak orang Māori yang masih mempercayai tradisi spiritual seperti tapu dan noa. Benda-benda, daerah, atau bangunan tertentu dapat dianggap tapu (terlarang secara spiritual) dan harus dibuat menjadi noa (tidak terlarang) melalui upacara.[96] Misalnya, ketika hendak memasuki sebuah wharenui (rumah musyawarah), sebaiknya melepas sepatu sebagai tanda penghormatan untuk roh nenek moyang yang diwakilkan dan hadir secara spiritual di dalamnya.[97] Ritual spiritual lainnya adalah hurihanga takapau (penyucian) yang dipraktikkan untuk memastikan bahwa ikan yang ditangkap tidak tapu.[98]

 
Seorang lelaki muda menari di dalam kelompok haka di daerah turis di Rotorua

Seni pertunjukan

sunting

Pertunjukan waiata (musik), haka (tari), tauparapara (nyanyian) dan mōteatea (puisi) digunakan orang Māori untuk menyampaikan dan melanjutkan pengetahuan dan pemahaman mereka tentang sejarah dan masyarakat. Kapa haka adalah seni pertunjukan Māori [99] yang bermula di tahun 1880-an. Pada awalnya, kapa haka hanya dipertunjukkan untuk turis serta dipertontonkan oleh kelompok seniman yang pergi ke luar negeri.[100] Bentuk kesenian ini kemudian digunakan pada saat Perang Dunia I untuk mengumpulkan dana bagi Dana Prajurit Māori yang dimajukan oleh Apirana Ngata.[100] Haka sering kali dipertunjukkan dalam sebuah pōwhiri (upacara penyambutan).[101]

Sejak tahun 1972, di Selandia Baru sudah diadakan kompetisi kapa haka nasional. Kompetisi ini berbentuk festival, yaitu Festival Nasional Te Matatini, yang diorganisir oleh Komunitas Seni Pertunjukan Tradisional Māori Aotearoa. Sekolah, kampus, dan tempat kerja juga kerap mengadakan kelompok kapa haka. Seni ini juga sering dipertontonkan di tempat turis di seluruh Selandia Baru.[102][103]

Whare tapere (rumah pertunjukan) adalah tempat orang Māori bertukar cerita, tari dan seni boneka di zaman budaya Māori sebelum kedatangan orang Eropa.[104][105] Teater dan tari kontemporer Māori mulai berkembang di tahun 1970-an dan 80-an, dengan kemunculan kelompok-kelompok seperti Te Ohu Whakaari, Te Ika a Maui Players, dan Taki Rua. Beberapa penulis naskah dan aktor Māori yang lumayan tenar adalah George Henare, Riwia Brown, Hone Kouka, Nancy Brunning, Jim Moriarty, Briar Grace-Smith, dan masih banyak lagi.[106]

Instrumen musik tradisional Māori disebut taonga pūoro. Instrumen ini banyak digunakan saat menyampaikan cerita, melakukan tradisi keagamaan, serta juga dalam kehidupan sehari-hari, misalnya ketika memulai hari baru.[107] Terdapat dua jenis taonga pūoro, yaitu instrumen melodi seperti suling serta instrumen ritmis seperti poi, "bola biji rami yang diutas tali, untuk diayun dan ditepuk".[108]

Hubungan antara suku Māori dengan orang Indonesia juga sempat ditampilkan melalui seni pertunjukan, yaitu dalam kolaborasi Tantowi Yahya, Dubes Indonesia untuk Selandia Baru yang diangkat jabatan pada tahun 2017, dengan empat penyanyi Selandia Baru, yaitu Ron Mark, Shane Reti, Louisa Wall, dan Caai-Michelle (semuanya dari suku Māori). Mereka menciptakan album berjudul "Friends for Good", yang menggambarkan kedekatan antara Dubes Tantowi dengan rekan kerjanya di Selandia Baru.[109]

Kesusastraan dan media

sunting

Seperti dalam budaya lain, selama berabad-abad, tradisi lisan digunakan oleh suku Māori untuk menyimpan cerita dan kepercayaan. Dalam abad ke-19, kemampuan membaca-tulis gaya Eropa mulai masuk ke dalam suku Māori. Mereka mulai mendokumentasikan sejarah dalam bentuk buku, novel dan kemudian acara televisi. Penggunaan bahasa Māori dalam sastra mulai menurun pada abad ke-20, digantikan dengan bahasa Inggris. Sastra Māori berbahasa Inggris semakin lazim.

Novelis yang terkenal dari kalangan suku Māori adalah Patricia Grace, Witi Ihimaera dan Alan Duff. Once Were Warriors adalah sebuah film tahun 1994 yang diadaptasi dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Alan Duff. Film yang bercerita tentang penderitaan suku Māori yang hidup di kalangan urban ini banyak ditonton di Selandia Baru, hingga menjadi film yang meraup omzet terbanyak hingga tahun 2006 serta meraih berbagai penghargaan internasional.[110][111][112] Ada orang Māori yang berpendapat bahwa dari film ini penonton akan menganggap laki-laki Māori biasanya berlaku kasar dan keras, tetapi kebanyakan kritik menilai bahwa film ini menyampaikan cerita yang akurat tentang kekerasan dalam rumah tangga.[113]

 
Taika Waititi dalam Comic-Con San Diego tahun 2019

Aktor yang tenar dari kalangan Māori termasuk Jemaine Clement, Temuera Morrison, Cliff Curtis, Lawrence Makoare, Manu Bennett, dan Keisha Castle-Hughes. Mereka muncul dalam film-film seperti Whale Rider, Star Wars: Episode III - Revenge of the Sith, The Matrix, King Kong, River Queen, The Lord of The Rings, Rapa Nui, dan masih banyak lagi. Beberapa seri televisi yang terkenal adalah Xena: Warrior Princess, Hercules: The Legendary Journeys, The Lost World dan Spartacus: Blood and Sand. Biasanya, peran yang ditampilkan aktor Māori di produksi berbasis Hollywood adalah dalam kelompok etnis selain Māori.

Di tahun 2010-an, aktor dan sutradara film Taika Waititi menjadi terkenal secara global setelah film Marvel Cinematic Universe berjudul Thor: Ragnarok. Di dalam film tersebut, ia memainkan alien bernama Korg.[114] Ia juga sempat bermain dalam film pemenang Academy Award berjudul Jojo Rabbit. Di dalamnya, ia memainkan Adolf Hitler sebagaimana dibayangkan oleh seorang anggota Pemuda Hitler yang berumur sepuluh tahun. Film-film Waititi sebelumnya termasuk Boy[115] dan Hunt for the Wilderpeople.[116] Kedua film tersebut menggambarkan protagonis muda asal Māori.

Olahraga

sunting

Orang Māori berpartisipasi penuh dalam budaya olahraga Selandia Baru. Mereka ikut dalam kesatuan rugby, liga rugby dan kelompok bola jaring dalam semua tingkatan. Selain partisipasi dalam kelompok olahraga nasional, kesatuan rugby, liga rugby dan tim kriket Māori juga bermain dalam tingkatan internasional.

