Masjid Kauman Pleret

masjid di Indonesia

Masjid Kauman Pleret (Jawa: ꦩꦱ꧀ꦗꦶꦢ꧀ꦏꦲꦸꦩ꧀ꦩꦤ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦫꦺꦠ꧀) adalah situs bersejarah berupa masjid yang terletak di Kauman, Pleret, Pleret, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lingkungan fisik Situs Masjid Kauman Pleret meliputi dataran rendah pada bentang lahan dataran fluvio gunung api yang diapit oleh dua buah sungai, yaitu Sungai Gajahwong di sebelah barat dan Sungai Opak di sebelah timur.

Masjid Kauman Pleret
ꦩꦱ꧀ꦗꦶꦢ꧀ꦏꦲꦸꦩ꧀ꦩꦤ꧀ꦥ꧀ꦭꦺꦫꦺꦠ꧀
Masjid Kauman Pleret
Agama
AfiliasiIslam
ProvinsiDaerah Istimewa Yogyakarta
StatusTidak digunakan, proses revitalisasi sedang berlangsung
Lokasi
LokasiPleret, Pleret, Bantul
MunisipalitasBantul
NegaraIndonesia
Koordinat7°51′53.7″S 110°24′20.4″E / 7.864917°S 110.405667°E / -7.864917; 110.405667
Arsitektur
TipeMasjid
Gaya arsitekturTradisional Jawa
Rampung1649
Luas kawasan1.600 m2 (17.000 sq ft)

Mengacu pada Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 74 Tahun 2008, Kawasan Cagar Budaya Pleret merupakan salah satu kawasan cagar budaya kategori kelas C di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.[1] Adapun penelitian di Kawasan Cagar Budaya Pleret ini sudah memasuki hampir tiga dekade, yaitu diawali pada tahun 1976 hingga tahun 2017.[2]

Sejarah sunting

Proses pembangunan sunting

Masjid Agung Kauman Pleret dibangun oleh Raja Mataram Islam ke-4 yang berkedudukan di Pleret bernama Amangkurat I atau Amangkurat Agung. Serat Babad Momana[3] menyebutkan bahwa pada tahun 1571 Jawa atau sekitar 1649 Masehi adalah waktu pembangunan Masjid Agung Kauman Pleret. Pendapat ini diperkuat oleh Ricklefs yang menyatakan bahwa pendirian Masjid Agung Kauman Pleret juga disebutkan dalam Babad ing Sangkala yaitu pada bulan Muharram tahun 1571 Jawa.[4] Dua babad tersebut tentunya cukup untuk dijadikan dasar informasi mengenai waktu pembangunan Masjid Agung Kauman Pleret. Dibangunnya Masjid Agung Gedhe di daerah Pleret disebabkan kala itu ibu kota Kerajaan Mataram Islam dipindahkan dari Kotagede ke Karta atau Kerto kemudian ke Pleret. Perintah perpindahan ibu kota dari Kerto ke Pleret ini dapat diketahui dalam Babad Tanah Jawi, Bahwa Raja berkata:

“…serupane kawulangsun kabeh, padha nyithaka bata, ingsun bakal mingser teka ing kutha kerta, patlasane kangieng rama ingsun tan arsa ngenggoni. Ingsun bakal yasa kutha ing Plered….”

“…semua rakyatku, kalian buatlah bata. Saya akan pindah dari Kerta, karena saya tidak mau tinggal di bekas (kediaman) ayahanda. Saya akan membangun Kota Plered….”[5]

Berdasarkan keterangan Babad Tanah Jawi di atas, dapat diketahui bahwa setelah Sunan Amangkurat I dinobatkan sebagai raja Mataram beliau tidak ingin bertakhta di Kerto bekas kediaman ayahnya, Sultan Agung. Beliau kemudian memerintahkan kepada rakyatnya untuk mencetak bata guna membangun istana baru di Pleret yang sebelumnya memang telah direncanakan sebagai bakal calon Mataram yang baru. Semenjak itu pembangunan istana oleh Amangkurat I terus dilakukan.[6]

