Kutai Lama, Anggana, Kutai Kartanegara

desa di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
(Dialihkan dari Kutai Lama)

Kutai Lama adalah desa di Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, Indonesia.

Kutai Lama
Negara Indonesia
ProvinsiKalimantan Timur
KabupatenKutai Kartanegara
KecamatanAnggana
Kode pos
75381
Kode Kemendagri64.02.04.2004
Luas1.798,80 km²
Jumlah penduduk47.436 jiwa (2019)

Sejarah sunting

Pada awal abad ke-14 Kerajaan Kutai Kartanegara yang beragama Hindu berdiri di daerah Jahetan Layar (Tepian Batu) yang saat ini bernama Kutai Lama. Pada abad ke-16, Kutai Kartanegara menjadi kerajaan Islam setelah raja ke-6, Aji Mahkota dan putranya Aji Pangeran Dilanggar (raja ke-7) memeluk Islam yang dibawa oleh Habib Tunggang Parangan. Pada abad ke-17 berganti nama menjadi Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura (Martapura) sebagai peleburan dua kerajaan setelah raja ke-8, Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa (putra Aji Dilanggar) berhasil menganeksasi Kerajaan Kutai Martadipura, kerajaan Hindu tertua yang berdiri sejak abad ke-5 di Muara Kaman. Hingga saat ini Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura tetap eksis. Kutai Lama juga dikenal sebagai desa bersejarah yang tersohor dengan wisata ziarahnya berupa situs makam Kutai Lama.

Kutai Lama Sebagai Ibukota Kerajaan Kutai Lama menjadi bagian penting dalam sejarah perjalanan Kerajaan Kutai Kartanegara. Kerajaan ini merupakan kerajaan Melayu yang bermula dari kerajaan bercorak Hindu yang didirikan pada tahun 1300 Masehi dengan rajanya yang pertama yakni Aji Batara Agung Dewa Sakti (1300-1325). Kerajaan inilah yang disebut dengan nama Tanjung Kute yang berada di Pulau Tanjungnagara atau Kalimantan dalam naskah Kakawin Nagarakretagama (1365) pada masa ekspedisi nusantara Kerajaan Majapahit oleh Gajah Mada. Ibukota kerajaan Kutai Kartanegara awalnya berada di daerah Jahetan Layar sebelum berpindah ke Tepian Batu yang mana kedua daerah ini berada di Kutai Lama. Kemudian berpindah lagi ke daerah Pemarangan di Jembayan hingga ke daerah Tepian Pandan yang saat ini dikenal sebagai kota Tenggarong, ibukota Kabupaten Kutai Kartanegara.

Peristiwa Bersejarah di Kutai Lama Sebagai ibukota pertama Kerajaan Kutai Kartanegara, Kutai Lama memberikan andil yang sangat besar antara tahun 1300 hingga 1732. Dalam kurun itu, ada tiga peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah yaitu diterimanya Islam oleh Kerajaan Kutai Kartanegara yang menjadikan rakyat Kutai akhirnya memeluk Islam, berubahnya bentuk kerajaan menjadi kesultanan, dan peleburan atau penggabungan dua kerajaan Kutai hasil dari aneksasi oleh Kerajaan Kutai Kartanegara.

Habib Tunggang Parangan: Ulama Penyebar Islam di Tanah Kutai Penyebaran Islam di kerajaan Kutai Kartanegara yang sebelumnya bercorak Hindu bukanlah hal yang mudah. Semua tak terlepas dari perjuangan seorang tokoh ulama penyebar agama Islam yang bernama lengkap Habib Hasyim bin Musyayakh bin Abdullah bin Yahya yang berasal dari Hadralmaut, Yaman Selatan yang bergelar Datuk Tunggang Parangan (Tuan Tunggang Parangan) atau yang lebih dikenal dengan nama Habib Tunggang Parangan. Habib Tunggang Parangan hijrah dari Yaman untuk menyebarkan Islam di Pulau Jawa, Sumatera, kemudian ke Sulawesi dan akhirnya bertemu dengan seorang ulama besar asal Riau yang telah lama menetap di Sulawesi yang bernama Khatib Tunggal Abdul Makmur bergelar Datuk Ribandang dan dikenal sebagai penyebar Islam di Kerajaan Luwu, Gowa dan Tallo (Sulawesi) serta Bima (Nusa Tenggara).

