Pilang

sejenis pohon polongan daerah kering

Pilang atau kabesak (Vachellia leucophloea Maslin, Seigler & Ebinger[3]) adalah sejenis pohon dari suku Fabaceae (=Leguminosae, polong-polongan) penghuni savana dan hutan musim di daerah kering. Bertajuk menyerupai payung, pohon dengan kulit batang berwarna putih kekuningan ini sering tampak menyolok di tengah-tengah semak dan padang rumput. Sebutan lainnya di antaranya: opilan, pèlang (Md.); pélang (Bali); kai bèsak, ai bèsak (Rote); dan kabèsa’ (Timor).[4]

Pilang
Vachellia leucophloea

Status konservasi
Risiko rendah
IUCN146517555
Taksonomi
DivisiTracheophyta
SubdivisiSpermatophytes
KladAngiospermae
Kladmesangiosperms
Kladeudicots
Kladcore eudicots
KladSuperrosidae
Kladrosids
Kladfabids
OrdoFabales
FamiliFabaceae
SubfamiliMimosoideae
TribusAcacieae
GenusVachellia
SpesiesVachellia leucophloea
Maslin, Seigler dan Ebinger, 2013
Tata nama
BasionimMimosa leucophloea (en)
Sinonim taksonMimosa leucophloea Roxb. (1800)[1]
Acacia leucophloea (Roxb.) Willd. (1806)[2]

Nama-namanya dalam bahasa lain, di antaranya: hiwar, haribawal, pilo-bawal (Gujarati); rhea, reru, rinj, rayni, safed kikkar (Hindi); safed babul (Bengali); sarai, vel-vaghe (Tamil); ta-noung (Burma); chalaep-daeng, phayamai (Thai); serta white-bark acacia, brewers acacia, distillers acacia (Inggris).[5]

Pengenalan sunting

 
Pohon pilang, Vachellia leucophloea di savana perbukitan SoE, NTT

Semak atau pohon berduri, tinggi hingga 35 m dan gemang mencapai 100 cm. Berbatang kekar, dengan beberapa cabang berdiameter besar; di tempat terbuka pilang membentuk tajuk lebar rindang serupa payung. Pepagan berwarna putih atau abu-abu kekuningan (leucophloea = dengan pepagan putih), halus, mengelupas dalam helaian panjang; di bagian bawah batang yang tua berubah menjadi kasar, menyerpih dan kehitaman. Ranting-ranting penuh dengan duri-duri yang tajam, panjang hingga 2,5 cm, coklat gelap atau hitam, jarang-jarang putih.[5][6]

 
Daun-daun pilang

Daun-daun majemuk menyirip berganda, dengan poros 3,5—8,5 cm dan 4—13 pasang sirip. Anak-anak daun 6—30 pasang pada tiap-tiap sirip, seperti garis, 3–11 mm x 0,5—1,7 mm. Bunga-bunga tersusun dalam bongkol yang hampir bulat, lk. 1 cm diameternya, putih kekuningan; bongkol-bongkol itu selanjutnya berkumpul dalam malai besar di ujung ranting, hingga 30 cm panjangnya. Buah polong bentuk garis, lurus atau sedikit lengkung, 6—15(—20) cm × 7–11 mm × 3 mm, coklat gelap, mengayu, tidak memecah, berisi 5—12(—20) biji yang pipih coklat keabu-abuan.[6]

Kegunaan sunting

 
Perbungaan

Tanin sunting

Pepagan (kulit batang) pilang menghasilkan bahan penyamak (tanin) yang pada masa lalu banyak digunakan dalam industri pengolahan kulit hewan (terutama sapi dan kerbau). Pepagan ini lk. 10–12 mm tebalnya, pahit kelat dan berbau seperti jengkol.[4] Kulit batang pilang mengandung tanin 11—20% (rata-rata 15%); kadar ini lebih tinggi pada pohon yang tua.[6] Tanin dari pilang memberikan warna merah terang yang indah, namun bekerja lambat dan kurang kuat sebagai bahan penyamak. Untuk keperluan-keperluan tertentu dalam penyamakan, sering kali pepagan pilang perlu dicampur dengan pepagan tengguli (Cassia fistula L.), atau bakau (Rhizophora spp.), atau bahan-bahan penyamak yang lain.[4]

 
Lukisan menurut Brandis, 1874

Di India, pepagan yang berasa kelat ini digiling halus dan dicampurkan dalam proses pembuatan bir. Dikatakan, bahwa penambahan kulit pilang ini memudahkan peragian dan memberikan rasa pahit yang enak.[4]

Kayu sunting

Pilang juga menghasilkan kayu yang indah dan bernilai tinggi. Kayu terasnya keras, kuat, dan berat (BJ 0,72–0,89 pada kadar air 15%). Berwarna kuning hingga merah kecoklatan (merah bata), serta berpola doreng gelap dan terang, kayu pilang ini merupakan kayu perkakas yang kuat dan indah.[5] Kayu pilang cukup awet (kelas awet III) dan kuat (kelas kuat II), asalkan digunakan di bawah atap dan tidak terhubung dengan tanah.[6] Ia juga mudah dikeringkan dan dipoles dengan hasil yang bagus, namun sukar dikerjakan karena teksturnya yang kasar dan arah seratnya yang kadang-kadang berpadu. Karena itu pemanfaatannya agak terbatas, seperti untuk konstruksi dalam ruangan, penutup lantai, mebel, alat-alat pertanian, tongkat, roda, gerobak, dan beberapa yang lain.[5][7]