Dalam Olimpiade Musim Panas 2016 di Rio de Janeiro, dari 199 delegasi dari Selandia Baru, sejumlah 41 (20,5%) adalah orang Māori. Tim rugby sendiri berjumlah 24 orang dan 17 orang di antaranya adalah orang Māori. Ada pula tiga atlet Māori dalam delegasi Australia.[117]

 
Haka yang dipertontonkan tim rugby nasional Selandia Baru sebelum memulai pertandingan

Tim kesatuan rugby nasional Selandia Baru dan banyak atlet Selandia Baru lainnya akan melakukan sebuah haka sebelum pertandingan. Haka dalam konteks ini adalah semacam bentuk tantangan tradisional dalam ekspresi Māori.[118][119]

Ki-o-rahi dan tapawai adalah dua jenis permainan bola yang berasal dari suku Māori. Ki-o-rahi sempat menjadi terkenal akibat digunakan McDonald's untuk mewakili Selandia Baru.[120] Waka ama (olahraga kano) juga semakin populer di Selandia Baru sejak tahun 1980-an.[121]

Bahasa

sunting
 
Penutur bahasa Māori menurut sensus 2013[122]
  Di bawah 5%
  Lebih dari 5%
  Lebih dari 10%
  Lebih dari 20%
  Lebih dari 30%
  Lebih dari 40%
  Lebih dari 50%

Bahasa Māori, atau te reo Māori (disebut [ˈmaːoɾi, te ˈɾeo ˈmaːoɾi] atau sederhananya Te Reo yang berarti "bahasa"), berstatus bahasa resmi di Selandia Baru. Para ahli bahasa menilai bahasa ini adalah anggota kelompok Bahasa Polinesia Timur, dekat dengan bahasa Māori Kepulauan Cook, bahasa Tuamotu, dan bahasa Tahiti. Secara lebih besar lagi, bahasa Māori termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia, yang masih satu subgrup dengan bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah di Indonesia. Kemiripan antara bahasa Melayu dan bahasa Māori dalam hal kosakata, kiasan dan angka juga dapat ditemui, seperti:[123]

Bahasa Māori Bahasa Melayu
rua dua
rima lima
whenua benua
puke bukit
rarawe rawa-rawa
ika ikan
matua ketua
taringa telinga
mata mata
kutu kutu
tangi tangis
mate mati

Sebelum terjadi kontak dengan orang Eropa, orang Māori tidak memiliki bahasa tulis. "Informasi penting seperti whakapapa harus dihafalkan dan diturunkan secara verbal dari generasi ke generasi."[124] Suku Māori mengenal peta dan ketika berinteraksi dengan para misionaris di tahun 1815, mereka mampu menggambarkan peta rohe (batasan iwi) yang akurat, di atas kertas, dan mirip dengan peta Eropa. Para misionaris ini mulanya menduga bahwa orang Māori menggambar peta di pasir atau material alamiah lainnya.[125]

Di banyak daerah di Selandia Baru, bahasa Māori kehilangan perannya sebagai bahasa hidup yang digunakan banyak orang di zaman pasca-perang. Bersamaan dengan permintaan kemerdekaan dan keadilan sosial sejak tahun 1970-an, sekolah-sekolah di Selandia Baru mulai mengajar bahasa dan budaya Māori sebagai mata pelajaran pilihan. Kohanga reo atau prasekolah yang mengajarkan anak-anak kecil secara sepenuhnya dalam bahasa Māori juga mulai bermunculan. Sekolah seperti ini, sejak 2007, kini berlanjut hingga tingkat sekolah sekunder (kura tuarua). Kebanyakan prasekolah mengajarkan kosa-kata dasar seperti warna, angka dan percakapan menggunakan lagu dan nyanyian Māori.[126]

Pemerintah juga mendanai Maori Television, sebuah kanal yang khusus bersiar dalam Te Reo. Kanal TV ini dimulai pada Maret 2004.[65] Sensus tahun 1996 menemukan keberadaan 160.000 penutur bahasa Māori.[127] Sensus 2013 melaporkan 125.352 penutur bahasa Māori (21.3%) yang mampu berbicara bahasa Māori dalam level percakapan.[128]

Masyarakat

sunting

Perkembangan historis

sunting

Para penduduk Polinesia di Selandia Baru mengembangkan masyarakat yang unik dalam waktu beberapa ratus tahun. Kelompok sosial mereka berbasis kesukuan, tanpa masyarakat bersatu maupun identitas Māori yang utuh, hingga kedatangan orang Eropa. Namun, beberapa elemen yang sama dapat ditemukan di seluruh kelompok Māori di Selandia Baru pra-kontak Eropa, antara lain nenek moyang Polinesia yang sama, bahasa dasar yang sama, hubungan keluarga, tradisi perang, serta mitologi maupun kepercayaan agama yang mirip.[129]

Kebanyakan orang Māori hidup di desa. Desa-desa ini dihidupi oleh beberapa whānau (keluarga besar) yang bersama-sama membentuk hapū (klan atau subsuku). Anggota-anggota hapū bergotong-royong mengurusi produksi makanan, pengumpulan sumber daya, membesarkan keluarga, dan menjaga desa. Masyarakat Māori di Selandia Baru dapat distratifikasi menjadi tiga kelas: rangatira, kepala suku dan keluarga pimpinan; tūtūā, orang biasa; serta mōkai, budak. Ada pula kelas tohunga, yaitu orang-orang yang ahli dalam seni, keterampilan, dan pengetahuan esoteris tertentu. Tohunga ini amat dihormati oleh orang Māori.[130][131]

Hubungan antarsuku diperkuat dengan kesamaan nenek moyang dan pernikahan dan perdagangan antarsuku. Berbagai hapū yang memiliki nenek moyang yang sama kemudian menjadikan iwi (suku), yang merupakan unit sosial terbesar di masyarakat Māori. Hapū dan iwi cenderung bekerja sama mengadakan ekspedisi untuk mengumpulkan makanan dan sumber daya atau menjaga desa pada saat konflik. Sebaliknya, peperangan juga berkembang sebagai bagian penting dalam hidup tradisional, akibat persaingan untuk makanan dan sumber daya, penyelesaian konflik pribadi, serta peningkatan prestise dan otoritas.[130]

 
Whānau Māori dari Rotorua di tahun 1880-an. Banyak aspek kehidupan dan budaya Barat, termasuk pakaian dan arsitektur, yang kemudian dimasukkan ke dalam masyarakat Māori pada abad ke-19.

Penduduk Eropa yang baru datang kemudian memperkenalkan berbagai alat, senjata, pakaian dan makanan ke suku Māori di seluruh Selandia Baru. Benda-benda itu dipertukarkan dengan sumber daya, tanah, dan waktu kerja. Suku Māori mulai mengadopsi berbagai elemen masyarakat Barat, secara selektif, pada abad ke-19. Hal yang diadopsi termasuk pakaian dan makanan Eropa, dan kemudian struktur pendidikan, keagamaan, dan arsitektur Barat.[132] Namun, sepanjang berjalannya abad ke-19, hubungan antara para penduduk Eropa kolonial dan berbagai kelompok Māori semakin memanas. Persaingan-persaingan ini kemudian mengarah pada konflik berskala besar di tahun 1860-an dan penyitaan jutaan hektar lahan milik Māori. Banyak tanah yang juga dibeli pemerintah kolonial dan lewat Pengadilan Tanah Adat.

Abad ke-20

sunting

Pada awal abad ke-20, orang Māori mulai sadar tentang membangun identitas kesatuan Māori, terutama dalam relasinya dengan Pākehā, yang jumlahnya kini mulai jauh lebih banyak daripada suku Māori. Masyarakat Māori dan Pākehā cenderung terpisah, secara sosial, kultural, ekonomis, dan geografis, dari hampir seluruh abad ke-19 hingga awal abad ke-20.[133] Utamanya, hal ini terjadi karena suku Māori cenderung menetap di daerah pedesaan, sementara masyarakat Eropa cenderung tinggal di kota, terutama setelah tahun 1900. Di saat yang bersamaan, kelompok-kelompok Māori terus berhubungan dengan pemerintah dan menggunakan proses hukum untuk meningkatkan kedudukan mereka di masyarakat Selandia Baru yang lebih luas dengan harapan untuk terus dapat berintegrasi dengan masyarakat.[134] Titik utama hubungan Māori dengan pemerintah adalah keempat Anggota Parlemen dari suku Māori.

