Ordo Taego atau Taegojong adalah ordo terbesar kedua dalam Buddhisme Korea dan merupakan salah satu ordo Zen terbesar di dunia.[1] Nama ordo ini, Taego diambil dari nama Master Taego Bowoo, yang mengantarkan era baru bagi agama Buddha di Korea. Berbagai aliran Sutra dan aliran Zen disatukan di bawah satu payung. Di Korea sendiri, ordo ini memiliki lebih dari 3.100 kuil Zen. Salah satu kuil itu, Seonamsa merupakan kompleks kuil yang indah yang terletak di pegunungan yang indah di Korea.[2]

Ordo Taego
Samcheonbuljeon (Balairung 3.000 Buddha) di Bongwonsa, Seoul, Korea Selatan
Nama Korea
Hangul
태고종
Hanja
Alih AksaraTaegojong
McCune–ReischauerT'aegojong
Bagian dari serial
Agama Buddha
Lima Kelompok
Caodong / Sōtō
Linji / Rinzai
Fayan / Hōgen
Guiyang / Igyō
Yunmen / Unmon
Tata cara
Meditasi duduk
Samādhi
Pencerahan
Pelatihan Kōan
Naskah utama
Sūtra Laṅkāvatāra
Sūtra Intan
Sūtra Hati
Sūtra Śūraṅgama
Sūtra Altar
Kumpulan Kōan
Agama Buddha Mahāyāna
Garis waktu agama Buddha
(Kategori)

Ordo Taego, meskipun menempati urutan kedua dalam hal jumlah biarawan dan penganut, memiliki lebih banyak kuil daripada Ordo Jogye, dan selain meditasi Seon, menjaga kesenian tradisional Buddhis tetap hidup, seperti tarian ritual.[3]

Sejarah sunting

Nama ordo ini, Taego diambil dari nama Master Taego Bowoo, yang mengantarkan era baru bagi agama Buddha di Korea.[2]

Setelah Park Chung Hee berkuasa pada tahun 1961 melalui sebuah kudeta, dia menghapus Ordonansi Kuil dan menggantikannya dengan Undang-Undang Pengelolaan Properti Buddhis (Bulgyo jaesang gwalli beop) pada tahun 1962. Di bawah undang-undang ini, seluruh organisasi Buddhis diwajibkan untuk mendaftar kepada pemerintah, dan yang pertama kali melakukannya adalah Orde Jogye (Daehan Bulgyo Jogyejong), pada Desember 1962. Pada waktu ini, biarawan selibat dan nonselibat (menikah) secara nominal terintegrasi dalam sebuah "ordo keagamaan persatuan" (tonghap jongdan) di bawah tekanan dari Park Chung Hee. Meskipun merupakan sebuah ordo persatuan, namun Ordo Jogye sama sekali tidak bersatu, karena konflik berlanjut sepanjang tahun 1960-an. Pertarungan di pengadilan akhirnya menyebabkan para biarawan selibat mengendalikan Ordo Jogye dan hampir semua biara dan kuil tradisional di Korea.[4]

Pada tahun 1970, kelompok biarawan nonselibat memutuskan hubungan dan membentuk sebuah ordo terpisah dari Ordo Jogye, yang secara hukum terdaftar dengan nama Ordo Taego Buddhis Korea (Hanguk Bulgyo Taegojong).[5]

Ciri khas sunting

Di bawah payung Buddhisme Korea, hampir tidak ada perbedaan antara Ordo Taego dengan ordo-ordo lainnya sehubungan dengan sang pendiri, karakteristik dasar dari pandangan teologis, pandangan-pandangan kebiarawan, aturan vinaya, upacara-upacara, aturan berpakaian, dan sebagainya. Semua ordo Buddhisme Korea berasal dari akar yang sama. Orde Taego memastikan bahwa para anggotanya sama-sama dihormati dan menahan diri dari permainan kekuasaan. Ordo ini mengikuti teori harmonis dari Master Won-Hyo dan juga merangkul harapan Master Taego Bowoo untuk integrasi penuh. Ini merupakan jalan yang digunakan sebagai pendekatan terhadap Buddha Dharma.[6]