Babad ing Sangkala menyebutkan perpindahan Sunan Amangkurat I ke Pleret terjadi sekitar tahun 1569 Jawa atau 1647 Masehi.[7] Berdasarkan cacatan Lons, ketika mengunjungi Pleret tahun 1733 Masehi menggambarkan bahwa Keraton ini dibuat batu dan lebih besar daripada Keraton Kartasura. Pleret sebagai ibu kota Kerajaan Mataram berlangsung selama Sunan Amangkurat I memimpin kerajaan yaitu tahun 1646 hingga 1677 Masehi. Pleret dibangun dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh pusat pemerintahan, salah satunya adalah pembangunan sarana keagamaan sebagai salah satu sarana pemenuhan kebutuhan religi bagi masyarakat yaitu pembangunan Masjid Agung Pleret yang saat ini lokasinya secara administratif berada di Dusun Kauman.

Kerusakan sunting

Masjid Agung Pleret dibangun setelah Susuhunan Amangkurat I pindah ke Pleret selama 2 tahun yaitu sekitar bulan Muharram tahun 1571 Jawa atau 1649 Masehi. Menurut catatan Lons ketika berkunjung tahun 1733 Masehi, Masjid Agung Pleret berukuran besar, berbentuk segi empat namun telah mengalami kerusakan. Lons masih sempat menyaksikan masjid tersebut mempunyai tiga pintu di sebelah timur dan mempunyai serambi depan yang besar, masjid tersebut dikelilingi tembok tebal dan tinggi.[8]

Akhir masa Keraton Pleret sebagai pusat pemerintahan Mataram Islam ditandai dengan serbuan pasukan Trunajaya yang mengakibatkan Amangkurat I meninggalkan kota itu pada tanggal 28 Juni 1677 M. Setelah menguasai Pleret, Trunajaya memerintahkan untuk menghancurkan keraton tersebut namun Masjid Agung Pleret tidak ikut dihancurkan. Disebutkan pula bahwa Pangeran Puger, salah seorang putra Amangkurat I kembali ke Pleret dan berhasil merebut kerajaan dari tangan Trunajaya. Ia tinggal di Pleret hingga tahun 1644 J (1722 Masehi) kemudian pindah ke Kartasura. Alasan pemindahan ini adalah karena Keraton Pleret telah ditaklukkan. Dalam filosofi Jawa, ketika sebuah keraton ditaklukkan maka tidak layak lagi untuk ditempati. Sejak saat itu, Keraton Pleret tidak berfungsi lagi.[9]

 
Pabrik Gula Kedaton Pleret sekitar tahun 1935

Pada masa kolonial Belanda, sekitar tahun 1860-an bekas-bekas bangunan di Pleret diambil batanya untuk membangun Pabrik Gula Kedaton Pleret. Begitu pula dengan bata Masjid Agung Pleret. Bata dan batu masjid tersebut juga diambil untuk membangun pabrik gula. Meskipun demikian, ketika Rouffaer mengunjungi tempat itu pada tahun 1889, ia masih dapat membuat peta sketsa keraton berdasarkan peninggalan-peninggalan yang masih ada. Ia memperkirakan bahwa tembok istana dulu tingginya antara 5–6 m, tebalnya 1,5 m, dan terbuat dari bata. Bagian atasnya di beri penutup berbentuk segitiga yang terbuat dari balok-balok batu putih. Informasi mengenai Masjid Agung kembali diketahui setelah sekitar delapan dekade kemudian yaitu tahun 1940-an. Kala itu Jepang tengah menjajah Indonesia dan membangun terowongan bawah tanah di kompleks Masjid Agung. Terowongan tersebut digunakan sebagai tempat persembunyian. Selanjutnya, di wilayah Pleret sebagai bekas Kerajaan Mataram Islam dilakukan beberapa penelitian dan ekskavasi.[10]

Bangunan sunting

 
Informasi dasar mengenai Situs Masjid Kauman Pleret.

