Lokapaksa, Seririt, Buleleng

desa di Kabupaten Buleleng, Bali

Koordinat: 8°12′00″S 114°55′17″E / 8.199878°S 114.921292°E / -8.199878; 114.921292


Lokapaksa adalah desa di kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Indonesia. Desa ini memiliki rata-rata ketinggian 98 meter dari permukaan laut.[1][4]

Lokapaksa
Negara Indonesia
ProvinsiBali
KabupatenBuleleng
KecamatanSeririt
Kode pos
81153
Kode Kemendagri51.08.02.2017[1]
Luas28,87 km²[2]
Jumlah penduduk9.727 jiwa (2010)[3]
Kepadatan337 jiwa/km²
Jumlah RT9 Dusun/Banjar[1]
Jumlah RW1 Desa Adat[1]
Jumlah KK3.815[1]

Sejarah Desa sunting

Sumber sejarah yakni "Babad Piagem Satriya Wangsha Kalipaksha" yang tersimpan di Pemrajan Agung Desa Lokapaksa. Dalam Sejarah Desa Lokapaksa beberapa kali mengalami pergantian nama yakni:

  1. Desa Kalipaksha (disebutkan dalam Babad Piagem Satrya Wangsa Kalipaksha)
  2. Desa Kalopaksa
  3. Desa Lokapaksa hingga sekarang, berdasarkan koreksi nama, Surat Bup no 138/1460/Pem, tgl 31 maret 2016.[1]

Diceritakan bahwa terjadi beberapa kali pemberontakan di Gelgel sehingga para manca agung berpencar meninggalkan Gelgel, salah satunya I Dewa Gedong Artha yang akhirnya tinggal di Manggis, Karangasem. I Dewa Timbul Gunung merupakan salah satu putra dari I Dewa Gedong Artha yang diceritakan tidak lama tinggal di Manggis. Ia pergi meninggalkan Manggis dengan diiringi istrinya, I Gusti Ayu Mas Kuning, beserta para pengiring kurang lebih 70 Kepala Keluarga menuju ke Abiansemal. Dari Abiansemal, ia bersama para pengiring menuju barat daya sampai di Gunung Balwangan.

Di Gunung Balwangan, ia istirahat atas permintaan istrinya, tepat dibawah pohon yang sangat besar. Ia bersama para pengiring mendirikan pondok sebagai tempat peristirahatan. Ia tinggal di Gunung Balwangan kurang lebih setahun sampai istrinya hamil. Ia kemudian melanjutkan perjalanan menuju Gunung Watukaru. Dari puncak Gunung Watukaru ia melihat sinar terang dari arah "Utarayana". Ia kemudian berdiskusi bersama pengiring untuk menuju kearah sinar yang ia lihat tersebut dan melanjutkan perjalanannya hingga akhirnya sampai di Busungbiu.

Di Busungbiu, ia bersama para pengiring mendirikan Pura dengan Meru tumpang sebelas dan puncak dari kayu cendana Jenggi sebagai pelinggihan Bhatara Wawu Rawuh. Hingga kini, peninggalan ini masih ada berupa pura taman Busungbiu. Selama tinggal di Busungbiu, ia memiliki tiga orang putra dan satu orang putri yakni: I Dewa Sangkan Gunung, I Dewa Sampalan, I Dewa Manggis dan I Dewa Ayu Busung Magelung. Pada saat ini, kondisi Busungbiu dalam kondisi yang "Kertha" apapun yang ditanam selalu menghasilkan panen yang berlimpah.

Setelah pergantian kepemimpinan dari Sri Aji Bhekung kepada I Dewa Anom Sagening di Sweca Linggarsa Pura, situasi keamanan sudah mulai tenang. I Dewa Timbul Gunung kemudian menghadap Dalem dengan maksud memberitahukan keberadaannya tinggal di Busungbiu. Namun Ida Dhalem tidak mengijinkannya tinggal di Busungbiu dan menyarankan untuk tinggal di sebelah barat sungai Sabha.[5]

Sepulangnya dari Sweca Linggarsa Pura menghadap Dalem, ia kemudian mengumpulkan pengiring dan berkata:

"Nah Bapa pada ajak makejang, jalan suba jani gingsirin, apan ada wacanan Dalem tan kaicen jenek ingke mangke, kuloning Toya Suda Mala, ikane kawenang ingaranan Desa Kalipaksa, ingkane wara nugraha Dalem, aywa langgana ring Dalem, apan Dhalem Amangku ring rat”. .....(Babad Piagem Nomor 63.6 dan 64.a)

Singkat cerita, ia menuju ke sebelah barat sungai Sabha dan tiba di Desa Ularan dengan disambut oleh I Gusti Ngurah Batulepang. I Gusti Ngurah Batulepang memohon agar I Dewa Timbul Gunung dan para pengiringnya tinggal di Desa Ularan. I Dewa Timbul Gunung tetap berkeinginan menuju Desa Kalipaksa sesuai dengan titah Dalem. Akhirnya, Ia tiba di sebuah bukit geger tempat pertama yang kemudian disebut dengan Bukit Sakti.