Banyak orang Māori yang pindah ke kota-kota besar pada masa Depresi dan pasca-Perang Dunia II. Dengan alasan mencari pekerjaan, mereka meninggalkan desa tempat mereka tinggal, menghabiskan sumber daya desa itu dan mencabut banyak orang Māori urban dari kendali sosial tradisional dan rumah asalnya. Sementara standar hidup orang Māori terus naik, mereka tetap tertinggal daripada Pākehā dalam hal kesehatan, pendapatan, pekerjaan berketerampilan, serta akses pendidikan tinggi. Baik pimpinan Māori maupun pembuat kebijakan di pemerintah kebingungan menghadapi isu sosial yang berakar dari migrasi urban yang semakin ramai, yaitu kekurangan perumahan dan pekerjaan serta meningginya tingkat kejahatan urban, kemiskinan, dan masalah kesehatan.[135]

Dalam hal perumahan, sensus tahun 1961 menunjukkan perbedaan yang besar antara kondisi hidup orang Māori dengan orang Eropa. Pada tahun itu, dari seluruh perumahan non-Māori (bagi orang-orang yang hidup sendiri/dengan keluarga sendiri), 96,8% memiliki kamar mandi, 94,1% dilengkapi dengan air panas, 88,7% dengan toilet flush, 81,6% dengan kulkas, dan 76,8% dengan mesin cuci listrik. Sebaliknya, di antara rumah pribadi orang Māori, hanya 76,8% yang memiliki kamar mandi, 68,9% memiliki air panas, 55,8% kulkas, 54,1% toilet flush, dan hanya 47% yang memiliki mesin cuci listrik.[136]

Meskipun kedatangan orang Eropa membawa dampak yang besar bagi gaya hidup orang Māori, ada banyak aspek masyarakat tradisional yang masih tersisa hingga abad ke-21. Sementara orang Māori tetap berpartisipasi penuh dalam seluruh bidang kehidupan masyarakat Selandia Baru dan menjalani gaya hidup Barat, mereka juga tetap menjaga adat budaya dan adat sosial. Strata sosial seperti rangatira, tūtūā, dan mōkai sudah hampir sepenuhnya hilang dari masyarakat Māori, tetapi peran tohunga dan kaumātua masih dapat ditemui. Hubungan persaudaraan tradisional juga terus dijaga secara aktif, dan whānau terus menjadi bagian yang integral dalam kehidupan orang Māori.[137]

 
Marae Whenuakura di Taranaki. Marae terus berfungsi sebagai pusat kegiatan lokal di masyarakat Māori modern.

Dalam tingkatan lokal, orang Māori banyak menggunakan apa yang mereka sebut marae. Dulunya, tempat ini adalah semacam ruang pertemuan pusat yang ada di desa-desa. Kini, marae biasanya terdiri dari beberapa bangunan yang mengelilingi sebuah ruang terbuka. Di ruang ini, mereka biasa mengadakan acara seperti pernikahan, pemakaman, layanan Gereja dan pertemuan besar lainnya. Pada umumnya, ketika berada di marae, mereka akan menghormati protokol dan adat tradisional. Marae juga biasanya berfungsi sebagai tempat berkumpulnya hapū.[138]

Tantangan sosio-ekonomis

sunting

Rata-rata, orang Māori memiliki lebih sedikit aset daripada masyarakat Selandia Baru secara besar. Mereka juga memiliki risiko ekonomis dan sosial yang lebih tinggi. Lebih dari 50 persen orang Māori hidup di tiga daerah dengan desil deprivasi sumber daya tertinggi, dibandingkan dengan 24 persen masyarakat non-Māori.[139]

Meskipun orang Māori hanya berjumlah 14% dari seluruh populasi Selandia Baru, sekitar 50% populasi penjara diisi orang Māori.[140] Mereka juga memiliki tingkat pengangguran yang lebih tinggi daripada kelompok lain yang tinggal di Selandia Baru. Hal ini dipercaya berpengaruh besar pada jumlah narapidana mereka yang besar. Banyak anak muda Māori yang ditangkap akibat perilaku terkait alkohol atau kejahatan kecil seperti vandalisme karena mereka tidak dapat mencari pekerjaan.[141] "Setengah pengangguran" (underemployment, pemberian kerja tetapi dengan pemberian tanggung jawab yang tidak sesuai, juga banyak terjadi di kalangan Māori. Hal ini terhubung dengan rasisme institusional yang masih ada di Selandia Baru.[142][143]

"Hanya 47 persen keluaran sekolah Māori yang selesai sekolah dengan kualifikasi lebih tinggi daripada NCEA Level Satu, dibandingkan dengan 74% orang Eropa, dan 87% orang Asia."[144] Meski Selandia Baru secara nasional bertingkat sangat baik dalam ranking PISA (yang mendaftar kemampuan membaca, sains dan matematika dalam level nasional), "ketika Anda membuka kembali nilai PISA ini, siswa Pakeha berada pada nomor dua di seluruh dunia dan siswa Māori hanya berada di nomor 34."[145]

Orang Māori juga menderita lebih banyak masalah kesehatan, termasuk tingginya tingkat penyalahgunaan alkohol dan narkotika, tingkat merokok, serta obesitas. Per kapita, dibandingkan dengan non-Māori, mereka lebih jarang menggunakan sistem kesehatan, yang berarti diagnosis serta pengobatan datang terlambat, bahkan bagi penyakit-penyakit yang dapat diobati, seperti kanker serviks dan diabetes.[146][147][148] Orang Māori juga memiliki tingkat bunuh diri yang lebih tinggi daripada orang non-Māori.[149] Walau angka harapan hidup orang Māori sudah meningkat tajam dalam 50 tahun terakhir, dibandingkan dengan orang Selandia Baru yang nenek moyangnya bukan orang Māori, angka harapan hidup mereka masih lebih rendah. Pada tahun 2004, laki-laki Māori dapat diperkirakan hidup selama 69,0 tahun versus 77,2 tahun untuk laki-laki non-Māori; perempuan Māori 73,2 tahun versus 81,9 tahun untuk perempuan non-Māori.[150] Perbedaan ini mulai menyempit di tahun 2013: 72,8 tahun untuk laki-laki dan 76,5 tahun untuk perempuan Māori, dibandingkan dengan 80,2 tahun untuk laki-laki dan 83,7 tahun untuk perempuan non-Māori.[151]

Studi oleh New Zealand Family Violence Clearinghouse pada tahun 2008 menunjukkan bahwa anak dan perempuan Māori lebih berpotensi mengalami kekerasan dalam rumah tangga dibandingkan dengan kelompok etnis lain.[152]

Hubungan antarras

sunting
 
Hikoi protes pada kontroversi pantai di tahun 2004

Status Māori sebagai orang pribumi Selandia Baru dikenali dalam hukum Selandia Baru melalui istilah tangata whenua (yang secara harfiah berarti "penduduk suatu daerah"). Istilah ini menyatakan hubungan tradisional antara orang Māori dengan daerah tertentu. Secara garis besar, suku Māori dapat dianggap sebagai tangata whenua Selandia Baru secara penuh (kecuali Kepulauan Chatham, yang tangata whenua-nya adalah orang Moriori). Iwi juga ditentukan sebagai tangata whenua di daerah Selandia Baru tempat iwi itu berada, sesuai dengan adat (rohe). Hapū adalah tangata whenua dalam sebuah marae.

 
Selandia Baru menyetujui Deklarasi Hak Masyarakat Adat PBB di bulan April 2010.