Pertemuan kedua ulama besar ini menjadi awal syiar Islam ke Pulau Kalimantan dimana terlebih dahulu Habib Hasyim berdakwah di Ketapang Kalimantan Barat dan disanalah mendapat gelar Habib Tunggang Parangan serta sebutan Si Janggut Merah. Bersama Datuk Ribandang, Habib Tunggang Parangan mulai menyebarkan Islam di Kutai Lama pada masa pemerintahan Raja Aji Mahkota, raja ke-6 dari Kerajaan Kutai Kartanegara yang memerintah dari tahun 1525 hingga 1589. Sebelum kedatangan Habib Tunggang Parangan di tanah Kutai, Islam pernah masuk melalui saudagar-saudagar Arab dari Minangkabau hanya saja para ulama tersebut belum berhasil mengajak Raja Aji Mahkota untuk memeluk Islam. Begitupun dengan usaha yang dilakukan oleh Datuk Ribandang dan Habib Tunggang Parangan, karena kondisi masyarakat Kutai yang dianggap belum kondusif dengan syiar Islam, Datuk Ribandang memutuskan untuk meneruskan syiar Islamnya di Sulawesi. Kepindahan itu tidak diikuti oleh Habib Tunggang Parangan, ulama itu tetap bertahan di Kutai Lama dan akhirnya berhasil mengajak Raja Aji Mahkota masuk Islam. Habib Tunggang Parangan melakukan syiar Islam di tanah Kutai sampai akhir hayatnya dan makamnya berdekatan dengan makam Raja Aji Mahkota dan Raja Aji Dilanggar. Raja Aji Mahkota dan Raja Aji Dilanggar Aji Mahkota adalah raja Kutai Kartanegara yang pertama kali memeluk agama Islam. Oleh sebab itu diberi gelar Raja Mahkota Islam dan juga putranya Aji Pangeran Dilanggar, yang nantinya menjadi raja Kutai Kartanegara yang ke-7.

Pada masa pemerintahan Raja Mahkota, tepatnya pada tahun 1575 Kerajaan Kutai Kartanegara yang awalnya bercorak Hindu berubah menjadi kerajaan Islam. Pada masa itupula peradaban Islam mulai berkembang di Kutai Lama dan bersama dengan Habib Tunggang Parangan sang raja melakukan penyebarluasan ajaran Islam di tanah Kutai. Sepeninggalan ayahnya, Aji Pangeran yang bergelar Raja Aji Dilanggar menggantikan posisi ayahnya dan menjadi raja ke-7 Kutai Kartangera yang memerintah dari tahun 1600 hingga 1605. Pada masa pemerintahannya, Islam disebarluaskan secara masif dan syiar Islam berjalan melalui pendekatan kekuasaan dan masuk ke aspek sistem kerajaan. Kepemimpinan Aji Dilanggar tak lama. Lima tahun memimpin, ia digantikan oleh putranya yang bernama Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa. P eleburan Dua Kerajaan di Tanah Kutai Pada abad ke-17 tepatnya tahun 1635, Kerajaan Kutai Kartanegara di bawah pimpinan raja Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa berhasil menaklukkan Kerajaan Kutai Martadipura (atau disebut pula: Kerajaan Kutai Martapura atau Kerajaan Kutai Dinasti Mulawarman) yang terletak di Muara Kaman. Raja Kutai Kartanegara pun kemudian menamakan kerajaannya menjadi kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura sebagai peleburan antara kedua kerajaan tersebut. Warisan Sejarah, Penguat Sektor Pariwisata Rentang abad 18 hingga 19, Kesultanan Kutai Kartanegara tetap eksis dengan rentetan sejarah yang pasang surut, mulai dari serangan dari luar tanah Kutai, konflik internal kesultanan, hingga perlawanan terhadap kolonial Belanda. Dan pada abad ke-20 di era kemerdekaan, tepatnya tahun 1960, masa kesultanan berakhir sebagai konsekuensi penyatuan NKRI.

