Cingam

sejenis pohon kecil di hutan mangrove
(Dialihkan dari Scyphiphora)
Cingam
Cingam, Scyphiphora hydrophylacea
dari Sukadana, Kayong Utara
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Eudikotil
Klad: Asterid
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Genus:
Scyphiphora

Spesies:
S. hydrophylacea
Nama binomial
Scyphiphora hydrophylacea
Sinonim
  • Epithinia malayana Jack
  • Ixora manila Blanco
  • Scyphiphora malayana (Jack) Bedd.

Cingam[3][4]:1783 atau duduk[5]:517 (Scyphiphora hydrophylacea) adalah sejenis perdu (pohon kecil) penghuni hutan mangrove, anggota suku Rubiaceae. Tersebar luas mulai dari India di barat, Kepulauan Nusantara, Filipina hingga Solomon dan Australia tropis, tumbuhan ini secara keseluruhan tergolong jarang, meskipun secara lokal dapat banyak dijumpai.[6]:720-1,[7]:126-7

Nama-nama lain tumbuhan ini, di antaranya, pĕrĕpat lanang (Plg.); dandulit (Kangean); duduk perempuan (Lamp.);[4] duduk rayap (Jw.: Cilacap);[8] duduk rambat (Karimunjawa).[9]:48 Sementara nama-namanya di negara lain adalah chengam (Mal.); che ngam, se ngam, se ham (Thai); dan nilad (Fil.).[5]:517

Pengenalan

sunting
 
Pelat identifikasi Blanco
 
Ranting berbunga
 
Ranting berbuah
 
Perawakan

Perdu kecil atau semak, yang tegak atau condong (maka dinamai duduk rayap atau duduk rambat)[9]:48, tinggi hingga lk. 3 m, tidak menggugurkan daun. Pepagannya kasar berwarna cokelat, pucuk muda dengan resin, dan kadang-kadang terdapat akar tunjang pada individu yang besar. Daun berhadapan, bertangkai hingga 13 mm, dengan daun penumpu interpetiolar serupa seludang kecil yang berambut halus di tepinya dan berkelenjar di sebelah dalam. Helaian daun bundar telur terbalik, seperti jangat, berkilap, lk 4-9 × 2-5 cm, ujungnya membundar.[6]:721,[7]:126

Bunga berwarna putih, hampir tak bertangkai, berkelamin ganda, berkumpul 3-7 kuntum pada malai payung tambahan yang bertangkai hingga 15 mm, muncul dari ketiak daun. Tabung kelopak gundul, kehijauan, panjang 3–5 mm, ujungnya berbentuk mangkuk bertaju-4 yang kecil-kecil dan samar. Tabung mahkota 2–4 mm, putih, kadang-kadang dengan semu kemerahan, dengan mulut berambut kasar; taju mahkota 4-5 buah, bentuk jorong lebar, 2-4 x 2-2,5 mm, ujungnya membundar, melengkung keluar tatkala mekar. Benang sari: 4-5. Buah bentuk gelendong, hijau kemudian cokelat, beralur dalam 6-8(-10) membelimbing memanjang, panjang 8 mm, bermahkota sisa kelopak; bagian luar buah berdaging, dalamnya bergabus. Biji 4 butir atau kurang, silindris, 1 x 2 mm.[6]:721,[7]:126,[10]:357

Ekologi dan agihan

sunting

Cingam tumbuh pada tanah-tanah lumpur, pasir dan berkarang pada tepi hutan mangrove ke arah daratan, atau di tepi aliran air yang dipengaruhi pasang-surut air laut. Tumbuhan ini tidak tahan terhadap penggenangan oleh air tawar dalam jangka lama dan biasanya menempati lokasi yang acap tergenang oleh pasang surut. Juga dilaporkan sering tumbuh pada tempat-tempat yang tidak cocok untuk dikolonisasi oleh jenis tumbuhan mangrove lainnya.[6]:721,[7]:126 Jenis ini juga bukan merupakan jenis penyusun mangrove yang umum ditemui, dan mungkin tergolong jenis yang terancam kepunahan.[10]:356

Bunga tercatat muncul di sepanjang tahun, kemungkinan diserbuki sendiri atau oleh serangga. Nektar diproduksi oleh cakram kelenjar pada pangkal mahkota bunga. Cingam menghasilkan banyak buah; buah-buah yang jatuh mengapung di air dan terdampar dalam jumlah banyak di pantai. Meskipun demikian perkecambahan bijinya relatif rendah. Buah cingam teradaptasi dengan baik untuk penyebaran melalui air karena kulit buahnya yang berlapis gabus di bagian dalam, sehingga ringan dan mudah mengapung.[6]:721,[7]:126