Masalah suku Māori menjadi titik fokus besar dalam perkara hubungan antarras di Selandia Baru. Dalam sejarahnya, banyak Pākehā yang menganggap bahwa hubungan antarras di Selandia Baru adalah "yang terbaik di seluruh dunia", sampai akhirnya migrasi urban Māori di pertengahan abad ke-20 menyorot perbedaan kultural dan sosio-ekonomis.[153]

Gerakan protes Māori berkembang besar di tahun 1960-an dan 1970-an. Mereka menuntut ganti rugi untuk kerugian yang terjadi di masa lalu, terutama yang berhubungan dengan hak tanah. Satu demi satu pemerintah telah menjawab dengan membuka program aksi afirmatif yang mendanai inisiatif pemulihan kebudayaan serta menegosiasikan perjanjian pemukiman kesukuan untuk berbagai pelanggaran Perjanjian Waitangi di masa lalu.[154] Upaya juga terus dibangun untuk mengurangi inekualitas ekonomi.[155]

Hubungan antarras tetap menjadi isu yang panas di masyarakat Selandia Baru. Aktivis Māori terus menuntut ganti rugi yang lebih jauh; mereka mengklaim bahwa tuntutan mereka dipinggirkan atau diabaikan. Laporan dari Departemen Hukum Selandia Baru pada tahun 2007 menunjukkan bahwa orang Māori banyak yang menjadi narapidana tidak hanya karena mereka lebih banyak melakukan kejahatan, tetapi juga karena mereka menghadapi lebih banyak itikad buruk dan prasangka.[156] Di sisi lain, kritik terus mengatakan bahwa jumlah asistensi yang diberikan kepada orang Māori kini sudah menjadi perlakuan preferensial kepada sejumlah elemen masyarakat yang dibedakan berdasarkan ras.[70] Kedua sentimen ini mencuat dalam kontroversi pantai Selandia Baru di tahun 2004; pemerintah Selandia Baru mengklaim kepemilikan tunggal atas tepi pantai dan dasar laut, sementara banyak kelompok Māori yang mengatakan bahwa itu adalah hak adat mereka.[157]

Perdagangan

sunting

Pengenalan yang lebih luas akan budaya Māori melalui perdagangan membawa masalahnya sendiri. Antara tahun 1998 dan 2006, Ngāti Toa berupaya untuk membuat merek dagang atas haka "Ka Mate" agar tidak dapat digunakan organisasi komersil tanpa izin mereka.[158] Di tahun 2001, pembuat mainan asal Denmark, Lego, menerima tuntutan oleh beberapa kelompok suku Māori yang tidak setuju pemberian merek dagang untuk beberapa kata Māori di dalam seri produk Bionicle.[159]

Perwakilan politik

sunting
 
Pembukaan Parlemen Māori di Pāpāwai, Greytown di tahun 1897, dihadiri Richard Seddon
 
Bendera Tino Rangatiratanga 1990[160]

Sejak Deklarasi Kemerdekaan Selandia Baru dan sebelum Perjanjian Waitangi di tahun 1840, Māori sudah memiliki perwakilan menghadapi Mahkota Inggris. Suku ini juga sudah memiliki kursi pesanan di Parlemen Selandia Baru sejak 1868. Saat ini, terdapat 7 dari 120 kursi di parlemen unikameral Selandia Baru yang dipesan khusus untuk orang Māori. Kontestasi atas kursi Parlemen ini adalah kesempatan pertama orang Māori untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum Selandia Baru, meskipun pada awalnya perwakilan Māori yang dipilih kesulitan untuk memberikan pengaruh politik yang besar. Mereka mendapatkan hak pilih universal dengan warga negara Selandia Baru lain di tahun 1893.

Sebagai masyarakat yang berbasis kesukuan, tidak ada satu organisasi yang dapat mewakili seluruh orang Māori di seluruh negeri. Gerakan Raja Māori sempat didirikan di tahun 1860-an untuk mencoba menyatukan seluruh iwi di bawah satu pemimpin. Dalam masa modern, gerakan ini sifatnya hanya untuk upacara. Persatuan politis kembali dicoba diraih dengan Gerakan Kotahitanga, yang mendirikan Parlemen Māori terpisah dengan pertemuan tahunan dari 1892 hingga pembubarannya di tahun 1902.[161]

Terdapat 7 elektorat Māori di dalam Parlemen Selandia Baru. Lebih lanjut, orang Māori juga dapat dan pernah dipilih dan memenangkan kursi umum Parlemen. Konsultasi dan pertimbangan berbagai badan dan organisasi pemerintah dengan orang Māori juga kini telah menjadi kewajiban rutin.[162]

Ada banyak perdebatan mengenai relevansi dan legitimasi kursi elektoral khusus Māori. Pada tahun 2008, Partai Nasional menyatakan bahwa mereka akan membatalkan kursi elektoral ini ketika seluruh elemen Perjanjian Waitangi sudah diselesaikan, yang mereka janjikan akan selesai pada tahun 2014.[163] Namun, setelah pemilihan umum, Partai ini mencapai kesepakatan dengan Partai Māori untuk tidak membatalkan kursi-kursi tersebut hingga mendapatkan persetujuan dari suku Māori.[164]

Beberapa partai politik Māori telah dibangun selama beberapa tahun belakangan dalam upaya meningkatkan posisi orang Māori dalam masyarakat Selandia Baru. Partai Māori yang kini ada dibentuk pada tahun 2004 dan berhasil meraih 1,32% suara partai dalam pemilihan umum Selandia Baru tahun 2014. Mereka mendapat dua kursi dalam Parlemen Selandia Baru ke-51 dan dua Anggota Parlemen yang juga menjadi menteri di luar Kabinet Selandia Baru. Partai ini gagal mendapat perwakilan di Parlemen Selandia Baru ke-52,[165] namun berhasil mendapatkan kembali dua kursi di Parlemen Selandia Baru ke-53.[166]

Ketika Partai Pekerja Selandia Baru kembali naik ke tampuk pemerintahan di tahun 2020, Menteri Luar Negeri dari Partai Pekerja, Nanaia Mahuta, adalah menteri luar negeri perempuan pertama Selandia Baru. Ia menggantikan Winston Peters yang juga seorang Māori. Di tahun 2016, ia menjadi Anggota Parlemen pertama yang memiliki moko kauae (tato muka Māori tradisional).[167] Dalam pemilihan umum tahun 2020, muncul lebih banyak anggota parlemen lain yang memiliki moko kauae, termasuk salah satu pimpinan Partai Māori, Debbie Ngarewa-Packer dan Anggota Parlemen dari Partai Hijau Aotearoa Selandia Baru, Elizabeth Kerekere.

Lihat pula

sunting

Catatan kaki

sunting
  • ^i: Kata Māori sendiri berkerabat dalam bahasa Polinesia lainnya seperti maoli dalam bahasa Hawaii, ma'ohi dalam bahasa Tahiti, dan māori dalam bahasa Māori Kepulauan Cook, yang semuanya memiliki arti yang mirip.
  • ^ii: Kesepakatan ortografi yang dikembangkan oleh Komisi Bahasa Māori (Te Taura Whiri i te Reo Māori]] menyarankan penggunaan makron (ā ē ī ō ū) untuk menggambarkan huruf vokal panjang. Dalam bahasa Inggris Selandia Baru, mereka jarang membuat jamak kata "Māori" dengan "s", mengikuti bahasa Māori yang menandakan jamak dengan mengubah artikel (te waka berarti satu kano, ngā waka berarti banyak kano).
  • ^iii: In 2003, Christian Cullen menjadi anggota tim rugby Māori meskipun menurut ayahnya ia hanya memiliki darah Māori 1/64.[168]
  • ^iv: Meskipun, sebagaimana ditunjukkan dalam banyak tempat lain di artikel ini, semakin banyak bukti yang mengatakan bahwa tahun pemukiman paling awal adalah 1280.
  • ^v: Teeterree dalam ortografi tradisional Maori.

