Lompat tinggi adalah suatu bentuk gerakan melompat ke atas dengan cara mengangkat kaki ke depan ke atas sebagai upaya membawa titik berat badan setinggi mungkin dan secepat mungkin jatuh (mendarat) dengan cara melakukan tolakan pada salah satu kaki untuk mencapai suatu ketinggian tertentu. Tujuan utama dari lompat tinggi adalah mengangkat badan setinggi mungkin agar dapat melewati mistar. Tingginya lompatan bergantung pada tiga faktor. Pertama, pelompat harus mengembangkan daya angkat sebesar mungkin agar dapat melempari badan ke udara dengan kecepatan yang sebesar-besarnya. Tinggi yang dicapai oleh badan sesuai dengan kecepatan yang digunakan untuk meninggalkan tanah. Kedua, sudut tolakan sedapat mungkin mendekati tegak lurus agar dapat memusatkan gaya untuk mencapai ketinggian, namun sudut tolakan itu harus cukup untuk membawa badan dari sebelah mistar ke sebelah yang lain. Ketiga, jarak di mana titik berat badan dapat diangkat terbatas. Pada target lompatan, batas jarak harus antara 2 dan 3 kaki dimana seseorang pelompat yang terbaik dapat menolakan titik beratnya ke atas dari sikap berdiri dengan tangan disamping badan.[1]

Nicole Forrester seorang atlet lompat tinggi dunia.

Perkembangan

sunting

Dalam cabang olahraga lompat tinggi, semua atlet berupaya untuk melompat setinggi mungkin. Dick Fosbury adalah nama orang yang merevolusi cabang olahraga lompat tinggi ketika ia memilih pendekatan yang berbeda dalam melompat. Sebelum Olimpiade Mexico City tahun 1968, semua atlet lompat tinggi melompat dengan cara berguling ke depan atau ke samping. Dick Fosbury mengubah pendekatan konvensional itu ketika memenangkan medali emas Olimpiade dengan cara melompat terbalik dan punggung terlebih dahulu. Cara ekstrem ini kemudian dipelajari oleh semua atlet lompat tinggi dunia setelah kesuksesan Fosbury pada Olimpiade 1968. Sejak Vladimir Yaschenko pada tahun 1978 mencetak rekor dunia gaya straddle dengan catatan tinggi 2,34 meter, semua juara dunia lompat tinggi setelah itu menggunakan gaya Fosbury Flop dalam mencetak rekor dunia. Rekor terbaik untuk cabang olahraga lompat tinggi dicetak oleh Javier Sotomayor asal Kuba pada 1993 dengan catatan tinggi 2,45 meter.[2]

Sarana

sunting

Lapangan lompat tinggi terdiri dari jalur lari, palang dan daerah jatuh. Jalur lari digunakan untuk awalan sebelum melompat. Jalur lari yang digunakan untuk awalan tidak kurang dari 15 meter. Jalur ini tidak boleh naik atau turun. Kemiringannya harus sekecil mungkin. Sementara tempat yang digunakan untuk tolakan harus lurus dan tidak boleh miring. Palang adalah batas bawah yang harus dilewati atlet lompat tinggi. Dalam aturan IAAF, palang yang digunakan untuk lompat tinggi harus menggunakan balok yang terbuat dari fiber bukan logam. Peraturan ini digunakan untuk mencegah cedera ketika atlet melompat dan menyentuh palang. Palang diletakkan pada penyangga dan beberapa lubang untuk menempatkan palang di ketinggian yang diinginkan. Daerah jatuh adalah tempat yang diperbolehkan untuk mendarat setelah melompat. Panjang daerah jatuh atau tempat mendarat tidak boleh kurang dari 5 meter dan lebar 3 meter.[3]

Teknik

sunting
  • Awalan merupakan kunci pertama bagi pelompat dalam melakukan lompatan.
  • Tumpuan dilakukan dengan kaki terkuat dan harus tepat pada titik tumpu.
  • Melayang saat melewati mistar, titik berat badan sedekat mungkin dengan mistar, dilakukan dengan tenaga sedikit mungkin dan sadar untuk menghindari gerakan yang tidak perlu.
  • Pendaratan merupakan sikap badan saat mendarat tergantung dari masing-masing gaya, dilakukan secara sadar dan posisi badan sedemikian rupa sehingga tidak mengakibatkan rasa sakit atau cedera.[4]

Guling perut

sunting
 
Yelena Slesarenko pada Stavanger Games 2007.

