Kawan Bergeloet (EYD: Kawan Bergelut) adalah kumpulan cerita pendek yang ditulis oleh Soeman HS dan mula-mula diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1941. Buku tersebut berisi dua belas cerita, tujuh diantaranya sebelumnya telah diterbitkan dalam majalah Pandji Poestaka, serta sebuah perkenalan buatan Sutan Takdir Alisjahbana. Cerita-cerita tersebut umumnya humor alami, yang dipersembahkan dengan diksi yang menampilkan pengaruh Sumatra timur yang kuat.

Kawan Bergeloet
Sampul edisi pertama
PengarangSoeman HS
Perancang sampulNasroen A.S.
NegaraIndonesia
BahasaIndonesia
GenreKumpulan cerita pendek
PenerbitBalai Pustaka
Tanggal terbit
1941
Halaman50
OCLC20651467

Dirilis sebagai tanggapan dari kesuksesan komersial kumpulan cerita pendek Mohammad Kasim Teman Doedoek, Kawan Bergeloet dicetak kembali beberapa kali dan meraih pujian krits positif. Soeman, bersama dengan Kasim, sejak itu dianggap sebagai pelopor cerita pendek Indonesia. Sarjana Belanda sastra Indonesia A. Teeuw menulis bahwa kumpulan cerita pendek tersebut merupakan jasa paling menonjol Soeman pada sastra Indonesia.

Latar belakang

Cerita pendek dan sketsa dalam bahasa Melayu tercatat di Indonesia sejak 1870an, dan sebuah kumpulan cerita pendekWarna Sari karya H. Kommer—diterbitkan pada 1912.[1] Cerita-cerita awal tersebut menggunakan bahasa Melayu pasaran dan disajikan dalam berbagai genre, yang meliputi humor, dongeng, dan cerita-cerita detektif.[2] Penulisan cerita pendek dikembangkan lebih lanjut pada 1920an dan 1930an, ketika cerita pendek dan sketsa berada dalam pendaftaran Melayu yang lebih formal secara meluas diterbitkan di majalah-majalah seperti Pandji Poestaka dan Poedjangga Baroe.[3] Kumpulan cerita pendek kanonikal pertama, Teman Doedoek karya Mohammad Kasim, diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1937. Kumpulan cerita pendek tersebut sukses secara komersial, terjual 4,000 salinan pada 1941.[4]

 
Soeman HS pada 1994

Teman Doedoek dibaca oleh Soeman HS,[5] seorang guru kelahiran Bengkalis yang ingin meraih ketenaran sebagai penulis fiksi detektif.[6] Soeman juga bereksperimen dengan penceritaan cerita yang lebih humoris, termasuk dalam novelnya Pertjobaan Setia[7] serta dalam beberapa cerita pendek yang ia terbitkan pada Pandji Pustaka.[8] Setelah kesuksesan komersial Teman Doedoek, Balai Pustaka merilis sebuah kumpulan cerita pendek yang baru; melalui dihubungi Soeman.[4]

Isi

Kawan Bergeloet berisi dua belas cerita pendek atau sketsa yang ditulis oleh Soeman, tujuh diantaranya awalnya ditulis untuk dan diterbitkan dalam Pandji Poestaka. Cerita lainnya ditulis secara khusus untuk kumpulan cerita pendek baru tersebut.[4] Edisi pertamanya meliputi sebuah artikel tentang Soeman, yang ditulis oleh Sutan Takdir Alisjahbana, yang sebelumnya diterbitkan pada keluaran Januari 1936 Pedoman Pembatja.[4] Artikel tersebut kemudian dilepas dari beberapa keluaran-keluaran ulang berikutnya.[9]

"Tjik Mat"

"Tjik Mat" (EYD: "Cik Mat") mengisahkan tentang seorang pria muda yang bernama Mat yang pergi memancing di sisi sungai. Setelah tiga kali percobaan, ia tidak mendapatkan satupun ikan. Pada percobaan keempat, ia mendapatkan seekor ikan, tetapi ikan tersebut jatuh ke air.[10] Ceritanya pertama kali diterbitkan pada 1933, pada keluaran 13, volume 11, Pandji Poestaka.[8]

"Piloe"

"Piloe" (EYD: "Pilu"), mengisahkan tentang seorang ibu yang pergi ke pelabuhan dengan anaknya, Mak Jam, untuk bertemu suaminya Haji Saleh. Setelah datang, Jam tidak menemui ayahnya. Seorang anggota kru kemudian mengatakan kepada sang ibu bahwa Saleh meninggal tiga hari sebelum mencapai Sabang.[11] Cerita tersebut pertama kali diterbitkan pada 1933, dalam keluaran 40, volume 11, Pandji Poestaka.[8]