Seonamsa merupakan salah satu biara utama Ordo Taego. Ordo Taego berkembang pesat sebagian karena program seminari dan instruktur dharma yang unik. Ordo ini juga mengizinkan para biksu Zen yang sudah ditahbiskan untuk menikah dengan keyakinan bahwa seorang biksu yang sudah menikah dapat menjadi aset besar dalam berbagi Dharma dan dalam konseling dengan komunitas umat awam. Saat ini sekitar setengah dari seluruh biarawan Ordo Taego menikah dan setengahnya yang lain menjalani kehidupan selibat,[1] Namun, biksuni ordo ini harus tetap hidup selibat.[7]

Ordo Taego secara luas merekomendasikan kepada setiap praktisi Buddhis untuk menemukan metodenya sendiri dalam pembinaan diri, seperti meditasi, mempelajari dan melantunkan sutra, dan sebagainya. Selain itu, Ordo Taego mendorong para praktisi untuk fokus yang lebih tinggi untuk mencapai Bodhi dan untuk fokus yang lebih bawah untuk meringankan penderitaan semua orang, dan cakupan komitmen Bodhisattva ini merupakan salah satu prinsip utama Ordo Taego.[2]

Sutra utama Ordo Taego adalah Sutra Intan dan Sutra Hiasan Bunga. Ajaran utama Sutra Intan adalah untuk mendorong orang membangun kemudi niat dan kebijaksanaan yang kukuh untuk memahami bahwa semua keberadaan adalah tidak kekal. Ajaran utama Sutra Hiasan Bunga didasarkan pada pengamatan kekosongan untuk memahami bahwa keseluruhan adalah tanpa diri, dan oleh karena itu, roda Dharma mengikuti Hukum Sebab-Musabab Yang Saling Bergantungan, yang menginspirasi orang untuk mencapai kehidupan mereka yang bebas rintangan.[2]

Ordo Taego melestarikan tradisi ritual Yeongsanjae, yang merupakan pemeragaan kembali khotbah Buddha tentang Sutra Teratai di Puncak Burung Nasar di India, yang melaluinya pesan-pesan filosofis dan spiritual dari agama Buddha disampaikan dan orang-orang yang hadir mengembangkan disiplin diri.[8] Setiap tahun, para biksu di Bongwonsa melaksanakan ritual Yeongsanjae untuk perdamaian dunia dan penyatuan kembali Korea, menjadikannya suatu upacara yang pas untuk Hari Pahlawan Nasional Korea, yang diperingati setiap tanggal 6 Juni.[7]

Prinsip-prinsip Ordo Taego sunting

Ordo Taego Buddhis Korea menghormati ajaran Buddha Sakyamuni, khususnya ajaran-ajaran mengenai pencerahan diri, mengajarkan jalan pencerahan kepada orang lain, dan menggunakan perilaku bijak yang dipasangkan dengan perasaan damai. Ordo Taego juga mengikuti prinsip-prinsip Master Taego Bowoo, yang berkisar di sekitar pencerahan diri dan menyelamatkan orang-orang yang menderita di dunia fana. Pencerahan diri bukan hanya mengacu kepada satu orang yang mencapai pencerahan dan kemudian membantu orang lain menemukannya, tetapi sebaliknya, mengacu kepada berbagi Buddha Dharma sehingga semua makhluk secara bersamaan dapat mencapai pencerahan dan pembebasan dari penderitaan dunia fana.[6]

