Jajanan jalanan di Thailand

Jajanan jalanan di Thailand merupakan kumpulan aneka makanan, kudapan, dan buah-buahan siap santap, yang dijual oleh penjaja jalanan di kedai kecil, warung, atau gerobak di tepi jalanan di negara Thailand. Mencoba aneka jajanan jalanan adalah suatu kegiatan menarik bagi wisatawan kala mengunjungi Thailand, karena mereka dapat menikmati aneka cita rasa masakan Thailand.[1] Bangkok sering disebut sebagai kota terbaik untuk menikmati jajanan jalanan.[2][3][4] Pada 2012, VirtualTourist mendaulat kota Bangkok sebagai kota jajanan jalanan nomor satu dunia—berkat kekayaan variasi makanan serta banyaknya penjaja jalanan di kota tersebut.[5][6][7]

Jajanan jalanan di Festival Roket Yasothon, Thailand.

Terdapat banyak tempat di Bangkok yang terkenal sebagai pusat jajanan jalanan, misalnya daerah Yaowarat dan kawasan di dekatnya (Talat Noi, Wat Traimit dan Chaloem Buri), Nang Loeng, Sam Phraeng, Pratu Phi, Bang Lamphu, Kasat Suek, Sam Yan, Tha Din Daeng, Wongwian Yai, Pasar Wang Lang, dan Talat Phlu.[8][2]

Ciri-ciri

sunting
 
Gerobak makanan keliling menjajakan yam naem khao thot di kota Ayutthaya

Di Thailand, hampir semua jenis hidangan dapat ditemukan dijajakan oleh penjaja jalanan, baik di pasar atau di tepi jalan. Beberapa penjual secara khusus hanya menjual satu atau dua macam hidangan, sementara ada pula kedai yang menawarkan menu lengkap yang menyaingi rumah makan. Sebagian menjual makanan siap saji yang sudah masak, sementara ada pula pedagang yang memasak makanan sesuai pesanan pelanggan. Makanan yang dimasak di tempat biasanya adalah masakan sederhana yang mudah disiapkan, dengan cara ditumis dengan nasi, seperti kaphrao mu (tumisan daging babi cincang dengan daun kemangi)[9] atau phat khana (tumis kailan), atau kari yang dimasak segera seperti pladuk phat phet (lele goreng dengan bumbu kari merah).

Jenis makanan yang ditawarkan di pasar basah di Thailand biasanya adalah makanan matang siap santap yang sudah dimasak sebelumnya, mirip seperti masakan di warung nasi. Banyak warga yang membeli makanan di kedai ini, atau di penjaja jalanan untuk makan siang di kantor, atau untuk dibawa pulang. Masyarakat Thai lazim membawa makanan bersama yang terdiri atas beberapa hidangan, nasi putih, manisan, dan buah-buahan, semuanya dibungkus dalam kemasan plastik atau wadah stereofoam. Makanan ini biasanya dimakan secara berbagi baik di kantor atau di rumah. Karena banyak makanan rumahan yang juga dijual di jalan, maka jajanan jalanan adalah tempat yang baik untuk mencoba makanan khas daerah atau makanan musiman Thailand.

 
Roti bakar dengan selai dan susu kental manis dijajakan di Bangkok

Pasar makanan di Thailand berupa bangsal terbuka dengan kedai permanen, biasanya merupakan kumpulan warung-warung jalanan, masing-masing penjual menyediakan meja kecil sederhana. Beberapa tempat lebih mirip pujasera (pusat jajan serba ada) atau food court di pusat perbelanjaan, mal, dan pasar swalayan besar, dengan gerai pelayanan dan kumpulan meja komunal. Pujasera dan pasar makanan biasanya juga menjajakan makanan yang sama dengan jajanan pinggir jalan, baik yang sudah matang siap santap, atau harus dimasak terlebih dahulu sesuai pesanan. Pasar malam yang menjual makanan adalah sekumpulan kedai, warung, dan gerobak makanan; lazim muncul di area parkir, di sepanjang jalanan yang ramai, di festival lokal, atau di dekat kuil pada malam hari. Pasar makanan jalanan ini biasanya buka pada sore dan malam hari ketika matahari sudah terbenam sehingga cuaca tidak panas dan nyaman bagi mereka yang baru pulang kerja.

Sejarah

sunting
 
Pasar terapung di Thailand menawarkan aneka makanan dan buah-buahan.