"Salah Paham"

"Salah Paham" mengisahkan tentang Kari Boengsoe, seorang pedagang gambir, yang berkunjung ke Singapura menggunakan keuntungan yang diperdapatnya. Ketika ia meninggalkan rombongannya, Kari pergi ke restoran terdekat untuk makan malam. Pelayan menanyainya, "Kari apa?", yang Kari jawab bahwa ia ingin makan. Perbincangan tersebut diulang-ulang beberapa kali sampai pelayan bertanya "Kari ayam? Kari kambing?". Kari dan pelayan mulai bertengkar, dan polisi dipanggil. Ketika datang, seketika agen polisi menyadari sumber kebingungan itu; dan setelah menjelaskan kepada keduanya, agen itu lalu pergi. Tak lama setelah itu, insiden terulang ketika Kari dan pelayan salah paham mengenai kotak es.[12] Menurut penerbit, Balai Pustaka, "Salah Paham" sebelumnya telah diterbitkan.[4] Namun, Ernst Kratz, dalam daftar pustaka buatannya yang diterbitkan di majalah-majalah Indonesia, tidak menemukan catatan publikasi manapun.[8]

"Salah Sangka"

"Salah Sangka" mengisahkan tentang Malim Boengsoe bapak empat putri dari sebuah desa kecil yang menginginkan seorang putra. Ia terus menerus berdoa, dan istrinya hamil. Sembilan bulan kemudian, ketika istrinya mulai bersalin, Malim sibuk berdoa untuk seorang putra. Seorang penjahat menyelinap ke dalam kamar istri Malim, dan istrinya dan wanita lainnya disana berteriak "Laki-laki! Laki-laki!". Malim mengucap syukur kepada Allah dan pergi ke kamar ketika penjahat tersebut kabur. Ketika Malim datang dan bertanya mengenai putranya, ia bingung, karena tidak ada orang lain disana.[13] Cerita tersebut pertama kali diterbitkan pada 1933, dalam keluaran 59, volume 11, Pandji Poestaka.[8]

"Pandai Djatoeh"

"Pandai Djatoeh" berkisah tentang sebuah insiden yang melibatkan tiga orang tua dalam sebuah acara pernikahan. Ketika tuan rumah membagi-bagikan pinang, orang pertama menumbuk pinang dengan gobek (lumpang kecil, cobek) yang terbuat dari emas. Ia berkata bahwa satu-satunya kelemahan cobek emas adalah pinangnya jadi terasa agak masam. Orang kedua menggunakan cobek perak dan berkata bahwa dengan cobek perak, pinang baru akan terasa masam bila dibiarkan terlalu lama. Orang ketiga, orang termiskin dalam kumpulan tersebut, menggunakan cobek kayu dan mengatakan bahwa, setelah mencoba cobek emas dan perak, pinang miliknya terasa paling enak.[14] Cerita ini pertama kali diterbitkan tahun 1933 di Pandji Poestaka edisi 60, volume 11.[8]

"Karena Hati"

"Karena Hati" mengisahkan tentang seorang pria yang menjadi seorang pejabat di sebuah desa kecil. Disana, ia menikah dengan Sitti Aminah, seorang wanita muda yang, meskipun baru berusia 20 tahun, telah kawin-cerai sebanyak tiga kali. Pernikahannya tidak berlangsung lama, dan pria tersebut meninggalkan Aminah tiga hari sebelum hari raya Idul Fitri. Namun, seperangkat pakaian hitam, yang ia harus kenakan pada perayaan Idul Fitri, tertinggal di rumah Aminah. Berpura-pura sakit, pria tersebut datang ke Aminah dan membujuknya untuk memakaikannya dengan pakaian dan menyalakan api untuk menghangatkannya. Ketika Aminah menyalakan api di dapur, pria tersebut kabur dengan pakaian hitam.[15] Ceritanya pertama kali diterbitkan pada 1936, dalam Pandji Poestaka edisi 100 dan 101, volume 14.[8]

"Fatwa Membawa Ketjewa"