Situs Masjid Kauman Pleret merupakan salah satu situs yang berada di Kawasan Cagar Budaya Pleret, yang dahulu menjadi ibu kota ketiga dari Kesultanan Mataram setelah Kotagede dan Kerto. Di Kawasan Cagar Budaya Pleret dijumpai situs-situs masa Mataram Islam yang beragam serta data toponim seperti Situs Kedaton, Situs Sumur Gumuling, Makam Gunung Kelir, dan Situs Kerta (Lemah Dhuwur).[11]

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta maupun Dinas Kebudayaan D.I Yogyakarta, Masjid Pleret merupakan masjid yang besar pada zamannya. Masjid ini berukuran 40 × 40 meter. Ruang utama masjid ini diperkirakan ditopang oleh empat soko guru dan beberapa tiang penyangga atau perimeter. Saat ini umpak yang masih ditemukan secara in situ (belum berpindah tempat) berjumlah 22 buah. Masjid dibangun dengan bahan bata dan batu putih dengan teknik pengerjaan tanpa spesi atau teknik kosod.[12]

Saat ini kondisi fisik Cagar Budaya Masjid Agung Kauman Pleret menyisakan reruntuhan masjid berupa mihrab, beberapa umpak berbentuk bulat yang terbuat dari batu andesit, pagar masjid di sebelah utara dan beberapa struktur masjid yang terdiri dari batu dan bata

Penelitian sunting

Penelitian diawali tahun 1976 yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional. Kemudian tahun 1978 dilakukan survei arkeologis, toponimis dan geologis.[13] Penelitian selanjutnya dilakukan tahun 1980 hingga 1981.[14][15] Ekskavasi dilakukan pertama kali tahun 1985 oleh Balai Arkeologi Yogyakarta. Sekitar tahun 2003, ekskavasi kembali dilakukan di Masjid Agung Kauman. Kegiatan ini dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DIY.[16] Data arkeologis yang diperoleh dalam ekskavasi ini di antaranya:

  • sisa-sisa struktur fondasi masjid sisi utara yang terbuat dari batu putih,
  • sisa struktur fondasi sisi barat, struktur tangga masuk pada benteng di sisi timur,
  • reruntuhan pagar sisi selatan, struktur fondasi umpak, dan
  • trap tangga di depan mihrab dan sebagian lantai batu putih.

Pada tahun 2005 kembali dilakukan ekskavasi tahap ketiga yang membuka 42 kotak yang tujuannya melacak struktur denah masjid dan jagang masjid.[17] Jagang masjid diperkirakan berada di sisi timur masjid. Ekskavasi tahap keempat dilakukan tahun 2007 semakin memperkuat bukti jagang masjid terletak di sebelah timur. Ekskavasi kali ini membuka 13 kotak dan melacak struktur sudut masjid sebelah tenggara.

Tahun 2008 dilakukan ekskavasi tahap kelima yang menitikberatkan pada bagian barat situs (fondasi dinding sebelah barat, struktur sudut barat daya, dan struktur barat laut), struktur umpak dan landasan di bagian tengah serta bagian timur masjid.[18] Ekskavasi tahap ke VI pada tahun 2009 berhasil mendapatkan data pintu masuk sebelah timur yang membujur arah utara-selatan sepanjang 175 cm dan memiliki lebar 50 cm.[19]

Penelitian dan ekskavasi tahap VII tahun 2010 dilakukan di sektor barat, barat daya dan timur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sebelah barat daya situs Masjid Agung Gedhe Kauman Pleret terdapat bangunan pendukung masjid yang diperkirakan sebagai tempat tinggal imam.[20] Di sisi selatan ada indikasi terputusnya struktur fondasi dinding masjid. Temuan di sisi timur menunjukkan adanya stuktur yang diperkirakan bagian dari struktur serambi, sedangkan di sisi barat menunjukkan indikasi perbedaan ketinggian antara lantai pengimaman dan lantai jemaah.

Ekskavasi terakhir dilaksanakan pada tahun 2017 bertujuan untuk mengungkap keberadaan bangunan masjid secara keseluruhan baik denahnya maupun komponen bangunan yang ada pada masjid tersebut. Upaya mengungkap denah masjid dan komponen masjid ini penting dilakukan sebagai dasar bagi pemanfaatan situs ini sebagai situs museum.