Referensi

sunting
  1. ^ "Māori Population Estimates: At 30 June 2017 – tables". www.stats.govt.nz (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-04. Diakses tanggal 2018-11-17. 
  2. ^ "2016 Census Community Profiles: Australia". www.censusdata.abs.gov.au. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-05. Diakses tanggal 2017-10-28. 
  3. ^ a b c Walrond, Carl (4 March 2009). "Māori overseas". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 7 December 2010. 
  4. ^ New Zealand-born figures from the 2000 U.S. Census; maximum figure represents sum of "Native Hawaiian and Other Pacific Islander" and people of mixed race. United States Census Bureau (2003)."Census 2000 Foreign-Born Profiles (STP-159): Country of Birth: New Zealand" (PDF).  (103 KB). Washington, D.C.: U.S. Census Bureau.
  5. ^ Government of Canada, Statistics Canada (25 October 2017). "Ethnic Origin (279), Single and Multiple Ethnic Origin Responses (3), Generation Status (4), Age (12) and Sex (3) for the Population in Private Households of Canada, Provinces and Territories, Census Metropolitan Areas and Census Agglomerations, 2016 Census – 25% Sample Data". www12.statcan.gc.ca. 
  6. ^ "Maori" . Oxford English Dictionary (edisi ke-Online). Oxford University Press.  Templat:OEDsub
  7. ^ Walters, Richard; Buckley, Hallie; Jacomb, Chris; Matisoo-Smith, Elizabeth (7 October 2017). "Mass Migration and the Polynesian Settlement of New Zealand". Journal of World Prehistory. 30 (4): 351–376. doi:10.1007/s10963-017-9110-y . 
  8. ^ Taonga, New Zealand Ministry for Culture and Heritage Te Manatu. "1. – Moriori – Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand". teara.govt.nz (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 13 December 2018. 
  9. ^ Atkinson, A. S. (1892)."What is a Tangata Maori?" Journal of the Polynesian Society, 1 (3), 133–136. Retrieved 18 December 2007.
  10. ^ misalnya kanaka maoli, yang berarti penduduk asli Hawaii. (Dalam bahasa Hawaii, huruf "t" dalam bahasa Polinesia cenderung berubah menjadi "k" dan huruf "r" cenderung berubah menjadi "l".)
  11. ^ "Entries for MAQOLI [PN] True, real, genuine: *ma(a)qoli". pollex.org.nz. 
  12. ^ Bahasa-bahasa Polinesia Timur
  13. ^ "Native Land Act | New Zealand [1862]". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 8 July 2017. 
  14. ^ "tangata whenua" (dalam bahasa Inggris). Māori Dictionary. Diakses tanggal 8 July 2017. 
  15. ^ McIntosh (2005), p. 45
  16. ^ a b Walters, Richard; Buckley, Hallie; Jacomb, Chris; Matisoo-Smith, Elizabeth (7 October 2017). "Mass Migration and the Polynesian Settlement of New Zealand". Journal of World Prehistory. 30 (4): 351–376. doi:10.1007/s10963-017-9110-y . 
  17. ^ Shapiro, HL (1940). "The physical anthropology of the Maori-Moriori". The Journal of the Polynesian Society (dalam bahasa Inggris). 49 (1(193)): 1–15. JSTOR 20702788. 
  18. ^ Wilmshurst, J. M.; Hunt, T. L.; Lipo, C. P.; Anderson, A. J. (2010). "High-precision radiocarbon dating shows recent and rapid initial human colonization of East Polynesia". Proceedings of the National Academy of Sciences. 108 (5): 1815–1820. Bibcode:2011PNAS..108.1815W. doi:10.1073/pnas.1015876108. PMC 3033267 . PMID 21187404. 
  19. ^ Lowe, David J. (November 2008). Polynesian settlement of New Zealand and the impacts of volcanism on early Maori society: an update (PDF). Guidebook for Pre-conference North Island Field Trip A1 'Ashes and Issues'. hlm. 142. ISBN 978-0-473-14476-0. Diakses tanggal 18 January 2010. 
  20. ^ Bunce, Michael; Beavan, Nancy R.; Oskam, Charlotte L.; Jacomb, Christopher; Allentoft, Morten E.; Holdaway, Richard N. (2014-11-07). "An extremely low-density human population exterminated New Zealand moa". Nature Communications (dalam bahasa Inggris). 5: 5436. Bibcode:2014NatCo...5.5436H. doi:10.1038/ncomms6436 . ISSN 2041-1723. PMID 25378020. 
  21. ^ Jacomb, Chris; Holdaway, Richard N.; Allentoft, Morten E.; Bunce, Michael; Oskam, Charlotte L.; Walter, Richard; Brooks, Emma (2014). "High-precision dating and ancient DNA profiling of moa (Aves: Dinornithiformes) eggshell documents a complex feature at Wairau Bar and refines the chronology of New Zealand settlement by Polynesians". Journal of Archaeological Science (dalam bahasa Inggris). 50: 24–30. doi:10.1016/j.jas.2014.05.023. 
  22. ^ Roberton, J.B.W. (1956). "Genealogies as a basis for Maori chronology". Journal of the Polynesian Society (dalam bahasa Inggris). 65 (1): 45–54. 
  23. ^ Te Hurinui, Pei (1958). "Maori genealogies". Journal of the Polynesian Society (dalam bahasa Inggris). 67 (2): 162–165. 
  24. ^ "Nga Kakano: 1100 – 1300", Te Papa
  25. ^ "The Moa Hunters", 1966, An Encyclopaedia of New Zealand
  26. ^ "Maori Colonisation". An Encyclopaedia of New Zealand.
  27. ^ "Wairau Bar Excavation Study ", University of Otago
  28. ^ a b McFadgen, Bruce G.; Adds, Peter (18 February 2018). "Tectonic activity and the history of Wairau Bar, New Zealand's iconic site of early settlement". Journal of the Royal Society of New Zealand (dalam bahasa Inggris). 49 (4): 459–473. doi:10.1080/03036758.2018.1431293. 
  29. ^ Anderson, Atholl. "The Making of the Māori Middle Ages". Open Systems Journal. Diakses tanggal 18 August 2019. 
  30. ^ Rawlence, Nicholas J.; Kardamaki, Afroditi; Easton, Luke J.; Tennyson, Alan J.D.; Scofield, R. Paul; Waters, Jonathan M. (26 July 2017). "Ancient DNA and morphometric analysis reveal extinction and replacement of New Zealand's unique black swans". Proceedings of the Royal Society B: Biological Sciences. 284 (1859): 20170876. doi:10.1098/rspb.2017.0876. PMC 5543223 . PMID 28747476. 
  31. ^ Till, Charlotte E.; Easton, Luke J.; Spencer, Hamish G.; Schukard, Rob; Melville, David S.; Scofield, R. Paul; Tennyson, Alan J.D.; Rayner, Matt J.; Waters, Jonathan M.; Kennedy, Martyn (October 2017). "Speciation, range contraction and extinction in the endemic New Zealand King Shag". Molecular Phylogenetics and Evolution. 115: 197–209. doi:10.1016/j.ympev.2017.07.011. PMID 28803756. 
  32. ^ Oskam, Charlotte L.; Allentoft, Morten E.; Walter, Richard; Scofield, R. Paul; Haile, James; Holdaway, Richard N.; Bunce, Michael; Jacomb, Chris (2012). "Ancient DNA analyses of early archaeological sites in New Zealand reveal extreme exploitation of moa (Aves: Dinornithiformes) at all life stages". Quaternary Science Reviews. 53: 41–48. Bibcode:2012QSRv...52...41O. doi:10.1016/j.quascirev.2012.07.007. 
  33. ^ Holdaway, Richard N.; Allentoft, Morten E.; Jacomb, Christopher; Oskam, Charlotte L.; Beavan, Nancy R.; Bunce, Michael (7 November 2014). "An extremely low-density human population exterminated New Zealand moa". Nature Communications. 5 (5436): 5436. Bibcode:2014NatCo...5.5436H. doi:10.1038/ncomms6436 . PMID 25378020. 
  34. ^ Perry, George L.W.; Wheeler, Andrew B.; Wood, Jamie R.; Wilmshurst, Janet M. (2014). "A high-precision chronology for the rapid extinction of New Zealand moa (Aves, Dinornithiformes)". Quaternary Science Reviews. 105: 126–135. Bibcode:2014QSRv..105..126P. doi:10.1016/j.quascirev.2014.09.025. 
  35. ^ Neich Roger, 2001. Carved Histories: Rotorua Ngati Tarawhai Woodcarving. Auckland: Auckland University Press, pp 48–49.
  36. ^ HONGI HIKA (c. 1780–1828) Ngapuhi war chief, An Encyclopaedia of New Zealand.
  37. ^ Masters, Catherine (8 September 2007). "'Battle rage' fed Maori cannibalism". The New Zealand Herald. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-06-25. Diakses tanggal 19 October 2011. 
  38. ^ James Cowan, The New Zealand Wars: A History of the Maori Campaigns and the Pioneering Period: Volume II, 1922.
  39. ^ Moon, Paul (2008). This Horrid Practice. Penguin Random House New Zealand Limited. ISBN 978-1-74228-705-8. Diakses tanggal 9 December 2019. Buku ini meneliti tentang praktik kanibalisme tradisional di suku Māori, dari awal mulanya di Polinesia hingga berhenti di awal abad ke-19. 
  40. ^ Clark, Ross (1994). "Moriori and Māori: The Linguistic Evidence". Dalam Sutton, Douglas. The Origins of the First New Zealanders. Auckland: Auckland University Press. hlm. 123–135. 
  41. ^ Baofu, Peter (2010). The Future of Post-Human War and Peace: A Preface to a New Theory of Aggression and Pacificity (dalam bahasa Inggris). Cambridge Scholars Publishing. hlm. 257. ISBN 978-1-4438-2171-1. Diakses tanggal 14 February 2020. 
  42. ^ Sivignon, Cherie (1 October 2017). "Commemoration plans of first encounter between Abel Tasman, Māori 375 years ago". Stuff. Diakses tanggal 19 August 2019. 
