Agama Māori mencakup berbagai kepercayaan dan praktik religius yang dianut Suku Māori, penduduk asli asal Polinesia yang hidup di Selandia Baru.

Gereja Kristen Māori di Akaroa. Kekristenan diadopsi suku Māori di Selandia Baru pada abad ke-19.

Agama Māori tradisional sunting

Agama Māori tradisional, yang diartikan sebagai sistem kepercayaan orang Māori sebelum kontak dengan orang Eropa, tidak jauh berbeda dengan kepercayaan tanah air asal mereka di Polinesia Timur (Hawaiki Nui). Dalam sistem kepercayaan ini, segala hal, termasuk unsur alam dan seluruh makhluk hidup, terhubung ke nenek moyang yang sama melalui whakapapa atau silsilah. Dengan demikian, orang Māori menganggap bahwa semua hal mengandung kekuatan hidup atau mauri. Konsep keterhubungan lewat silsilah ini dapat digambarkan melalui berbagai personifikasi yang digunakan sebelum kedatangan orang Eropa:

  • Tangaroa adalah personifikasi samudera dan merupakan nenek moyang atau asal usul semua ikan.
  • Tāne adalah personifikasi hutan dan merupakan asal usul semua burung.
  • Rongo adalah personifikasi kegiatan damai dan pertanian, serta merupakan asal usul tanaman pertanian.

Ada pula beberapa sumber yang mengatakan bahwa orang Māori memiliki personifikasi agung, yaitu Io. Akan tetapi, ide ini masih dianggap kontroversial.

Tapu dan mana sunting

Orang Māori menjalankan praktik yang berhubungan dengan konsep tradisional mereka, seperti tapu. Orang dan benda tertentu mengandung mana, yaitu kekuatan atau esensi spiritual. Di masa lalu, anggota suku yang memiliki jabatan lebih tinggi tidak akan mau menyentuh barang yang dimiliki orang dengan jabatan lebih rendah karena dianggap "mengotori" orang berjabatan tinggi tersebut. Sebaliknya, orang berjabatan rendah harus mengambil risiko kematian apabila mereka menyentuh barang yang dimiliki orang berjabatan tinggi.

Kata tapu dapat diartikan sebagai "suci", sebagai "pelarangan spiritual" atau "pelarangan terimplikasi"; dalam kata lain, aturan dan larangan. Terdapat dua jenis tapu, yaitu tapu pribadi (berhubungan dengan individu) dan tapu umum (berhubungan dengan masyarakat). Orang, objek atau tempat tertentu yang dianggap tapu, tidak boleh disentuh oleh manusia, atau bahkan dalam kasus tertentu, tidak boleh didekati. Tapu ini dapat berjangka waktu.

Dalam masyarakat Māori pra-kontak Eropa, tapu menjadi salah satu kekuatan paling besar dalam hidup orang Māori. Pelanggaran tapu memiliki konsekuensi besar, termasuk kematian sang pelanggar karena penyakit atau melalui orang lain yang terpengaruh pelanggaran orang itu. Di masa lalu, makanan yang dimasak untuk orang berjabatan lebih tinggi dianggap tapu dan tidak boleh dimakan oleh orang yang berjabatan lebih rendah. Rumah kepala suku dianggap tapu dan bahkan kepala suku sendiri tidak boleh makan di dalam rumahnya. Selain rumah, pakaian dan benda lain orang berjabatan tinggi juga dianggap tapu. Tanah pemakaman dan tempat kematian selalu dianggap tapu dan daerah-daerah itu biasanya dikelilingi pagar pelindung.

Kini, orang Māori masih mempercayai tapu dalam hal yang berhubungan dengan penyakit, kematian, dan pemakaman.

Kekristenan sunting

Pada awal abad ke-19, banyak orang Māori yang memeluk agama Kristen.[1] Banyak sekali pemeluk baru ini yang masuk ke dalam Gereja Inggris dan Gereja Katolik Roma. Kedua gereja tersebut hingga kini masih sangat berpengaruh dalam masyarakat Māori. Gereja Anglikan di Aotearoa Selandia Baru sudah lama mengakui orang Māori, mereka melakukan penahbisan imam-imam Māori menjadi Uskup Aotearoa. Seorang pemegang gelar uskup tersebut yang banyak dikenal dan kadang dianggap kontroversial adalah almarhum Most Rev. Sir WHakahuihui Vercoe. Ia menjadi terkenal karena pidatonya yang berani di depan Ratu Elizabeth II pada perayaan Hari Waitangi. Gereja Katolik Roma juga menahbiskan orang Māori ke posisi tinggi. Gereja lain juga mencapai sukses tertentu di awal abad ke-19, termasuk antara lain Gereja Presbiterian. Gereja Yesus Kristus dari Orang-orang Suci Zaman Akhir (Mormonisme) juga sukses mendapatkan pemeluk baru Māori sejak tahun 1880an. Pada tahun 1901, ada hampir 4.000 anggota Māori gereja ini yang tersebar di 79 cabang.[2][3]

Kini, doa Kristen (karakia) menjadi cara yang lazim untuk memulai dan mengakhiri pertemuan publik orang Māori. Doa juga dipanjatkan ketika memulai proyek, perjalanan pribadi, atau usaha baru.

Agama sinkretik sunting

 
Gereja Rātana dekat Raetihi

Pada abad ke-19 dan awal ke-20, beberapa agama sinkretik baru muncul. Agama-agama ini menggabungkan berbagai aspek Kekristenan dengan filsafat tradisional dan non-tradisional Māori. Beberapa di antaranya:

Pada sensus Selandia Baru tahun 2006,[6] 16.419 orang menyatakan beragama Ringatū dan 50.565 orang menyatakan beragama Rātana. Gereja Rātana juga memiliki pengaruh politik yang besar.[7]

Islam sunting

Proporsi orang yang beragama Islam di kalangan Māori terbilang rendah. Meski agama Islam tumbuh secara pesat di kalangan Māori pada akhir abad ke-20, hingga mencapai 1.074 orang di sensus tahun 2006,[6] terdapat 565.329 orang Selandia Baru yang mengaku diri orang Māori.[8] Dengan demikian, persentase orang Māori yang beragama Islam hanya 0,19% dari seluruh populasi.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Sutherland, Ivan Lorin George (1935). The Maori Situation. Wellington: Harry H. Tombs. 
  2. ^ R. Lanier Britsch, "Maori Traditions and the Mormon Church", New Era, June 1981.
  3. ^ "A Maori View of the Book of Mormon - Maxwell Institute JBMS". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2003-08-17. Diakses tanggal 2008-04-28. 
  4. ^ "PEACE STATUE" Diarsipkan 2013-10-21 di Wayback Machine., Masterton District Library & Wairarapa Archive
  5. ^ "Patete, Haimona", Te Ara
  6. ^ a b "Religious affiliation" Diarsipkan 2011-11-19 di Wayback Machine., Table Builder, Statistics New Zealand
  7. ^ Stokes, Jon (21 January 2006). "Enduring attraction of Ratana". The New Zealand Herald. Diakses tanggal 12 September 2011. 
  8. ^ Statistics New Zealand. (2007). QuickStats about Māori. Retrieved from [1]

Further reading sunting

Templat:Māori