Cingam menyebar luas, mulai dari pantai-pantai anak benua India dan Srilangka, ke timur tercatat di Thailand, Kamboja, Vietnam, Hainan, Malaysia, Singapura, Brunei, seluruh Indonesia, Filipina, Papua Nugini, terus ke timur hingga Kaledonia Baru, ke selatan hingga Australia tropis, dan ke utara hingga Palau dan Kepulauan Solomon.[6]:721,[7]:126,[10]:356

Kegunaan

sunting

Cingam menghasilkan kayu yang kuat, berwarna cokelat tua dan berserat halus.[4]:1783 Kayu ini tergolong kayu berat, dengan densitas 800–910 kg/m³ pada kadar air 15%. Keawetan kayu cingam tergolong sedang pada pemakaian yang terpapar cuaca atau bersentuhan dengan tanah; apabila terlindung, kayu ini tergolong awet.[5]:518 Cingam dapat menghasilkan kayu dengan garis tengah hingga 8–10 cm dan panjang mendekati 5 m.[8]

Di wilayah Riau, kayu cingam dimanfaatkan untuk membuat sendok nasi (centong); sementara air rebusan daunnya digunakan untuk mengobati sakit perut.[4]:1783 Kayu cingam yang agak besar dimanfaatkan sebagai tiang-tiang pagar. Cingam juga menghasilkan tanin dan zat pewarna.[6]:721

Catatan taksonomis

sunting

Scyphiphora hydrophyllacea adalah satu-satunya anggota marga Scyphiphora, anaksuku Ixoroideae.[10]:356

Jenis yang mirip

sunting

Apabila sedang tidak berbunga, cingam sangat mirip tampilan dan perawakannya dengan teruntum (Lumnitzera), hanya saja teruntum memiliki duduk daun yang menyebar dalam spiral.[6]:721

Catatan kaki

sunting
  1. ^ Ellison, J., N.E. Koedam, Y. Wang, J. Primavera, O. Jin Eong, J. Wan-Hong Yong, & V. Ngoc Nam. (2010). Scyphiphora hydrophylacea. The IUCN Red List of Threatened Species 2010: e.T178817A7615840. https://dx.doi.org/10.2305/IUCN.UK.2010-2.RLTS.T178817A7615840.en. Downloaded on 17 January 2020.
  2. ^ Gaertner, C.F. (1806). Supplementum carpologiae : seu continuati operis Josephi Gaertner de Fructibus et seminibus plantarum. p.91, Tab.196 fig.2. Leipzig :Sumtibus Carol. Frid. Enoch Richter, Bibliopolae Lipsiensis, 1807.
  3. ^ KBBI Daring: cingam
  4. ^ a b c d Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia, jil. 3. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. (versi berbahasa Belanda -1927- IV: 198.)
  5. ^ a b c Aguilar, N.O. (1998). "Scyphiphora Gaertn.f.". in MSM. Sosef, LT. Hong, & S. Prawirodirdjo (eds). Plant Resources of South-East Asia 5(3) Timber trees: Lesser-known timber: 517-9. Bogor: PROSEA Foundation.
  6. ^ a b c d e f g h Giesen, W., S. Wulffraat, M. Zieren & L. Scholten. (2007). Mangrove Guidebook for Southeast Asia[pranala nonaktif permanen]. Bangkok: FAO and Wetlands International. ISBN 974-7946-85-8
  7. ^ a b c d e f Noor, Y.R., M. Khazali, & I.N.N. Suryadiputra. (1999). Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: PKA/Wetlands Int'l-IP.
  8. ^ a b Koorders, S.H. & Valeton, T. (1902). "Bijdrage tot de kennis der boomsoorten op Java." Mededeelingen uit 's Lands Plantentuin no. LIX. Bl. 8:126. Batavia: G. Kolff & co., 1902
  9. ^ a b Susanto, H., S. Sumaryati, D. Wisnuhamidaharisakti, M.J.S.E. Mardiko, N.A. Lating. (2012). Jenis-jenis mangrove TN Karimunjawa. Semarang: Balai Taman Nasional Karimunjawa. ISBN 978-979-17073-7-4
  10. ^ a b c d Tomlinson, P.B. (2016). The botany of mangroves. 2nd edition. New York: Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-08067-6

Pranala luar

sunting