  43. ^ Dalrymple, Kayla (28 August 2016). "Unveiling the history of the "Crook Cook"". Gisborne Herald. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-11-29. Diakses tanggal 19 August 2019. 
  44. ^ "Encounter, or murder?". Gisborne Herald. 13 May 2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-19. Diakses tanggal 19 August 2019. 
  45. ^ Ingram, C. W. N. (1984). New Zealand Shipwrecks 1975–1982. Auckland: New Zealand Consolidated Press; pp 3–6, 9, 12.
  46. ^ Swarbrick, Nancy (June 2010). "Creative life – Writing and publishing". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 22 January 2011. 
  47. ^ Manning, Frederick Edward (1863). "Chapter 13". Old New Zealand: being Incidents of Native Customs and Character in the Old Times by 'A Pakeha Maori': Chapter 13. 
  48. ^ McLintock, A. H. (1966). "Maori health and welfare". An Encyclopaedia of New Zealand. Diakses tanggal 19 August 2019. 
  49. ^ Davis, Denise; Solomon, Māui. "Moriori – The impact of new arrivals". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 29 April 2010. 
  50. ^ Entwisle, Peter (20 October 2006). "Estimating a population devastated by epidemics". Otago Daily Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 14 October 2008. Diakses tanggal 13 May 2008. 
  51. ^ Pool, D. I. (March 1973). "Estimates of New Zealand Maori Vital Rates from the Mid-Nineteenth Century to World War I". Population Studies. 27 (1): 117–125. doi:10.2307/2173457. JSTOR 2173457. PMID 11630533. 
  52. ^ Phillips, Jock (1 August 2015). "History of immigration – A growing settlement: 1825 to 1839". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 4 June 2018. 
  53. ^ Orange, Claudia (20 June 2012). "Treaty of Waitangi – Creating the Treaty of Waitangi". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 7 June 2018. 
  54. ^ "Te Wherowhero". Ministry for Culture and Heritage. Diakses tanggal 7 June 2018. 
  55. ^ Orange, Claudia (20 June 2012). "Treaty of Waitangi – Interpretations of the Treaty of Waitangi". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 7 June 2018. 
  56. ^ "Differences between the texts". Ministry for Culture and Heritage. Diakses tanggal 7 June 2018. 
  57. ^ "Land confiscation law passed". nzhistory.govt.nz. Ministry for Culture and Heritage. 18 November 2016. Diakses tanggal 20 August 2019. 
  58. ^ "Māori Land – What Is It and How Is It Administered?". Office of the Auditor-General. Diakses tanggal 20 August 2019. 
  59. ^ King (2003), p. 224
  60. ^ "Population – Factors and Trends", An Encyclopaedia of New Zealand, edited by A. H. McLintock, published in 1966. Retrieved 18 September 2007.
  61. ^ "Young Maori Party | Maori cultural association". Encyclopædia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 4 June 2018. 
  62. ^ "Māori – Urbanisation and renaissance". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. The Māori renaissance since 1970 has been a remarkable phenomenon. 
  63. ^ "Time Line of events 1950–2000". Schools @ Look4. 
  64. ^ "Te Kōhanga Reo National Trust". Diakses tanggal 2019-04-10. 
  65. ^ a b "Māori Television Launch | Television". www.nzonscreen.com (dalam bahasa Inggris). NZ On Screen. Diakses tanggal 29 June 2017. 
  66. ^ Maori Television (9 March 2008). "Maori Television launches second channel". Maori Television. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 January 2008. 
  67. ^ "Māori Words used in New Zealand English". Māori Language.net. Native Council. Diakses tanggal 20 August 2019. 
  68. ^ "Waitangi Tribunal created". Ministry for Culture and Heritage. 19 January 2017. Diakses tanggal 4 June 2018. 
  69. ^ Office of Treaty Settlements (June 2008). "Four Monthly Report" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 18 October 2008. Diakses tanggal 25 September 2008. 
  70. ^ a b "The Treaty of Waitangi debate". TVNZ. 15 October 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1 March 2012. Diakses tanggal 15 October 2011. 
  71. ^ Report on the Crown's Foreshore and Seabed Policy (Laporan) (dalam bahasa Inggris). Ministry of Justice. Diakses tanggal 19 August 2019. 
  72. ^ Barker, Fiona (June 2012). "Debate about the foreshore and seabed". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 19 August 2019. 
  73. ^ "Māori Descent: Definition". Statistics New Zealand. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-09. Diakses tanggal 19 August 2019. 
  74. ^ King, Michael (2003). The Penguin History of New Zealand. London: Penguin. hlm. 91. 
  75. ^ Pool, Ian (2015). Colonization and Development in New Zealand between 1769 and 1900: The Seeds of Rangiatea. Switzerland: Springer International Publishing. 
  76. ^ "New Zealand's population reflects growing diversity | Stats NZ". www.stats.govt.nz. Diakses tanggal 2020-04-29. 
  77. ^ "Ethnic group (detailed total response – level 3) by age and sex, for the census usually resident population count, 2006, 2013, and 2018 Censuses (RC, TA, SA2, DHB)". nzdotstat.stats.govt.nz. Diakses tanggal 2020-04-29. 
  78. ^ "Ethnic group (detailed total response – level 3) by age and sex, for the census usually resident population count, 2006, 2013, and 2018 Censuses (RC, TA, SA2, DHB)". nzdotstat.stats.govt.nz. Diakses tanggal 2020-04-29. 
  79. ^ "Ethnic group (detailed single and combination) by age group and sex, for the census usually resident population count, 2013 -- NZ.Stat". Statistics New Zealand. Diakses tanggal 16 August 2014. 
  80. ^ Statistics New Zealand. "2013 Census QuickStats About Māori". Diakses tanggal 20 December 2013. 
  81. ^ Hamer, Paul (2012), Māori in Australia: An Update from the 2011 Australian Census and the 2011 New Zealand General Election, SSRN 2167613  
  82. ^ "Sharples suggests Maori seat in Australia". Television New Zealand. 1 October 2007. Diakses tanggal 9 January 2011. 
  83. ^ New Zealand-born figures from the 2000 U.S. Census; maximum figure represents sum of "Native Hawaiian and Other Pacific Islander" and people of mixed race. United States Census Bureau (2003)."Census 2000 Foreign-Born Profiles (STP-159): Country of Birth: New Zealand" (PDF).  (103 KB). Washington, D.C.: U.S. Census Bureau.
  84. ^ Statistics Canada (2003).(232), Sex (3) and Single and Multiple Responses (3) for Population, for Canada, Provinces, Territories, Census Metropolitan Areas and Census Agglomerations, 2001 Census – 20% Sample Data Diarsipkan 2019-09-13 di Wayback Machine.. Ottawa: Statistics Canada, Cat. No. 97F0010XCB2001001.
  85. ^ "Maori culture increasing in importance to NZers". The New Zealand Herald (dalam bahasa Inggris). 2012-03-15. ISSN 1170-0777. Diakses tanggal 2019-01-11. 
  86. ^ Garl, Denise (2018-10-01). "Hey UK brewers, cultural appropriation is not cool". The Spinoff. Diakses tanggal 2019-01-11. 
  87. ^ Howe (2006), pp 25–40
  88. ^ .Howe (2003), p. 161
  89. ^ Schwimmer, E. G. (September 1961). "Warfare of the Maori". Te Ao Hou. 
  90. ^ https://www.countiesmanukau.health.nz/assets/About-CMH/Demographics-and-populations/Census-2013-profile-for-residents-of-Counties-Manukau.pdf
  91. ^ "New Zealand – International Religious Freedom Report 2007". U.S. State Department. Diakses tanggal 29 April 2010. 
  92. ^ "Kia Ora Aotearoa". CPI Financial. August 2007. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-02-02. Diakses tanggal 29 April 2010. 
  93. ^ Hume, Tim. "Muslim faith draws converts from NZ prisons." Star Times
  94. ^ Onnudottir, Helena; Possamai, Adam; Turner, Bryan (2012). "Islam and Indigenous Populations in Australia and New Zealand". Muslims in the West and the Challenges of Belonging: 60–86. Diakses tanggal 10 March 2017. 
  95. ^ "2013 Census QuickStats about culture and identity – tables". Statistics New Zealand. 15 April 2014. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-24. Diakses tanggal 18 July 2015. 
  96. ^ "The Tangi – Religion and spirituality – Tapu and Noa". The Maori – Spirituality – New Zealand in History. New Zealand in History. Diakses tanggal 31 March 2020. 
  97. ^ Hanly, Gil. "Shoes at the door of the wharenui". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand – Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 31 March 2020. 
  98. ^ Keane, Basil (5 May 2011). "Traditional Māori religion – ngā karakia a te Māori – Rituals and ceremonies". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 5 April 2020. 