"Fatwa Membawa Ketjewa" berkisah tentang Lebai Saleh, seorang buruh dan pelajar Islam yang dikenal rakus, miskin, dan pernah diusir dari desanya karena menawarkan mahar yang terlalu rendah. Setibanya di sebuah desa, ia diterima sebagai guru agama. Dalam ceramahnya, Saleh mengatakan pentingnya beramal; ia sendiri berharap agar murid-muridnya memberinya barang-barang bagus. Ia mendapat ayam dan ikan dari warga, lalu menikah seorang gadis desa. Dalam sebuah acara makan-makan, Saleh berceramah tentang amal. Namun demikian, ia dan istrinya bertengkar setelah istrinya memberi piring makanan kepada warga lain. Sifat sejati Saleh pun terungkap, dan ia diusir dari desa.[16] Cerita ini pertama kali diterbitkan di Pandji Poestaka edisi 93 dan 94, volume 16.[8]

"Itoelah Asalkoe Tobat"

"Itoelah Asalkoe Tobat" berkisah tentang Hajji Malik, mantan penjahat yang bertobat di usia tua. Seorang warga desa menemui Malik dan bertanya tentang sebab ia meninggalkan jalan yang batil dan memeluk Islam. Malik bercerita bahwa lima belas tahun sebelumnya ia dan seorang teman berjalan melintasi hutan, lalu mereka melihat beberapa orang menguburkan sebuah kotak. Malam itu, mereka mengangkat lagi kotaknya dan mencoba melarikannya sambil mengharapkan harta karun. Setelah membukanya, mereka justru menemukan jasad seorang anak kecil. Mereka pun mengembalikan kotak tersebut, dan Malik memutuskan untuk bertobat.[17] Cerita ini ditulis di Kawan Bergeloet.[4]

"Selimoet Bertoeah"

"Selimoet Bertoeah" berkisah tentang Tji' Dang, seorang pria yang takut dengan istrinya. Pada bulan Ramadan, ia disuruh membeli selimut, tetapi dalam perjalanan pulang sepuntung rokok melubangi selimutnya. Karena takut dengan istrinya, Dang membeli selimut lain. Selimut pertama diberikan kepada anak tiri Dang, Boejoeng. Akhir pekan itu, Dang ingin buka puasa lebih cepat dengan menguntit kue. Daripada ketahuan anak tirinya, Dang meminta Boejoeng menutup kepalanya dengan selimutnya. Setelah melihat Dang menguntit kue melalui lubang di selimutnya, malam itu Boejoeng menuntut agar uang bulanannya ditambah dua kali lipat atau rahasia Dang akan dibuka.[18] Cerita ini ditulis di Kawan Bergeloet.[4]

"Salah Mengerti"

"Salah Mengerti" berkisah tentang dua bocah: seorang bocah India dari Madras dan bocah Melayu bernama Pengkar. Ketika sedang menjual barang-barangnya, Tambi dan Pengkar mulai bertengkar karena tidak dapat memahami satu sama lain. Mereka awalnya mempersoalkan teriakan jualan mereka, lalu mereka mempersoalkan ruku-ruku dan jelatang. Ujung-ujungnya, Tambi mengusapkan daun jelatang ke bokongnya dengan kesal.[19] Menurut Balai Pustaka, cerita ini ditulis untuk Kawan Bergeloet.[4] Kratz menulis bahwa cerita ini pertama kali diterbitkan tahun 1933 dalam Pandji Poestaka edisi 51, volume 11.[8]

"Papan Reklame"

"Papan Reklame" berkisah tentang dua penjaga toko, pria dan wanita, yang bersaing menjual barang dengan harga semurah-murahnya. Keduanya saling buka toko berselang beberapa hari, dan mereka terus memurahkan harganya untuk menarik pelanggan. Konflik ini memuncak ketika seorang penjaga toko, Wan Saleh, memutuskan untuk membeli toko pesaingnya. Pesaingnya setuju, dan Saleh menjual barang-barangnya dengan dengan penggelembungan harga sebesar 5%. Setelah mendengar bahwa pesaingnya akan pergi ke Singapura untuk membeli barang baru, Saleh mengikutinya. Setibanya di kapal, terungkaplah bahwa keduanya adalah sepasang suami istri, dan Saleh telah membeli toko istrinya dengan kenaikan harga sebesar 10%, jadi para pelanggan mereka membayar 15% lebih mahal.[20] Cerita ini ditulis di Kawan Bergeloet.[4]

"Kelakar Si Bogor"