Penyebaran di dunia Barat sunting

Sebelum tahun 2004, hampir keseluruhan ordo ini terdiri dari para biksu berkebangsaan Korea. Hal ini dikarenakan konstitusi Taego mengharuskan semua biksu menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi Buddhis dan lulus dengan pendidikan Buddhis yang luas sebelum dapat ditahbiskan sepenuhnya. Ini menyulitkan orang Barat untuk menjadi biksu Zen Taego karena program studi perguruan tinggi dan universitas Buddhis hanya diajarkan dalam bahasa Korea. Semua orang non-Korea harus terlebih dahulu belajar bahasa Korea dan kemudian menjalani studi purnawaktu di Korea selama 4 tahun, yang merupakan tantangan bagi mereka yang tinggal di luar Korea. Namun, semuanya berubah seiring dengan terbentuknya Institut untuk Studi Buddhis. Pada tahun 1999, Yang Mulia Dr. Jongmae Park, Direktur Buddhis di Universitas California Selatan (USC) menulis seluruh program studi Buddhis. Pada tahun 2007, dia membuat program tersebut tersedia dalam bentuk kursus "belajar di rumah" dan dianggap setara dengan mengambil program studi Buddhis Taego di Korea.[2] Institut untuk Studi Buddhis tersebut berdiri pada tahun 2004.[9]

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Seon Korea, orang-orang Barat dapat belajar Seon Korea dalam bahasa Inggris dan bahasa lainnya, serta berlatih setara dengan para biksu Zen Taego Korea di Korea setelah lulus.[2]

David Zuniga, yang sedang menempuh pendidikan doktor untuk menjadi seorang psikolog, menjadi orang Barat pertama yang ditahbiskan dalam Ordo Taego pada tahun 2005, setelah menjalani proses penahbisan yang intensif selama 25 hari.[10] Dia ditahbiskan dengan nama "Dae-il Sunim".[11]

Referensi sunting

  1. ^ a b "The Taego Order". Muddy Water Zen. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-02-25. Diakses tanggal 12 April 2020. 
  2. ^ a b c d e f "Taego Order History". Taego Order American-European Parish. Diakses tanggal 12 April 2020. 
  3. ^ Kang Su-mok (16 Juni 2019). "Korean Buddhism has its own unique characteristics different from other countries". The Korea Post. Diakses tanggal 13 April 2020. 
  4. ^ Michael Jerryson, ed. (2017). The Oxford Handbook of Contemporary Buddhism. Oxford University Press. hlm. 103-104. ISBN 9780199362387. Diakses tanggal 12 April 2020. 
  5. ^ Michael Jerryson, ed. (2017). The Oxford Handbook of Contemporary Buddhism. Oxford University Press. hlm. 104. ISBN 9780199362387. Diakses tanggal 12 April 2020. 
  6. ^ a b "태고보우 / 太古普愚 Taego Bou (1301-1382) aka 보우국사 / 普愚國師 Bou Guksa 태고국사 / 太古國師 Taego Guksa (Magyar átírás:) Tego Po'u / Pou Guksza / Tego Guksza". Terebess.hu. Diakses tanggal 13 April 2020. 
  7. ^ a b Hallie Bradley (21 Februari 2013). "Bongwonsa Temple and 3000 Buddhas In Seoul, Korea". The Soul of Seoul. Diakses tanggal 13 April 2020. 
  8. ^ "Yeongsanjae - Republic of Korea, Inscribed in 2009 (4.COM) on the Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity". UNESCO Intangible Cultural Heritage. Diakses tanggal 13 April 2020. 
  9. ^ "The Institute". IBS-U.S.A. Dong Bang Buddhist College International - Taego Order. Diakses tanggal 13 April 2020. 
  10. ^ Luz Moreno-Lozano (23 Januari 2020). "Returning to the path". Austin American-Statesman. Diakses tanggal 13 April 2020. 
  11. ^ Eileen E. Flynn (American-Statesman) (6 Februari 2006). "Buddhist monk is first Westerner ordained in Korean order". Buddhist Channel. Diakses tanggal 13 April 2020. 

Pranala luar sunting