  99. ^ "The Haka – Dance of War – Maori Haka". newzealand. New Zealand Tourism. Diakses tanggal 31 March 2020. 
  100. ^ a b Smith, Valance (22 Oct 2014). "Kapa haka – Māori performing arts". Te Ara – the Encyclopedia of New Zealand. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-02-16. Diakses tanggal 2021-03-01. 
  101. ^ Keane, Basil (5 September 2013). "Marae protocol – te kawa o te marae – Pōwhiri process". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 5 April 2020. 
  102. ^ Diamond, Paul (5 March 2010). "Te tāpoi Māori—Māori tourism—Preserving culture". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 18 May 2010. 
  103. ^ Swarbrick, Nancy (3 March 2009). "Creative life – Performing arts". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 May 2011. Diakses tanggal 18 May 2010. 
  104. ^ Royal, Charles. "Whare Tapere". Te Ahukaramū Charles Royal (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-01. 
  105. ^ Calman, Ross (5 Sep 2013). "Leisure in traditional Māori society – ngā mahi a te rēhia – Te whare tapere". Te Ara – the Encyclopedia of New Zealand. 
  106. ^ Derby, Mark; Grace-Smith, Briar (22 Oct 2014). "Māori theatre – te whare tapere hōu". Te Ara – the Encyclopedia of New Zealand. 
  107. ^ "Māori musical instruments". Museum of New Zealand Te Papa Tongarewa, Wellington, NZ (dalam bahasa Inggris). 2016-06-10. Diakses tanggal 2021-01-24. 
  108. ^ Flintoff, Brian (22 Oct 2014). "Māori musical instruments – taonga puoro". Te Ara - the Encyclopedia of New Zealand (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-01-24. 
  109. ^ Sicca, Shintaloka Pradita (2020-12-19). Sicca, Shintaloka Pradita, ed. "Gebrak Diplomasi Harmonis Indonesia-Selandia Baru, Dubes Tantowi Yahya Akan Rilis Album Kolaborasi". Kompas.com. Diakses tanggal 2021-03-01. 
  110. ^ Baillie, Russell (24 January 2006). "Other NZ hits eat dust of 'Fastest Indian'". The New Zealand Herald. Diakses tanggal 22 August 2009. 
  111. ^ "Aramoana film cracks $1 million". The New Zealand Herald. 14 December 2006. Diakses tanggal 22 August 2009. 
  112. ^ "Awards for Once Were Warriors". IMDb. Diakses tanggal 22 August 2009. 
  113. ^ "Details.cfm – Emanuel Levy". 
  114. ^ Lawrence, Derek. "Thor: Ragnarok director Taika Waititi to portray Korg in film". Entertainment Weekly. 
  115. ^ Mitchell, Wendy (21 May 2010). "Waititi's Boy sets new record for New Zealand film". Screen Daily. screendaily.com. Diakses tanggal 2 December 2011. 
  116. ^ Sharf, Zack (4 April 2016). "Sundance Crowdpleaser 'Hunt for the Wilderpeople' Makes Box Office History in New Zealand". Indiewire.com. Diakses tanggal 6 January 2017. 
  117. ^ "43 Māori athletes to head to Rio Olympics". Television New Zealand. 5 August 2016. Diakses tanggal 8 August 2016. 
  118. ^ Derby, Mark (December 2010). "Māori–Pākehā relations – Sports and race". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 4 February 2011. 
  119. ^ McAvinue, Shawn (2017-01-18). "Federation cool on ice hockey haka". Otago Daily Times Online News (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-03. 
  120. ^ Jones, Renee (8 October 2005). "McDonald's adopts obscure Maori ball game". The New Zealand Herald. Diakses tanggal 30 July 2007. 
  121. ^ Barclay-Kerr, Hoturoa (September 2013). "Waka ama – outrigger canoeing". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. Diakses tanggal 12 August 2017. 
  122. ^ 2013 Census QuickStats, Statistics New Zealand, 2013, ISBN 978-0-478-40864-5 
  123. ^ Hj. Kamso, Siti Maimon (2013). The changing values of Malays, Māori and Pacific Islanders. Wellington: Chair of Malay Studies, Victoria University of Wellington. hlm. 55. 
  124. ^ Joyce, B. and Mathers, B. (2006). Whakapapa. An introduction to Maori family history research. Published by the Maori Interest Group of the NZSG Inc.
  125. ^ He Korero. A.Jones and K.Jenkins. Huia.2011
  126. ^ "Kohanga Reo". Kiwi Family Media. Diakses tanggal 29 June 2017. 
  127. ^ "QuickStats About Māori". Statistics New Zealand. 2006. Diakses tanggal 14 November 2007.  (revised 2007)
  128. ^ "2013 Census QuickStats about Māori". Statistics New Zealand. 3 December 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 July 2017. Diakses tanggal 29 June 2017. 
  129. ^ King (1996), pp 37, 43
  130. ^ a b King (1996), pp 42–3
  131. ^ Taonui, Rāwiri (4 March 2009). "Tribal organisation". Te Ara: The Encyclopedia of New Zealand. 
  132. ^ King (1996), pp 46–7, 73–5
  133. ^ King (1996), pp 195–6
  134. ^ Hill (2009), pp 519–29
  135. ^ Sorrenson (1997), pp 339–41
  136. ^ The Quest for security in New Zealand 1840 to 1966 by William Ball Sutch
  137. ^ Mead (2003), pp 212–3
  138. ^ Mead (2003), pp 95–100, 215–6
  139. ^ Maori Health Web Page: Socioeconomic Determinants of Health–Deprivation Diarsipkan 2012-03-08 di Wayback Machine.. Retrieved 12 June 2007.
  140. ^ "Over-representation of Maori in the criminal justice system" (PDF). Department of Corrections. September 2007. hlm. 4. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 15 December 2010. 
  141. ^ Department of Labour, NZ Diarsipkan 11 August 2010 di Wayback Machine., Māori Labour Market Outlook
  142. ^ Hitchcock, Joshua (17 November 2017). "Māori unemployment: there is a way out". Diakses tanggal 17 May 2020. 
  143. ^ Cormack, Donna (2020). "Māori experiences of multiple forms of discrimination: findings from Te Kupenga 2013". Kōtuitui: New Zealand Journal of Social Sciences Online. 15: 106–122. doi:10.1080/1177083X.2019.1657472 . 
  144. ^ Scoop.co.nz, Flavell: Maori Education – not achieved
  145. ^ "What drives Hekia Parata?". 6 October 2012 – via Stuff.co.nz. 
  146. ^ Cslbiotherapies.co.nz Diarsipkan 23 March 2009 di Wayback Machine.,Who gets Cervical Cancer?
  147. ^ Diabetes in New Zealand – Models And Forecasts 1996–2011
  148. ^ PubMed Maori Health Issues
  149. ^ University of Otago, NZ, Suicide Rates in New Zealand–Exploring Associations with Social and Economic Factors
  150. ^ "Social Report 2004 – Health – Life Expectancy". www.socialreport.msd.govt.nz. 
  151. ^ "Gap closing in life expectancy". 3 News NZ. 16 April 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 3 July 2013. 
  152. ^ "Mana Māori" Diarsipkan 14 October 2008 di Wayback Machine.. Community Action Toolkit to Prevent Family Violence Information Sheet #30 (p. 40). Retrieved 16 July 2009.
  153. ^ King (1999), p. 468
  154. ^ Lashley (2006), pp 131–3
  155. ^ Turia, Tariana (7 June 2000). Closing The Gaps (Speech). The Beehive (dalam bahasa Inggris). New Zealand Government. Diakses tanggal 13 March 2020. 
  156. ^ Policy, Strategy and Research Group, Department of Corrections (September 2007). "Over-representation of Māori in the criminal justice system: An exploratory report" (PDF). Department of Corrections (New Zealand). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-05-16. Diakses tanggal 23 May 2017. 
  157. ^ Ford, Chris (24 April 2006). "Race relations in New Zealand". Global Politician. Diakses tanggal 27 November 2010. 
  158. ^ Crewdson, Patrick (2 July 2006). "Iwi claim to All Black haka turned down". The New Zealand Herald. Diakses tanggal 22 December 2010. 
  159. ^ Osborn, Andrew (31 October 2001). "Maoris win Lego battle". The Guardian. Diakses tanggal 15 February 2020. 
  160. ^ "New Zealand – Maori Flags". www.crwflags.com. 
  161. ^ "Te Kotahitanga – the Māori Parliament". Ministry of Women's Affairs. 16 September 2010. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 July 2011. Diakses tanggal 5 November 2010. 
  162. ^ "The Origins of the Māori Seats". 31 May 2009. Diakses tanggal 4 June 2018. 
  163. ^ Tahana, Yvonne (29 September 2008). "National to dump Maori seats in 2014". The New Zealand Herald. Diakses tanggal 28 December 2009. 
  164. ^ "Maori Party drops push to entrench Maori seats". RNZ. 17 November 2008. Diakses tanggal 5 March 2016. 
  165. ^ Edwards, Bryce (26 September 2017). "Political Roundup: The emotional Maori Party demise". Diakses tanggal 22 June 2018. 
  166. ^ "New Zealand Election Results". ElectionResults.govt.nz/electionresults_2020/. Electoral Commission. Diakses tanggal 27 November 2020. 
  167. ^ Roy, Eleanor Ainge (2016-08-11). "'This is who I am', says first female MP to wear Māori facial tattoo in NZ parliament". The Guardian (dalam bahasa Inggris). ISSN 0261-3077. Diakses tanggal 2020-11-08. 
  168. ^ "Uncovering the Maori mystery". BBC Sport. 5 June 2003. 