Gaya guling perut salah satu gaya dalam lompat tinggi di mana posisi badan telungkup untuk melewati mistar. Karakteristik dalam pelaksanaan gaya guling perut diawali dengan gerakan awalan, tolakan atau tumpuan, sikap badan di atas mistar dan mendarat. Pada awalan pelompat mengambil langkah dari depan mistar atau bilah ke belakang 5 atau 7 langkah, pada hitungan 5 atau 7 langkah kaki kiri atau tumpu menginjak balok tolakan. Pada waktu akan melakukan tumpuan, pelompat pada tiga atau lima langkah terakhir harus sudah mempersiapkan kakinya untuk melakukan tolakan yang sekuat-kuatnya, sehingga dapat mengangkat tubuhnya melayang ke atas. Tolakan dimulai dari tumit, terus ke telapak kaki dan berakhir pada ujung jari kaki yang dilakukan secara cepat dan tepat. Pada saat titik berat badan berada di atas kaki tolakan, secepat mungkin pergelangan kaki ditolak lurus ke atas, badan dicondongkan ke belakang hingga berat badan berada pada kaki belakang (kaki ayun) sikap badan di atas mistar dibentuk mulai dari saat lepasnya kaki tolak sampai melayang di atas mistar.[5] Posisi badan di atas mistar yaitu setelah tungkai yang diayunkan melewati mistar, posisi badan telungkup di atas mistar, dengan posisi pinggul lebih tinggi dari punggung. Kaki tolak dengan lutut dibengkokkan menuju ke samping. Sementara itu, kepala di miringkan kebawah mistar, tubuh akan jatuh menuju tempat pendaratannya.[6] Pada waktu mendarat atau jatuh yang pertama kali kena adalah kaki kanan dan tangan, bila tumpuan menggunakan kaki kiri, lalu bergulingnya yaitu menyusur punggung, tangan dan berakhir pada bahu dan punggung badan.[5]

Guling sisi

sunting

Gaya guling sisi adalah gaya dimana pelompat melakukan tolakan dengan kaki yang terdekat dengan mistar. Cara melakukannya adalah pertama pelompat mengambil awalan atau ancang-ancang dari samping dengan sudut antara 35° sampai 45° dari pada letak mistar. Misalnya jika si pelompat melakukan tolakan dengan kaki kiri, maka awalannya dari samping kid. larak awalan tergantung dari pelompat sendiri, apakah tiga langkah, lima langkah, tujuh langkah, dan seterusnya. Hal ini biasanya disesuaikan dengan ketinggian mistar yang akan dilompatinya. Hal yang harus diperhatikan adalah tiga langkah yang terakhir harus dilakukan dengan langkah yang lebih panjang dan lebih cepat. Kedua, melakukan tolakan sekuat-kuatnya ke atas agar dapat membawa atau mengangkat seluruh tubuh melayang ke udara setinggi-tingginya. Melakukan tolakan dengan kaki yang terdekat pada mistar. Ketiga, setelah kaki ayun (kaki kanan) mencapai ketinggian maksimum. secepatnya kaki tolakan (kaki kiri) diayunkan atau diangkat ke atas bersamaan dengan badan diputar ke samping kiri hingga sikap tubuh berubah (lay out). Seolah-olah seperti tidur miring pada sisi badan sejajar dengan mistar. Kemudian badan digulingkan ke kiri melewati mistar dengan kaki tolakan dilipat dekat ke badan, dan kaki ayun diluruskan. Keempat, setelah kaki tolakan melewati mistar segera turunkan, untuk mendarat dibantu dengan kedua tangan jika diperlukan dengan sikap badan.[7]

Gunting

sunting

Gaya gunting adalah gaya lompat tinggi tertua di dunia. Gaya ini muncul dengan hadirnya olahraga atletik lompat tinggi di olimpiade Skotlandia di abad ke-19. Pada gaya ini posisi kaki yang melompat, mengayun dan melewati mistar tampak seolah-olah seperti gerakan gunting. Gaya gunting diawali dengan lompatan yang berasal dari tolakan kaki terkuat dan dilanjutkan dengan ayunan kaki satunya ketika tubuh mendekati mistar sehingga akhirnya kedua kaki dan seluruh tubuh bisa lobos melewati mistar pada ketinggian tertentu. Selanjutnya gaya gunting ini disempurnakan oleh Michael Sweeney dan perbedaannya terletak pada awalan untuk melakukannya. Pada gaya gunting klasik, gaya lompat yang dilakukan merupakan gaya jongkok dan posisi tubuh berada di depan mistar, sementara Sweeney mengubahnya menjadi awalan dengan posisi tubuh berada di samping mistar segingga gerakan gunting ini dilakukan dengan posisi tubuh miring atau sejajar dengan mistar.[8]