Namun di era reformasi, awal abad 21, tepatnya 22 September 2001, penobatan Putra Mahkota Kesultanan menandai penghidupan kembali Kesultanan Kutai Kartanegara yang digagas oleh Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani Hasan Rais pada tahun 1999. Dikembalikannya Kesultanan Kutai ini bukan dengan maksud menghidupkan feodalisme di daerah namun sebagai upaya pelestarian warisan sejarah dan budaya Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura sebagai kerajaan tertua di Indonesia serta dapat mendukung sektor pariwisata Kalimantan Timur

Gambaran Umum sunting

Dari Tepian Batu Menjadi Kutai Lama Desa Kutai Lama sebelumnya adalah bernama Kampung Tepian Batu dan pada tahun 1952 ditetapkan menjadi Desa Kutai Lama. Desa Kutai Lama merupakan desa yang terletak di pinggiran sungai Mahakam dan menonjol keluar Mahakam tepatnya mengarah ke Muara Berau yang merupakan salah satu bagian dari muara sungai Mahakam. Dahulu Desa Kutai Lama merupakan daerah yang berpenduduk asli suku Kutai. Namun di era 1950-an penduduk dari luar daerah seperti pulau Sulawesi dan Jawa datang bermigrasi ke daerah ini dan hingga sekarang hidup rukun antara satu sama lain. Dermaga Naga Spot 3 Spot 1 Pusat Desa Kutai Lama Masjid Al-Wahidah Spot 2 Desa di Kawasan Delta Mahakam Secara administratif Desa Kutai Lama termasuk salah satu dari delapan desa yang ada di wilayah Kecamatan Anggana Kab. Kutai Kartanegara Prov. Kalimantan Timur dan terletak di bagian utara wilayah Kecamatan Anggana. Desa Kutai Lama menyimpan potensi alam yang besar karena berada dalam kawasan Delta Mahakam yang kaya akan SDA, terutama minyak dan gas bumi (migas), batubara, perikanan, pertanian dan perkebunan. Kawasan delta ini terdiri dari gugusan pulau yang terbentuk akibat endapan lumpur di muara Sungai Mahakam. Delta Mahakam secara administratif mencakup empat kecamatan di Kukar, yaitu Anggana, Muara Badak, Muara Jawa dan Sanga-Sanga.

Geografis sunting

  1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sungai Siring Kecamatan Samarinda Utara, Desa Saliki dan Desa Muara Badak Ulu Kecamatan Muara Badak.
  2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pendingin dan Desa Sanga-Sanga Muara Kecamatan Sanga-Sanga, Desa Muara Kembang Kecamatan Muara Jawa dan Desa Sepatin Kecamatan Anggana
  3. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sidomulyo dan Desa Anggana Kecamatan Anggana.
  4. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Handil Terusan Kecamatan Anggana.

Wisata sunting

Wisata Alam dan Petualangan

Menjelajahi Sungai Mahakam dengan Kapal Wisata (saat ini ada Pesut Etam, Pesut Kita, Pesut Mahakam dan Pesut Bentong) sambil melihat habitat Bekantan di sekitar Tanjung Una, Pulau Kambing dan Sungai Anggana hingga cross country dengan gowes sepeda yang menantang di kawasan Bukit Jahitan Layar.

Wisata Sejarah dan Budaya Setiap tahun Desa Kutai Lama selalu menjadi bagian dari pelaksanaan Pesta Adat Erau yang dilaksanakan oleh Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara. Berpusat di Dermaga Naga, proses mengulur dan melabuh naga pun selalu dipadati oleh warga Kutai Lama dan wisatawan baik nasional maupun mancanegara.

Wisata Ziarah dan Event Religi Makam penyebar Islam pertama di tanah Kutai, Habib Tunggang Parangan dan Raja Mahkota Islam beserta putranya Aji Dilanggar adalah situs sejarah yang menjadi objek wisata religi yang selalu ramai dikunjungi oleh peziarah. Tiap tahunnya juga rutin diselenggarakan haul akbar untuk ulama besar dan raja Islam pertama di Kerajaan Kutai Kartanegara.

Galeri sunting