Diksi adalah pilihan kata di dalam tulisan yang digunakan untuk memberi makna sesuai dengan keinginan penulis. Syarat diksi adalah tepat, benar, dan lazim. Pemilihan diksi yang tidak tepat menyebabkan perbedaan makna dan pesan penulis tidak tersampaikan.[1] Diksi termasuk dalam pembahasan aspek kata dalam sajak. Aspek kata di dalam diksi meliputi denotasi, konotasi, morfologi, semantik, dan etimologi. Penyair menggunakan diksi untuk memperoleh makna puitis tertentu. Penggunaan diksi yaitu untuk mendapatkan makna setepat-tepatnya untuk banyak pernyataan. Diksi yang sangat tepat akan menimbulkan imajinasi yang memiliki estetika dan puitik.[2] Penerapan diksi yang paling dasar adalah pada pengungkapan gagasan penulis. Selain itu, diksi dapat diterapkan pada saat berbicara di depan publik maupun untuk menulis beragam karangan.[3] Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosakata secara aktif.[4]

Macam-macam diksi sunting

Sinonim sunting

Sinonim merupakan pilihan kata yang memiliki persamaan makna. Penggunaan kata sinonim biasanya dimaksudkan untuk membuat apa yang dikatakan/dituliskan menjadi lebih sesuai dengan ekspresi yang ingin diungkapkan. Contohnya adalah mampus (ekspresi pengungkapan yang kasar) dan wafat (ekspresi pengungkapan yang lebih halus).[1]

Antonim sunting

Antonim merupakan pilihan kata yang memiliki makna berlawanan ataupun berbeda. Contoh kata antonim adalah besar dan kecil.

Polisemi sunting

Polisemi merupakan frasa kata yang memiliki banyak makna. Contohnya kata kepala yang dapat bermakna bagian tubuh yang terletak di atas leher atau dapat juga bermakna bagian yang terletak di sebelah atas ataupun depan.

Homograf sunting

Homograf merupakan kata-kata yang memiliki tulisan sama, tetapi memiliki arti dan bunyi yang berbeda. Contohnya kata apel. Jika dibaca /apêl/, ia berarti buah. Jika dibaca /apèl/, ia berarti upacara, misal apel pagi.

Homofon sunting

Homofon merupakan kata-kata yang memiliki bunyi yang sama, tetapi berbeda makna dan ejaan. Contohnya bang dan bank.

Homonim sunting

Homonim merupakan kata-kata yang memiliki ejaan dan bunyi yang sama, berbeda makna. Contohnya bulan yang bisa berarti bulan 'satelit alami Bumi' atau bulan dalam kalender.

Hiponim sunting

Hiponim merupakan kata yang maknanya telah tercakup di dalam kata lainnya. Contohnya kata salmon yang telah termasuk ke dalam makna kata ikan.

Hipernim sunting

Hipernim merupakan kata yang telah mencakup makna kata lain. Contohnya kata sempurna yang telah mencakup kata baik, bagus, dan beberapa kata lainnya.

Syarat sunting

Diksi digunakan sebagai cara untuk menentukan suatu tuturan bahasa. Syarat paling awal dalam penggunaan diksi adalah adanya sejumlah kata yang artinya mirip. Dari beberapa kata tersebut kemudian dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian. Diksi bukanlah sekadar memilih kata mana yang tepat, tetapi juga harus mempertimbangkan kecocokan kata dengan konteks. Selain itu, makna dari kata harus bersesuaian dengan nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat pemakainya. Pemiilihan kata secara mahir hanya dapat dilakukan jika ada penguasaan kosakata yang cukup luas. Pengguna diksi juga harus memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki makna yang serupa. Pengguna diksi harus memiliki kesadaran untuk menguasai kosakata. Wawasan yang diperlukan untuk menggunakan diksi adalah pengetahuan tentang beragam kata yang dapat menjadi sinonim, antonim, dan tesaurus.[4]

Penggunaan diksi juga harus memperhatikan kaidah makna. Kata harus dipilih sesuai dengan ketepatannya sebagai lambang objek pengertian dan konsep. Makna dalam kata yang dipilih harus berhubungan dengan bentuk bahasa dan objek atau sesuatu yang diacunya. Jenis makna yang utama dalam mempertimbangkan pemilihan kata yaitu makna denotatif atau makna leksikal dan makna konotatif atau makna gramatikal.[5]

Fungsi sunting

Diksi dalam pembuatan karya sastra memiliki beberapa fungsi sebagai berikut:

  • membuat orang yang membaca ataupun mendengar karya sastra menjadi lebih paham mengenai apa yang ingin disampaikan oleh pengarang;
  • membuat komunikasi menjadi lebih efektif;
  • melambangkan ekspresi yang ada dalam gagasan secara verbal (tertulis ataupun terucap); serta
  • membentuk ekspresi ataupun gagasan yang tepat sehingga dapat menyenangkan pendengar ataupun pembacanya.

Kriteria sunting

Pemakaian bahasa yang dapat mengungkapkan gagasan, pendapat, pikiran, atau pengalaman secara tepat, harus memperhatikan kriteria pemilihan kata. Tiga kriteria dalam diksi yaitu ketepatan, kecermatan, dan keserasian.[6]

Ketepatan sunting

Indikator ketepatan pilihan kata tersebut adalah sebagai berikut:[7]

  • mengomunikasikan gagasan berdasarkan pilihan kata yang tepat dan sesuai berdasarkan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar;
  • menghasilkan penafsiran atau pemaknaan yang tepat, tidak ambigu, dan tidak menyebabkan salah paham;
  • menghasilkan respons pembaca atau pendengar sesuai harapan penulis atau pembicara; serta
  • menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.