Punggung

sunting

Lari awalan pada lompat tinggi gaya puggung yang diperhatikan adalah harus dapat dilakukan dengan cepat dan menikung (curved run up). Dari mulai start harus sedikit menikung, kemudian semakin tajam tikungannya. Bentuk lari awalan tersebut membawa pelompat kepada sikap lari yang khas pada lompat tinggi gaya punggung. Caranya badan akan condong atau miring ke dalam. Apabila pelompat menggunakan tolakan dengan kaki kanan, maka lari awalannya dilakukan dari sebelah kiri mistar. Tetapi bila menggunakan tolakan dengan kaki kiri, awalan dilakukan dari sebelah kanan mistar. Jumlah langkah dalam menentukan lari awalan antara 5 sampai 9 langkah. Sikap saat di atas mistar adalah badan seakan-akan terlempar mundur melintasi mistar, yaitu setelah menolak dari tanah. Badan di atas mistar terlentang agak serong di atas mistar, jadi perut dan muka menghadap ke atas. Arah badan pada saat melayang di atas mistar adalah serong menyilang di atas mistar dan arah kaki tolak (kaki kanan) pada saat menolak adalah serong menuju mistar. Mendarat pada lompat tinggi gaya punggung adalah dengan punggung dan seluruh pundaknya atau tengkuknya.[9]

Rujukan

sunting
  1. ^ Refiater, Ucok Hasian (2012-09-01). "HUBUNGAN POWER TUNGKAI DENGAN HASIL LOMPAT TINGGI". JURNAL HEALTH AND SPORT (dalam bahasa Inggris). 5 (03): 670. 
  2. ^ Soemawinata, Nenny (2016-02-05). Fusion Leadership (Harmoni dua dunia). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. hlm. 178. ISBN 978-602-03-2464-7. 
  3. ^ Nelistya, Anne (2007). MENJADI PEMAIN ATLETIK YANG TANGGUH. Jakarta: Be Champion. hlm. 10. ISBN 978-602-8884-07-5. 
  4. ^ Susila, Wawan (Juli 2019). "EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN DRILL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LOMPAT TINGGI GAYA GULING (STRADDLE) TERHADAP SISWA KELAS V SEMESTER 2 SD NEGERI NGABEYAN 01 KECAMATAN KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2017/2018". Konvergensi. 6 (29): 173. ISSN 2301-9050. 
  5. ^ a b Sriawan, Sriawan (2015). "IDENTIFIKASI KESALAHAN DALAM MELAKUKAN LOMPAT TINGGI GAYA GULING PERUT SISWA KELAS V sdn iii PENGASIH WATES KULONPROGO". Jurnal Pendidikan Jasmani Indonesia (dalam bahasa Inggris). 11 (1): 56–58. doi:10.21831/jpji.v11i1.8171. ISSN 2581-2300. 
  6. ^ Ilham, Zulfikar (2017-06-22). "HUBUNGAN ANTARA DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI DENGAN HASIL LOMPAT TINGGI GAYA STRADDLE SISWA PUTRA KELAS X SMK YPS PRABUMULIH". JURNAL ILMU KEOLAHRAGAAN (dalam bahasa Inggris). 16 (1): 17. doi:10.24114/jik.v16i1.6449. ISSN 2549-9777. 
  7. ^ Muhtar, Tatang; Irawati, Riana (2020). Atletik. Sumedang Utara: UPI Sumedang Press. hlm. 85. ISBN 978-602-6438-91-1. 
  8. ^ Indarto, Pungki; Sistiasih, Vera Septi (2018). Pandai Mengajar dan Melatih Atletik. Surakarta: Muhammadiyah University Press. hlm. 91. ISBN 978-602-361-142-3. 
  9. ^ Lengkana, Anggi Setia (2015-11-19). Belajar & Berlatih Atletik. Bandung: CV Salam Insan Mulia. hlm. 98. ISBN 978-602-74162-5-3.