Kayu gubalnya berwarna keputih-putihan dan kurang awet. Kayu pilang juga merupakan kayu bakar yang baik, serta dapat diolah menjadi arang. Sementara serat dari kulit kayu bagian dalam dapat dijadikan tali kasar dan jala. Pepagan yang dilukai mengeluarkan semacam resin (gom) yang digunakan sebagai bahan obat.[5]

Pakan ternak sunting

Daun-daun pilang, polong, serta rantingnya yang muda merupakan pakan ternak yang disukai. Hijauan pakan ternak ini mengandung sekitar 12,4% karbohidrat, 7,1% protein, dan 1,9% lemak yang dapat dicernakan. Hanya saja, adanya kandungan asam hidrosianat (yang besarnya bervariasi menurut tempat, musim dan jenis hijauan) bisa membatasi jumlah yang layak dikonsumsi ternak.[6] Tajuk pohon pilang juga memberikan naungan yang baik bagi pemeliharaan ternak di daerah kering. Rumput-rumput yang tumbuh di bawah naungan tajuk ini lebih lunak dan lebih disukai (palatabel) oleh ternak.[7]

Lain-lain sunting

Kecambah bijinya dimanfaatkan sebagai sayuran.[4] Perakarannya mengikat nitrogen dari udara, sehingga tanaman ini dapat memperbaiki kesuburan tanah.[6]

Ekologi dan perbanyakan sunting

Pilang merupakan pohon penyusun hutan-hutan di daerah kering hingga elevasi 800m: hutan musim tropika, savana, padang semak, dan juga gurun. Curah hujan rendah, antara 400–1500 mm pertahun, dan musim kemarau dapat berlangsung hingga 9-10 bulan. Perbedaan temperatur begitu ekstrem, antara -1° hingga 49 °C.[7]

Pohon ini biasa tumbuh pada tanah-tanah berpasir, tanah berbatu yang tidak subur, tanah kapur, tanah liat organik dan daerah-daerah endapan (aluvial). Pilang tumbuh lambat; di tanah yang subur semainya tumbuh hingga 0,6 m pertahun, akan tetapi dengan pengairan pohon ini dapat mencapai tinggi 7–10 m dalam 5-6 tahun. Semai pilang tidak tahan terhadap kompetisi dengan gulma, kebakaran dan pembekuan oleh suhu dingin; akan tetapi jika berhasil tumbuh mantap, pilang sangat tahan terhadap gangguan-gangguan itu dan kekeringan.[7]

Pilang dapat diperbanyak dengan biji atau cabutan. Biji-biji memerlukan perlakuan pendahuluan sebelum ditanam: direndam dengan air panas dan dibiarkan selama 24 jam, atau direndam asam sulfat 10-30 menit dilanjutkan dengan air dingin selama 24 jam. Biji dapat ditanam di persemaian atau, lebih baik, ditanam langsung di lapangan yang telah diolah tanahnya.[5]

Persebaran sunting

Pilang menyebar secara alami di wilayah-wilayah kering India, Srilanka, Bangladesh, Burma dan Thailand. Juga di Vietnam bagian selatan. Di Indonesia, pohon ini tumbuh alami di Jawa dan Bali, serta di Timor.

Referensi sunting

  1. ^ Roxburgh, W. (1800). Plants of the coast of Coromandel :selected from drawings and descriptions ... 2:27. 1800 ("1798")
  2. ^ Willdenow, C.L. (1806). Species plantarum: exhibentes plantas rite cognitas ad genera relatas, ... ed. 4, vol. 4(2): 1083
  3. ^ Maslin, B.R.; Seigler, D.S. & Ebinger, J. (2013). "New combinations in Senegalia and Vachellia (Leguminosae: Mimosoideae) for Southeast Asia and China". Blumea 58(1): 39-44(6), 2013. DOI: https://doi.org/10.3767/000651913X669914
  4. ^ a b c d e Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia 2: 881-883. Bogor: Badan Litbang Departemen Kehutanan (Versi berbahasa Belanda (1916): De nuttige planten van Ned. Indië, II: 224, Acacia leucophloea Willd.).
  5. ^ a b c d e f ICRAF Agroforestry Tree Database: Acacia leucophloea
  6. ^ a b c d e f E-Prosea Detail: Acacia leucophloea (Roxb.) Willd. Diarsipkan 2021-11-02 di Wayback Machine.
  7. ^ a b c d NFTA FACT Sheet: Acacia leucophloea - shade and fodder for livestock in and environments Diarsipkan 2008-09-08 di Wayback Machine., FACT 96-04, June 1996.

Pranala luar sunting