Kecermatan sunting

Kecermatan dalam pemilihan kata berhubungan dengan penggunaan kata yang diperlukan untuk mengungkapkan gagasan tertentu. Pemakai bahasa harus mampu menggunakan bahasa yang singkat sehingga menghemat penggunaan kata. Penggunaan diksi yang cermat akan mengurangi jumlah kata sehingga tulisan menjadi ringkas dan tidak ada kata yang bersifat mubazir.[8] Selain itu, pemakai bahasa harus mampu memahami penyebab terjadinya kemubaziran kata. Kemubaziran kata merupakan penggunaan kata-kata yang kehadirannya dalam konteks pemakaian bahasa tidak diperlukan. Pemahaman terhadap kemubaziran kata dapat menghindari penggunaan kata yang tidak perlu dalam konteks tertentu.[9]

Keserasian sunting

Keserasian dalam diksi berkaitan dengan kesesuaian penggunaan kata-kata yang sesuai dengan konteks pemakaiannya. Konteks pemakaian dalam diksi berkaitan dengan faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan. Faktor kebahasaan ini meliputi kesesuaian kata dengan konteks kalimat dan penggunaan bentuk gramatikal. Selain itu, faktor kebahasaaan juga berkaitan dengan penggunaan idiom dan penggunaan kata yang lazim.[10] Sedangkan faktor nonkebahasaan yang berkaitan dengan diksi yaitu situasi pembicaraan, teman bicara atau lawan bicara, sarana pembicaraan, kelayakan tempat berbicara, dan kelayakan penggunaan waktu selama pembicaraan berlangsung.[11]

Penggunaan sunting

Penulisan puisi sunting

Penulisan puisi memerlukan diksi yang cermat. Pemilihan kata di dalam puisi harus dipertambangkan secara menyeluruh dari segi makna, susunan bunyi, dan hubungan antarkata dalam baris dan bait. Penggunaan kata di dalam puisi bersifat konotatif sehingga diksi memiliki kedudukan penting. Pemilihan kata berpengaruh pada jumlah makna yang dapat dipikirkan oleh para pembaca puisi. Dalam penulisan puisi, diksi harus indah dan selaras.[12] Diksi di dalam puisi ditentukan oleh sifat dari puisi tersebut. Sifat-sifat ini merupakan sifat yang dapat diamati secara emotif, objektif, imitatif, dan konotatif.[13]

Penulisan naskah drama tragedi sunting

Diksi merupakan salah satu bagian dari drama tragedi. Penggunaan diksi di dalam drama tragedi adalah untuk memperjelas maksud seseorang dalam kata-katanya. Pemakaian diksi di dalam drama harus sama seperti penggunaan diksi pada penulisan prosa dan puisi.[14]

Referensi sunting

  1. ^ a b Wijayanti, dkk. (2015). Bahasa Indonesia: Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah. Jakarta: Rajawali Pers. hlm. 76. ISBN 978-979-769-782-2. 
  2. ^ Mahliatussikah, Hanik (2015). Pembelajaran Puisi Teori dan Penerapannya dalam Kajian Puisi Arab (PDF). Malang: Universitas Negeri Malang. hlm. 41. ISBN 978-979-495-785-1. 
  3. ^ Al-Ma'ruf, A. I., dan Nugarahani, F. (2017). Pengkajian Sastra: Teori dan Aplikasi (PDF). Surakarta: CV. Djiwa Amarta Press. hlm. 52–53. ISBN 978-602-60585-8-4. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-01-10. Diakses tanggal 2020-12-10. 
  4. ^ a b Ahyar, Juni (2019). Bahasa Indonesia dan Penulisan Ilmiah (PDF). Lhokseumawe: CV. BieNa Edukasi. hlm. 118. ISBN 978-602-1068-05-2. 
  5. ^ Nurdjan, dkk. (2016). Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi. Makassar: Aksara Timur. hlm. 28. ISBN 978-602-73433-6-8. 
  6. ^ Mustakim 2014, hlm. 48.
  7. ^ Widjono, Hs (2007). Bahasa Indonesia (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi). Jakarta: PT. Grasindo. hlm. 98–99. ISBN 9797598217. 
  8. ^ Mustakim 2014, hlm. 56.
  9. ^ Mustakim 2014, hlm. 57.
  10. ^ Mustakim 2014, hlm. 73.
  11. ^ Mustakim 2014, hlm. 81.
  12. ^ Kosasih, E. (2008). Apresiasi Sastra Indonesia (PDF). Jakarta: Nobel Edumedia. hlm. 33. ISBN 978-602-8219-57-0. 
  13. ^ Suswandari, M., dan Hatmo, K. T. (2018). Ontologi Puisi (PDF). Kebumen: CV. Intishar Publishing. hlm. 14. ISBN 978-602-5692-57-4. 
  14. ^ Ahyar, Juni (2019). Apa Itu Sastra:Jenis-Jenis Karya Sastra dan Bagaimanakah Cara Menulis dan Mengapresiasi Sastra (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 181. ISBN 978-623-02-0145-5. 

Daftar pustaka sunting

  • Mustakim (2014). Bentuk dan Pilihan Kata (PDF). Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pemasyarakatan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 

Pranala luar sunting

Lihat juga sunting