Pidada Merah
Pidada merah, Sonneratia caseolaris
Dari Labuan Bakti, Teupah Selatan, Simeulue
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Sonneratia
Spesies:
S. caseolaris
Nama binomial
Sonneratia caseolaris
Sinonim

Sonneratia acida L.

Pidada merah atau perepat merah (Sonneratia caseolaris) adalah sejenis pohon penghuni rawa-rawa tepi sungai dan hutan bakau, yang termasuk ke dalam suku Lythraceae (dulu, Sonneratiaceae).

Pidada merah adalah salah satu jenis pidada yang kerap ditemui. Secara lokal, pohon ini sering disebut pidada atau perepat saja. Nama-nama lainnya, di antaranya: alatat (Sim.); berembang (Mly.); pedada, perepat merah, rambai (Banjarm.); bogem (Sd.); betah, bidada, bogem, kapidada (Jw.); bogêm, bhughem, poghem (Mad.); wahat merah, warakat merah (Amb.); posi-posi merah (Ternate), dan lain-lain.[1]

Juga hikau-hikauan, ilukabban, palapat, palata, pagatpat, payar, pedada (Fil.); bãn sè (Viet.); lam phu, lampoo (Thai.); ampou-krohom (Kamb.); serta mangrove apple (Ingg.).[2]

Pemerian botanis[3][4] sunting

 
Pohon dengan akar napas yang mencuat tinggi

Pohon berukuran kecil hingga sedang, tinggi sekitar 15 m dan jarang-jarang mencapai 20 m. Tajuk renggang dengan ranting-ranting menggantung di ujung. Serta dengan banyak akar napas yang besar muncul vertikal di sekeliling batangnya, kadang-kadang hingga beberapa meter jauhnya dari batang.

Daun-daun tunggal, berhadapan, bundar telur terbalik atau memanjang, 5–13 cm × 2–5 cm, dengan pangkal bentuk baji dan ujung membulat atau tumpul. Tangkai daun pendek dan sering kali kemerahan.

Bunga sendirian atau berkelompok hingga 3 kuntum di ujung ranting. Kelopak bertaju 6 (jarang 7–8), runcing, panjang 3–4,5 cm dengan tabung kelopak serupa cawan dangkal di bawahnya, hijau di bagian luar dan putih kehijauan atau kekuningan di dalamnya. Daun mahkota merah, sempit, 17–35 mm × 1,5–3,5 mm. Benang sari sangat banyak, panjang 2,5–3,5 cm, putih dengan pangkal kemerahan, lekas rontok. Tangkai putik besar dan panjang, tetap tinggal sampai lama.

Buah buni berbiji banyak berbentuk bola pipih, hijau, 5–7,5 cm diameternya dan tinggi 3–4 cm, duduk di atas taju kelopak yang hampir datar. Daging buah kekuningan, masam asin, berbau busuk.

Ekologi sunting

 
Bunga, dengan mahkota dan benangsari yang telah rontok

Pidada merah kerap didapati di hutan-hutan bakau di bagian yang bersalinitas rendah dan berlumpur dalam; di sepanjang tepian sungai dan juga di rawa-rawa yang masih dipengaruhi pasang-surut air laut. Buah pidada terapung dan dipencarkan oleh aliran air.[3]

Seperti umumnya pidada, bunga pidada merah mekar di malam hari. Bunga ini mengandung banyak nektar, yang disukai oleh kelelawar dan ngengat, yang datang menyerbukinya. Pidada merah berbunga dan berbuah sepanjang tahun.[3]

Pemanfaatan sunting

Buahnya dapat dimakan, demikian pula daunnya yang muda, yang kerap dilalap. Buah ini pun sering dimakan mentah, atau dimasak sebagai campuran ikan.[5] Di Kalimantan Selatan, buah rambai dijadikan sebagai bahan ramuan bedak dingin.

Kayunya berkualitas rendah, dan hanya kadang-kadang digunakan sebagai kayu api. Akar napasnya relatif lunak dan banyak mengandung rongga renik di dalamnya, sehingga kerap digunakan sebagai pengganti gabus untuk membuat tutup botol, kok, dan juga bagian dalam sol sepatu.[3][5]

Penyebaran sunting

 
Buah masak, dengan biji-biji di dalamnya

Pidada merah diketahui menyebar luas, mulai dari Sri Lanka di barat, Asia Tenggara (Kamboja, Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, Filipina, Timor Timur, Papua Nugini, hingga ke Australia, Kepulauan Solomon dan New Hebrides. Diintroduksi ke Cina selatan.[3]

Catatan taksonomis sunting

Dikenal hasil persilangan Sonneratia caseolaris dengan Sonneratia alba di Papua Nugini, yang dinamai Sonneratia X gulngai .[3]

Referensi sunting

  1. ^ Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 1475-1476.
  2. ^ Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren and L. Scholten, 2006. Mangrove Guidebook for Southeast Asia. RAP Publication 2006/07. FAO and Wetlands International. pp.256-257
  3. ^ a b c d e f Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren and L. Scholten, 2006. Mangrove Guidebook for Southeast Asia. RAP Publication 2006/07. FAO and Wetlands International. pp.256-257
  4. ^ Steenis, CGGJ van. 1981. Flora, untuk sekolah di Indonesia. PT Pradnya Paramita, Jakarta. Hal. 317.
  5. ^ a b Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 1. Yay. Sarana Wana Jaya, Jakarta. Hal. 447-455.

Pranala luar sunting