"Kelakar Si Bogor" berkisah tentang taruhan seorang pekerja pelabuhan bernama Bogor. Agar bisa berkenalan dengan sejumlah pelaut Arab, ia meminta mereka bertaruh membelah buah manggis. Setelah menang $4,50, Bogor mengungkapkan rahasianya: ia diam-diam juga menghitung kulit manggis. Bogor mengembalikan uang mereka, dan para pelaut tersebut pergi. Suatu hari, Bogor bertaruh dengan seorang pelaut muda bahwa ketigapuluh telur ayamnya akan menetas. Setelah si pelaut kembali dan menemukan tiga puluh anak ayam, ia terkejut dan memberi $10 kepada Bogor. Bogor mengungkapkan kepada temannya, sang narator, bahwa telur yang menetas hanya berjumlah 20; 10 telur sisanya dibeli oleh Bogor. Cerita ini ditulis di Kawan Bergeloet.[4]

Gaya

Sarjana sastra Indonesia Ajip Rosidi menyatakan bahwa sebagian besar cerita dalam Kawan Bergeloet bernuansa komedi. Ia menganggap hanya satu cerita—"Piloe"—yang bertemakan lebih serius atau sedih.[21] Beberapa cerita menggunakan gaya yang sebelumnya ditampilkan dalam Teman Doedoek karya Kasim, seperti konflik yang berkembang dari kesalahpahaman,[22] dan isi dari beberapa cerita lainnya sama.[23]

Untuk Kawan Bergeloet, Soeman menulis dalam bahasa Indonesia, sebuah bahasa yang berdasarkan pada bahasa Melayu formal. Diksi dan pemakaian frasa-nya sangat dipengaruhi oleh latar belakang Sumatra timur-nya,[22] dengan pengaruh kecil dari bahasa yang dipakai di Jawa.[24] Rosidi menganggap bahasanya lebih mudah dipahami ketimbang karya buatan Kasim.[22] John Wolff, pengarang Indonesian Readings, memandang Soeman menggunakan "perkembangan gema cerita rakyat".[24]

Publikasi dan sambutan

Kawan Bergeloet diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1941, dengan nomor seri 1426.[a] Judul kumpulan cerita pendek tersebut, Kawan Bergeloet, secara beragam diterjemahkan sebagai Playmates,[25] Comrades Wrestling,[9] dan Argumentative Companions;[26] kata bergeloet, dalam bahasa Indonesia, dapat berarti "bergulat" atau "tertawa".[27] Rosidi, yang mengartikan bergeloet sebagai "tertawa", menyatakan bahwa judulnya mengartikan bahwa buku tersebut digunakan untuk keperluan hiburan, untuk dibaca pada saat waktu luang.[23]

Soeman meraoh pangkuan sebagai pelopor cerita pendek Indonesia untuk Kawan Bergeloet, dan beberapa dekade kemudian umumbya disebutkan dengan Kasim dalam sejarah bentuk sastra.[28] Kumpulan cerita pendek tersebut diterbitkan ulang beberapa kali.[29] Cetakan ketiganya, pada 1950, memperkenalkan ejaan yang diperbaharui serta sembilan ilustrasi karya "Nasjah".[9][30] Edisi paling terkini diterbitkan pada 1997.[29] Cerita "Papan Reklame" dicetaknkembali dalam Indonesian Readings, sebuah bacaan untuk orang Indonesia yang menjadi pelajar berbahasa asing, pada 1978.[31]

Rosidi menyatakan bahwa kekuatan terbesar Soeman dalam Kawan Bergeloet adalah pada deksripsinya. Ia menanggap penulis tersebut menghindari deskripsi berklise, sehingga menggunakan deskripsi, metafora, dan juga frasa yang "baru dan asli".[22] Rosidi menanggap beberapa insiden komedi pada cerita-cerita tersebut menjadi terlalu rumit, tetapi mengatributkan ini untuk aktivitas Soeman sebelumnya dalam genre detektif.[32] Sarjana Belanda sastra Indonesia A. Teeuw menemukan sketsa-sketsa dalam Kawan Bergeloet "dapat diamati and tergambarkan secara realistis" dan merupakan jasa paling menonjol Soeman pada sastra Indonesia.[33]

Catatan penjelas

  1. ^ Beberapa sumber, seperti (Rosidi 1968, hlm. 35) dan (Aveling 2009, hlm. 244), memberikan tahun 1938. Namun, buku berikutnya dalam seri Balai Pustaka, Taman Penghiboer Hati: Beberapa Tjatatan Pergaoelan (BP 1427), dicetak pada 1941.

