Rotan dahanan
Foto rotan dahanan menurut Odoardo Beccari (1921)
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Genus:
Spesies:
K. flagellaris
Nama binomial
Korthalsia flagellaris
Miq.
Sinonim

Referensi:[1][2]

  • K. angustifolia Miq. ex Bl.
  • K. rubiginosa Becc.
  • K. ferruginea Becc.

Rotan dahanan (Korthalsia flagellaris) adalah flora asal Indonesia. Di Indonesia, rotan dahanan dikenal pula dengan nama rotan dahanan (Mel.), dan rotan andung (Kubu).[1]

Deskripsi sunting

Rotan dahanan merupakan rotan berukuran sedang/agak besar sedikit. Tumbuh berumpun sedari 20–50 m.[3] Biasa merambat pada tumbuhan lain, dengan garis tengah 1,5–3 cm. Batangnya yang berpelepah mencapai 2–3 cm. Berdaun sirip yang letak anak-anak daunnya berpasangan. Sedangkan daunnya lembut dan ketika muda, ia dibungkus dengan tepung yang berwarna cokelat-kayu manis. Daunnya ini sewaktu muda, berwarna ada yang putih-putih karat dan berukuran sebagai berikut: 50 cm–1 m × 10–12 cm. Anak-anak daun rotan dahanan berjumlah 8-15, tersebut berbentuk bundar telur lanset sungsang yang ujungnya bergerigi. Selain berbentuk telur sungsang, dia juga lebar-memanjang, dan berukuran 20–30 cm, dan bahkan ada yang mencapai 1/2 m. Sementara itu, lebarnya 1–3 cm. Tulang daun bagian bawah berduri. Perbungaannya malai, dan tumbuh di ujung batang. Malainya bercabang sedikit. Panjang mencapai 50–60 cm; bahkan ada yang lebih. Seludang bunga berbentuk tabung, berseludang tertutup, berbatang melengkung agak tebal, panjangnya 15–25 cm dan membawa 4–8 bulir. Rotan dahanan memiliki bunga agak membengkok pada ujungnya.[2] Setelah berbunga dan berbuah, rotan dahanan langsung mati. Ia memperbanyak diri dengan tunas di ujung batang, dengan cara inilah, rumpun pun terbentuk.[2][3]

Dengan spesies lain dalam genus Korthalsia, terdapat perbedaan seperti: tangkai perbungaan cabang primer yang terbagi menjadi anak cabang yang berujung runcing, bijinya homogen. Selain itu, anak daunnya besar, lonjong-membentuk ketupat, dan bagian atas anak daun berpermukaan tajam.[2]

Habitat dan persebaran sunting

Banyak di Semenanjung Malaya, Sumatra, Belitung, dan Kalimantan.[3][4] Menurut Odoardo Beccari, F.A.W. Miquel mendeskripsikan rotan dahanan berdasarkan spesimen yang dia dapatkan dari Diepenhorst pada di Pariaman, Sumatera Barat. Satu spesimen dia dapatkan dari Herbarium di Utrecht. Bisa pula didatai di Herbarium Leyden dan Kalkuta. Di Sumatra, tumbuhan ini dapat ditemukan di Palembang. Sedangkan, di Semenanjung Malaya, bisa ditemukan di Perak, Asam Kumbang, di Johor, dan Belitung. Sementara itu, di Kalimantan, tumbuhan ini agak umum ditemukan; terutama di Gunung Matang dekat Sarawak. Yang unik, spesies yang ada di Sarawak kelihatan mirip dengan spesimen yang didatai oleh De Vries di Kalimantan yang dianggap oleh Miquel sebagai Korthalsia angustifolia. Sementara itu, K. Heyne mendapatkan spesimen rotan dahanan dari Pontianak dan Banjarmasin.[2]

Tumbuhan ini tumbuh di rawa-rawa hingga pada ketinggian 50 mdpl. Rotan dahanan umum menutupi batang pada pohon yang dirambatnya.[1][3]

Kegunaan dan manfaat sunting

Rotan dahanan adalah salah satu palem penghasil rotan yang dipergunakan sebagai bahan tali-temali, keranjang, anyam-anyaman, karena kuat, tahan lama, dan sulit untuk dipatahkan. Di Bangka Belitung dan Sumatra, masyarakat mempergunakannya sebagai penambah penghasilan-tambahan buat penanamnya. Tumbuhan ini baik untuk anyaman, hanya saja kurang baik apabila diraut. Penggunaannya sebagai penambah penghasilan-tambahan sudah sedari zaman Hindia Belanda. Rotan ini tumbuh di pertambangan timah dan digunakan masyarakat dalam kegunaan yang sama, yakni dipergunakan sebagai keranjang pembawa timah. Pada masa Hindia Belanda, 100 batang rotan dahanan yang panjangnya 2.5 m dihargai sebesar 2,5 gulden pada masa itu.[1][3] Lain halnya dengan Odoardo Beccari (1918) yang menceritakan bahwa rotan dahanan dimakan oleh orang-orang desa bersama dengan sagu.[2]

Sampai tahun '80-an, pembudidayaan rotan dahanan kurang mendapat perhatian dari pemerintah. Keterangan biologis tumbuhan ini masih diperlukan untuk pengembangan budi dayanya pada masa depan, mengingat hutan tempat bertumbuhnya spesies ini mulai banyak dimanfaatkan

Referensi sunting

apa masa d

  1. ^ a b c d Heyne, Karel (1922) De nuttige planten van Nederlandsch-Indië 1:347. Batavia:Ruygrok.
  2. ^ a b c d e f Beccari, Odoardo (1918). "Asiatic Palms - Lepydocaryeae". Annals of Royal Botanic Garden, Calcutta. 11 (2 – 3): 1 – 231. 
  3. ^ a b c d e Sastrapradja, Setijati; Mogea, Johanis Palar; Sangat, Harini Murni; Afriastini, Johar Jumiati (1981) [1980]. Palem Indonesia. 13: 86 – 87. Jakarta: LBN - LIPI bekerja sama dengan Balai Pustaka.
  4. ^ Witono, Joko Ridho. "Keanekaragaman Palem (Palmae) di Gunung Lumut, Kalimantan Tengah" (PDF). Biodiversitas. 6 (1): 22 – 30. ISSN 1412-033X. [pranala nonaktif permanen]