Dari Bukit Sakti, ia kemudian bersama para pengiring, para Arya, dan Pasek kemudian mendirikan perumahan, membuat lahan persawahan di Banyu Mumbul, dan mendirikan Bale Murdha Manik sebagai Linggih Ida Ngarcana SangHyang Prajapati. Hingga kini, tempat ini masih lestari berupa Pura Dalem Agung. Ia juga mendirikan Petirthan di bawah pohon nangka yang besar yang kini bernama Petirthan Siwa Babakan di Jero Agung setelah itu ia Moksa di Bukit Sakti.

Setelah Mokshanya Ayahanda, I Dewa Sangkan Gunung kemudian mendirikan Pelinggih Bhatara Lepas di Bukit Sakti, mendirikan Pamrajan Agung di Jero Agung, kemudian mendirikan Pura Khayangan Tiga yakni: Pura Desa, Pura Dalem dan Pura Sgara serta membangun Pura Taman Sari.[butuh rujukan]

Geografis sunting

Desa Lokapaksa memiliki daerah terluas dengan luas wilayah 28,87 km² dan penduduk terbanyak jika dibandingkan desa-desa yang ada di Kecamatan Seririt.[2]

Batas Wilayah sunting

Batas wilayah Desa Lokapaksa adalah sebagai berikut:

  • Sebelah Barat : Desa Umeanyar dan Desa Pangkungparuk
  • Sebelah Barat Laut : Desa Umeanyar, Laut Bali
  • Sebelah Utara : Laut Bali
  • Sebelah Timur Laut : Desa Pengastulan
  • Sebelah Timur : Kelurahan seririt, Desa Patemon
  • Sebelah Tenggara : Desa Ringdikit
  • Sebelah Selatan : Desa Ularan
  • Sebelah Barat Daya : Desa Unggahan dan Kawasan Hutan Bali Barat.

Topografi sunting

Ditinjau dari segi topografi, desa lokapaksa merupakan desa dengan topografi Landai dari sisi utara, menuju pusat desa dan terdiri dari daerah berbukit-bukit mulai dari ketinggian 7 – 300 M dpl pada sisi selatan sampai sisi barat desa lokapaksa. Dimana Desa Lokapaksa jika kita tinjau dari karakteristik pertanian dan topografi wilayahnya maka dapat di bagi menjadi 3 (tiga) bagian wilayah, yakni: 1. Wilayah Desa Lokapaksa Bagian Atas/bagian Pegunungan yakni: daerah yang berbatasan dengan wilayah hutan bali barat. 2. Wilayah Desa Lokapaksa bagian tengah merupakan wilayah dengan tanaman perkebunan dan palawija, Dengan sebagian besar masyarakatnya bekerja di bidang pertanian dan peternakan 3. Wilayah Desa Lokapaksa bagian bawah merupakan wilayah persawahan dengan tanaman padi palawija, dan perkebunan anggur. Ditinjau dari segi Keadaan Tanah, desa lokapaksa adalah sebagai berikut: - Tingkat Kesuburan Tanah: Sedang - Struktur Tanah : Tanah Liat Berpasir - PH Tanah: 4 – 6,5 - Kemiringan Tanah : Datar, Landai, Kemiringan 45o - Keadaan bahan Organik: Sedang

Iklim sunting

Ditinjau dari segi Iklim, Menurut Smith dan Perguson Desa Lokapaksa merupakan desa dengan Iklim Tipe D (Iklim Kering), dengan 5 (lima) Bulan Basah yaitu dari bulan Nopember sampai dengan bulan Maret, dan 7 Bulan Musim Kering yaitu dari bulan April sampai dengan Oktober. potensi desa lokapaksa sangat besar dalam pendapatan,di antaranya hasil tambang galian c,yang berlokasi di desa pamesan

Pemerintahan sunting

Pembagian Administratif sunting

Desa lokapaksa dengan wilayah yang luas, secara administrasi desa lokapaksa dibagi menjadi 9 (sembilan) Banjar Dinas, diantaranya:

  • Banjar Dinas Bukit Sakti
  • Banjar Dinas Carik Agung
  • Banjar Dinas Gunung Ina
  • Banjar Dinas Jero Agung
  • Banjar Dinas Kembang Sari
  • Banjar Dinas Pamesan
  • Banjar Dinas Sorga
  • Banjar Dinas Sorga Mekar
  • Banjar Dinas Tengah

Demografi sunting

Pada sensus tahun 2010, Penduduk desa Lokapaksa berjumlah 9.727 jiwa terdiri dari 4.916 laki-laki dan 4.811 perempuan dengan rasio sex 102.[2]

Referensi sunting

  1. ^ a b c d e f "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  2. ^ a b c "Kecamatan Seririt dalam Angka 2017". Badan Pusat Statistik Indonesia. Diakses tanggal 06-02-2019. 
  3. ^ "Penduduk Indonesia Menurut Desa 2010" (PDF). Badan Pusat Statistik. 2010. hlm. 132. Diakses tanggal 14 Juni 2019. 
  4. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  5. ^ Ida Dhalem adalah penyebutan gelar raja di Bali

Pranala luar sunting