Kondisi fisik sunting

 
Kondisi Situs Masjid Kauman Pleret pada saat ini.

Hasil penelitian Mundardjito menunjukkan bahwa ada enam variabel sumber daya lingkungan yang dapat diamati di sekitar situs Masjid Agung Kauman Pleret, yaitu:[21]

Ketinggian tempat: Ketinggian situs ini sekitar 57 mdpl dan termasuk dalam kategori dataran rendah.[22] Kontur tanah tidak merata atau menurun. Tanah di sisi barat lebih tinggi daripada sisi timur. Jenis tanah yang diketahui dari kotak ekskavasi adalah tanah humus dan tampaknya sudah teraduk.

Kelerengan: Kelerengan situs adalah < 2%. Lokasi kelerengan 0-2% dapat dikatakan memiliki kelerengan rata atau hampir rata.[22]

Bentuk lahan: Dusun Kauman, Pleret dikategorikan ke dalam bentuk dataran fluvio vulkanik (Dfg) yang rentang ketinggiannya mulai dari 125 mdpl hingga 0 mdpl di daerah pantai selatan.

Tanah: Tanah di sekitar situs dapat dikategorikan sebagai tanah kambisol dengan tekstur geluh berpasir hingga gelur berlempung, struktur remah hingga gumpal, gembur hingga teguh dan agak lekat bila dalam kondisi basah, berwarna cokelat hingga cokelat kelabu, permeabilitas sedang, daya serap terhadap air tinggi serta tanah dapat diolah dengan ringan.

Batuan: Disebabkan bentuk lahannya merupakan dataran fluvio vulkanik, maka jenis batuannya juga termasuk dalam batuan vulkanik muda yaitu batuan hasil proses pengendapan material asal gunung api yang terdiri dari tufa.

Sungai: Keraton Pleret dibatasi oleh dua sungai yaitu Kali Gajah Wong di sebelah barat dan Kali Opak di sebelah timur. Kedua sungai ini diperkirakan berperan penting terhadap keberadaan Masjid Kauman Pleret. Salah satunya sebagai sumber air untuk mengairi jagang masjid yang diperkirakan dialirkan dari Kali Opak melalui kanal buatan yang melewati masjid tersebut.[23]

Upaya pelestarian sunting

Upaya pelestarian pertama kali dilakukan tahun 2016. Pada saat itu dilakukan penataan dan perlindungan situs dari cuaca hujan dan panas. Pelestarian tahap kedua dilaksanakan tahun 2017. Pelestarian tahap kedua berupaya untuk membuat situs ini menjadi museum berbasis situs arkeologi atau situs museum.[24]

