Raja Patuan Natigor Lumban Tobing

Residen Tapanuli

Philip Lumban Tobing gelar Raja Patuan Natigor (dikenal sebagai Raja Patuan Natigor Lumban Tobing; disingkat R.P.N. Lumban Tobing) adalah Residen Tapanuli terakhir. Sebelumnya, ia merupakan Kepala Negeri Hutatoruan, Silindung.

Raja Patuan Natigor Lumban Tobing
Bupati Tapanuli Utara
Masa jabatan
1947–1949
Sebelum
Pendahulu
Frederik Siagian
Pengganti
P. Manurung
Sebelum
Bupati Sintang
Masa jabatan
1952–1953
Sebelum
Pendahulu
R.M. Sudiono
Pengganti
Raden Koesno
Sebelum
Bupati Sambas
Masa jabatan
1955–1958
Sebelum
Pendahulu
Raden Abubakar Arya Diningrat
Pengganti
Muhammad Zaini Noer
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Philip Lumban Tobing

(1909-06-28)28 Juni 1909
Tarutung, Silindung, Keresidenan Tapanuli
Partai politikPNI
Suami/istriSiti Hamzah br. Hutagalung
Hubungan
Orang tua
  • Raja Gayus Lumbantobing (bapak)
Alma materOSVIA Fort de Kock (sekarang menjadi IPDN Kampus Sumatera Barat)
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Riwayat Hidup sunting

Kehidupan awal sunting

Raja Patuan Natigor Lumban Tobing dilahirkan di Tarutung pada tanggal 28 Juni 1909. Ia adalah anak keempat dari 11 orang bersaudara. Salah satu saudaranya adalah Natiar Hulman Lumban Tobing, anggota DPR periode 1956–1959. Ayahnya bernama Raja Gayus Lumbantobing, salah seorang penguasa di Silindung. Ayahnya adalah anak dari Raja Pontas Lumbantobing, salah seorang penguasa di Silindung yang dibaptis oleh misionaris Ludwig Ingwer Nommensen.

Patuan Natigor mengikuti pendidikan dasar di HIS dan tamat pada tahun 1916. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan di Kweekschool Gunung Sahari di Jakarta dan lulus pada tahun 1927. Pendidikan terakhirnya adalah di OSVIA Fort de Kock, sebuah sekolah pendidikan calon pegawai negeri sipil yang sekarang berubah menjadi IPDN Regional Sumatera Barat. Ia tamat dari OSVIA pada tahun 1930.

Perjalanan karier sunting

Setelah lulus dari OSVIA pada tahun 1930, Patuan Natigor ditempatkan sebagai pegawai negeri sipil di Kantor Asisten Demang Dairi di Sidikalang. Berselang satu tahun, Patuan Natigor dipindahkan dari Sidikalang ke Barus, masih dengan jabatan yang sama sebagai pegawai negeri sipil di kantor asisten demang. Ia bekerja di Barus dari tahun 1931 hingga 1933.

Pada tahun 1933, Patuan Natigor diangkat sebagai Asisten Demang Sibolga. Ia menjabat posisi itu dari tahun 1931 hingga 1938. Pada tahun 1938, ia memilih mundur karena harus kembali ke Tarutung untuk mengisi posisi sebagai Kepala Negeri Hutatoruan menggantikan ayahnya yang pensiun.

Pada 17 April 1946, Raja Patuan Natigor dilantik sebagai anggota Dewan Perwakilan Sumatera (DPS) mewakili Keresidenan Tapanuli.[1] Pada 14 November 1959, DPRD Swatantra Tingkat I Kalimantan Barat menetapkan Raja Patuan Natigor sebagai salah satu calon Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Barat. Calon lainnya adalah Johanes Chrisostomus Oevaang Oeray. Namun pada 24 Desember 1959, Oevaang Oeray yang diputuskan oleh Presiden Republik Indonesia untuk menjadi Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Barat.[2]

Peninggalan sunting

Semasa menjabat sebagai Residen Tapanuli, Raja Patuan Natigor pernah menginisiasi berdirinya perguruan tinggi di wilayah Keresidenan Tapanuli. Perguruan tinggi tersebut diberi nama Universitas Tapanuli yang kampusnya terletak di ibu kota dari tiga kabupaten, yaitu di Kabupaten Tapanuli Selatan dengan ibu kota Padang Sidempuan, Kabupaten Tapanuli Tengah dengan ibu kota Sibolga, dan Kabupaten Tapanuli Utara dengan ibu kota Tarutung.[3][4]

Penghargaan sunting

Untuk mengenang jasa Raja Patuan Natigor, Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara menamai beberapa ruas jalan di Siborongborong dan Tarutung dengan nama Jalan Patuan Natigor.

Referensi sunting

  1. ^ Republik Indonesia. 10. Departemen Penerangan Indonesia. 1959. hlm. 122. 
  2. ^ Mimbar. Departemen Dalam Negeri. 1981. hlm. 26. 
  3. ^ "Sejarah". Universitas Graha Nusantara Padangsidimpuan. Diakses tanggal 6 Februari 2024. 
  4. ^ Harahap, Akhir Matua; Siregar, Kiman; Daulay, Mahmulsyah (18 Januari 2017). Pendidikan di Tapanuli Bagian Selatan. Yogyakarta: Deepublish. hlm. 46. ISBN 978-602-401-973-0.