Referensi

  1. ^ Budianta 2005, hlm. 1–4.
  2. ^ Budianta 2005, hlm. 16.
  3. ^ Rosidi 2013, hlm. 70.
  4. ^ a b c d e f g h i j Balai Pustaka 1941, hlm. 3–4.
  5. ^ Muhammad 2002, hlm. 201.
  6. ^ Rampan 2000, hlm. 455.
  7. ^ Mahayana, Sofyan & Dian 1992, hlm. 23–24.
  8. ^ a b c d e f g h i Kratz 1988, hlm. 566–567.
  9. ^ a b c Teeuw 2013, hlm. 283.
  10. ^ Soeman HS 1941, hlm. 14.
  11. ^ Soeman HS 1941, hlm. 15–16.
  12. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 16–18.
  13. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 18–20.
  14. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 20–22.
  15. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 20–25.
  16. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 26–29.
  17. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 30–34.
  18. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 34–37.
  19. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 37–41.
  20. ^ Soeman Hs 1941, hlm. 41–47.
  21. ^ Rosidi 1968, hlm. 35.
  22. ^ a b c d Rosidi 1968, hlm. 36.
  23. ^ a b Rosidi 2013, hlm. 71.
  24. ^ a b Wolff 1978, hlm. xi.
  25. ^ Balfas 1976, hlm. 95.
  26. ^ Aveling 2009, hlm. 244.
  27. ^ KBBI 2008.
  28. ^ Budianta 2005, hlm. 2.
  29. ^ a b WorldCat, Kawan Bergelut.
  30. ^ Soeman Hs 1950, hlm. 10–80.
  31. ^ Wolff 1978, hlm. 161.
  32. ^ Rosidi 1968, hlm. 37.
  33. ^ Teeuw 2013, hlm. 73.

Karya yang dikutip

  • Aveling, Harry (2009). "Some landmarks in the development of the Indonesian short story". Dalam Yamada, Teri Shaffer. Modern Short Fiction of Southeast Asia: A Literary History. Ann Arbor: Association for Asian Studies. ISBN 978-0-924304-52-1. 
  • Balai Pustaka (1941). "Pengantar". Kawan Bergeloet (dalam bahasa Indonesian). Batavia: Balai Pustaka. OCLC 20651467. 
  • Balfas, Muhammad (1976). "Modern Indonesian Literature in Brief". Dalam Brakel, L. F. Handbuch der Orientalistik. 1. Leiden, Netherlands: E. J. Brill. ISBN 978-90-04-04331-2. Diakses tanggal 13 August 2011. 
  • Budianta, Melani (2005). "Kolase Multikultural Sang Tukang Cerita: Cerpen Indonesia 1870-an – 1910-an". Dalam Damono, Sapardi Djoko; et al. Nona Koelit Koetjing: Antologi Cerita Pendek Indonesia Periode Awal (1870-an – 1910-an) (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Language Centre, Department of National Education. ISBN 978-979-685-525-4. 
  • "Kawan Bergelut". WorldCat. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-04-10. Diakses tanggal 10 April 2010. 
  • Kratz, Ernst Ulrich (1988). A Bibliography of Indonesian Literature in Journals: Drama, Prose, Poetry. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. ISBN 978-979-420-108-4. 
  • Mahayana, Maman S.; Sofyan, Oyon; Dian, Achmad (1992). Ringkasan dan Ulasan Novel Indonesia Modern (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Grasindo. ISBN 978-979-553-123-4. 
  • Muhammad, Aulia A (2002). Bayang Baur Sejarah: Sketsa Hidup Penulis-penulis Besar Dunia. 2002: Tiga Serangkai. ISBN 978-979-668-401-4. 
  • National Department of Education (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam bahasa Indonesian) (edisi ke-4th). Jakarta: Gramedia. ISBN 978-979-22-3841-9. 
  • Rampan, Korrie Layun (2000). Leksikon Susastra Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 978-979-666-358-3. 
  • Rosidi, Ajip (1968). Tjerita Pendek Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Gunung Agung. OCLC 348467. 
  • Rosidi, Ajip (2013). Ikhtisar Sejarah Sastera Indonesia (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Pustaka Jaya. ISBN 978-979-419-414-0. 
  • Soeman HS (1941). Kawan Bergeloet (dalam bahasa Indonesian). Batavia: Balai Pustaka. OCLC 20651467. 
  • Soeman HS (1950). Kawan Bergelut (dalam bahasa Indonesian). Jakarta: Balai Pustaka. OCLC 28055623. 
  • Teeuw, A. (2013). Modern Indonesian Literature. Leiden: KITLV Press. ISBN 978-94-015-0768-4. 
  • Wolff, John Ulrich (1978). Indonesian Readings. Ithaca: Cornell University Press. OCLC 923614542.