Daftar pustaka

sunting
  • Australian Bureau of Statistics (2004). Australians' Ancestries: 2001. Canberra: Australian Bureau of Statistics, Catalogue Number 2054.0. [1]
  • Biggs, Bruce (1994). Does Maori have a closest relative? In Sutton (Ed.)(1994), pp. 96–-105.
  • Hiroa, Te Rangi (Sir Peter Buck)(1974). The Coming of the Maori. Second Edition. First Published 1949. Wellington: Whitcombe and Tombs.
  • Irwin, Geoffrey (1992). The Prehistoric Exploration and Colonisation of the Pacific. Cambridge: Cambridge University Press.
  • Simmons, D.R. (1997). Ta Moko, The Art of Maori Tattoo. Revised Edition. First published 1986. Auckland: Reed.
  • Statistics Canada (2003). Ethnic Origin (232), Sex (3) and Single and Multiple Responses (3) for Population, for Canada, Provinces, Territories, Census Metropolitan Areas and Census Agglomerations, 2001 Census - 20% Sample Data.. Ottawa: Statistics Canada, Cat. No. 97F0010XCB2001001. [2] Diarsipkan 2009-07-25 di Wayback Machine.
  • Statistics New Zealand (2005). Estimated resident population of Māori ethnic group, at 30 June 1991-2005, selected age groups by sex. Wellington: Statistics New Zealand. [3] Diarsipkan 2007-10-26 di Wayback Machine.
  • Sutton, Douglas G. (Ed.) (1994). The Origins of the First New Zealanders. Auckland: Auckland University Press.
  • United States Census Bureau (2003). Census 2000 Foreign-Born Profiles (STP-159): Country of Birth: New Zealand. Washington, D.C.: U.S. Census Bureau. [4]
  • Walrond, Carl (2005). Māori overseas, Te Ara - the Encyclopedia of New Zealand. [5] Diarsipkan 2009-08-07 di Wayback Machine.

Bacaan lebih lanjut

sunting

Pranala luar

sunting

Templat:Māori