Lihat pula sunting

Rujukan sunting

  1. ^ Himpunan Peraturan Pemerintah Daerah Daerah Intimewa Yogyakarta tentang Warisan Budaya dan Cagar Budaya dari Tahun 2012 – 2014.
  2. ^ Tim Penelitian, 2009. Laporan Ekskavasi Penyelamatan dan Pendokumentasian Benda Cagar Budaya di Situs Masjid Kauman Pleret Bantul Tahun 2003. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
  3. ^ Suryanagara, K.P.A. Tanpa tahun. Serat Babad Momana. Naskah ketikan koleksi Badan Penerbit Soemodidjojo Maha Dewa. Tidak terbit.
  4. ^ Calvin), Ricklefs, M. C. (Merle (2008). A history of modern Indonesia since c.1200 (edisi ke-4th ed). Basingstoke: Palgrave Macmillan. ISBN 9780230546868. OCLC 214306164. 
  5. ^ Inajati., Adrisijanti, ([2000?]). Arkeologi perkotaan Mataram Islam. Yogyakarta: Jendela. ISBN 9789799597847. OCLC 48399131. 
  6. ^ Wiratna., Sujarweni, V. (2012). Yogyakarta : episode jejak-jejak Mataram Islam. Yogyakarta: Global Media Informasi. ISBN 9789791119894. OCLC 894942418. 
  7. ^ Calvin), Ricklefs, M. C. (Merle (2008). A history of modern Indonesia since c.1200 (edisi ke-4th ed). Basingstoke: Palgrave Macmillan. ISBN 9780230546868. OCLC 214306164. 
  8. ^ "Keraton yang Hilang". Kompas.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2017-12-05. 
  9. ^ Raka., Revolta, (2008). Konflik berdarah di tanah Jawa : kisah para pemberontak Jawa. Yogyakarta: Bio Pustaka. ISBN 9786028097123. OCLC 298706746. 
  10. ^ "Menguak Informasi Penggalian Situs Kauman Pleret". TeamTouring (dalam bahasa Inggris). 2013-06-30. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-06. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  11. ^ "Museum Sejarah Purbakala Pleret". www.gudeg.net. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  12. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-05. Diakses tanggal 2017-12-05. 
  13. ^ Nurhadi dan Armeini. 1976. Laporan Survei Kepurbakalaan Kerajaan Mataram Islam (Jawa Tengah). Yogyakarta: Proyek Penelitian dan Penggalian Purbakala, Departemen P & K.
  14. ^ Adrisijanti, Inajati dan Novida Abbas. 1981. Laporan Penelitian Pleret. Yogyakarta: Proyek Penelitian Purbakala Yogyakarta.
  15. ^ Nayati, Widya, 1982. “Keletakan Bekas Kota Pleret di Kabupaten Bantul, daerah Istimewa Yogyakarta:Berdasarkan Interpretasi Foto Udara”. Skripsi. Yogyakarta: Jurusan Arkeologi UGM. Suryanagara,K.P.A., Tanpa Tahun. Serat Babad Momana. Naskah ketikan koleksi Badan Penerbit Soemodidjojo Maha Dewa. Tidak Terbit.
  16. ^ Tim Penelitian, 2003. Laporan Ekskavasi Penyelamatan dan Pendokumentasian Benda Cagar Budaya di Situs Masjid Kauman Pleret Bantul Tahap I Tahun 2003. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
  17. ^ Tim Penelitian, 2005. Laporan Ekskavasi Penyelamatan dan Pendokumentasian Benda Cagar Budaya di Situs Masjid Kauman Pleret Bantul Tahap III Tahun 2005. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
  18. ^ Tim Penelitian, 2008. Laporan Ekskavasi Penyelamatan dan Pendokumentasian Benda Cagar Budaya di Situs Masjid Kauman Plered Bantul Tahap V Tahun 2008. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
  19. ^ Tim Penelitian, 2009. Laporan Ekskavasi Penyelamatan dan Pendokumentasian Benda Cagar Budaya di Situs Masjid Kauman Plered Bantul Tahun 2003. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
  20. ^ Andriadi, Rully, S.S. 2010. Laporan Ekskavasi Situs Purbakala di Kawasan Cagar Budaya Pleret Tahun 2010 Situs Masjid Kauman Pleret (Tahap VII). Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
  21. ^ Free Download Pertimbangan Ekologis Penempatan Situs Masa Hindu - Budha di Daerah Yogyakarta PDF by Mundardjito 9793258004 | Popular free eBooks & texts (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-12-05. Diakses tanggal 2017-12-04. 
  22. ^ a b van., Zuidam, R. A. (1979). Terrain analysis and classification using aerial photographs : a geomorphological approach. Enschede, the Netherlands: International Institute for Aerial Survey and Earth Sciences (ITC). ISBN 9789061640387. OCLC 7601266. 
  23. ^ Tim Penelitian, 2007. Laporan Ekskavasi Penyelamatan dan Pendokumentasian Benda Cagar Budaya di Situs Masjid Kauman Pleret Bantul Tahap IV Tahun 2007. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
  24. ^ Afif, Muhammad dan Surayati. 2017. Laporan Pendampingan Penataan Cagar Budaya Situs Masjid Agung Kauman Pleret 2017. Yogyakarta: tidak diterbitkan

Pranala luar sunting