Budaya menjajakan makanan jalanan di Asia Tenggara muncul ketika hadirnya buruh kuli yang datang dari Tiongkok pada akhir abad ke-19. Akibatnya, banyak jajanan jalanan Thailand dapat melacak asal-usulnya dari pengaruh kuliner Tionghoa.[10] Kebanyakan penjaja jajanan jalanan adalah orang Tionghoa Thailand, dan tak banyak orang Thai yang terjun ke sektor ini sampai sampai awal tahun 1960-an, ketika urbanisasi dan pertumbuhan penduduk merangsang tumbuhnya budaya jajanan jalanan.[11] Bahkan pada tahun 1970-an budaya jajanan jalanan ini sudah menggeser budaya masakan rumah.[12]

Secara tradisional, masakan Thailand dimasak tiap hari oleh istri atau ibu di setiap rumah tangga Thailand. Akan tetapi, menjual makanan adalah kegiatan ekonomi yang lazim sejak zaman kerajaan Siam kuno, di mana bahan pangan seperti buah-buahan dan makanan tradisional dijajakan di "pasar terapung" di kanal sejak zaman Ayutthaya (1350–1767). Pasar terapung atau jajanan kanal sudah ada di sungai-sungai Thailand sejak dua abad lampau. Akan tetapi, sejak awal abad ke-20, raja Rama V memodernisasi negaranya dan memindahkan kegiatan ekonomi dari sungai ke daratan. Dalam istilah percakapan di Bangkok, seorang istri yang tidak memasak sendiri, hanya membeli makanan jalanan untuk memberi makan keluarganya, akan dicemooh sebagai "istri kantong plastik", merujuk kepada wadah plastik jajanan jalanan.

Maraknya budaya jajanan jalanan Thailand disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Cara hidup bangsa Thai yang berkisar dalam sektor pertanian dan produksi pangan, tradisi kuliner yang kaya, serta ketersediaan aneka bahan pangan yang terjangkau, semuanya sangat melekat dalam budaya Thailand. Ditambah lagi dengan pesatnya urbanisasi yang menimbulkan permintaan lokal akan makanan sehari-hari, yang pada gilirannya merangsang tumbuhnya sektor usaha makanan, terutama di kawasan perkotaan. Selain itu tumbuh pula minat wisatawan internasional yang ingin menikmati makanan lokal saat kunjungan mereka di Thailand.[13]

Makanan

sunting
 
Som tam (selada pepaya mentah) adalah jajanan jalanan yang populer di Thailand.

Mi adalah jajanan jalanan yang populer, dan umumnya dimakan sebagai hidangan tunggal. Hidangan mi antara lain pad Thai; rad na, kwetiau tumis dengan daging sapi, babi, atau ayam, campur sayuran, disiram kuah encer; dan kembaran rad naa, phat si-io, kuetiau goreng (tanpa kuah) dengan kecap asin, sayur, daging, dan cabai. Mi kuah ala Tionghoa, mi goreng, dan bihun fermentasi ala Thai (khanom chin), yang disajikan dengan aneka pilihan kari Thailand, adalah contoh jajanan jalanan yang populer.

Hampir di setiap tempat di Thailand dapat ditemukan som tam (selada pepaya mentah) dan ketan mangga dijajakan di kedai atau gerobak di pinggir jalan. Demikian pula dapat ditemukan hidangan ayam panggang. Makanan populer lain termasuk tom yum kung (sup udang asam), khao phat (nasi goreng Thai), aneka sate, dan aneka kari. Jajanan asing seperti chikuwa Jepang dan sosis Jerman juga muncul di jajanan jalanan Bangkok.

Di kebanyakan kota di Thailand dapat ditemukan kedai yang menjual roti manis, roti gaya India yang tipis dengan isian pisang, telur, dan coklat. Rotiini mirip dengan roti canai atau roti prata yang lazim ditemukan di Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Biasanya penjual roti ini adalah warga Thai Muslim.

Kudapan

sunting
 
Aneka serangga goreng dijajakan di jalanan Thailand.

Kue manis, yang secara umum disebut khanom, misalnya tako (agar krim kelapa), khanom man (kue kelapa singkong), dan khanom wun (agar-agar aneka rasa), "khao lam" dari Chonburi dapat ditemukan dijajakan di atas gerobak bernampan besar yang ditutupi kaca. Jajanan manis lain misalnya khanom bueang dan khanom khrok (mirip poffertjes Belanda), juga dijajakan dan siap dipesan.

Pada malam hari, kedai keliling berbentuk sepeda motor yang ditempeli gerobak yang mirip becak motor, akan berkeliling dan berjualan secara sementara di jalanan di depan bar. Biasanya mereka menjual kap klaem ("kudapan teman minum"). Pedagang keliling kap klaem biasanya menjual makanan bakar yang ditusuk seperti sate, misalnya cumi kering panggang, sate daging, sosis bakar yang berasa asam, serta kudapan goreng-gorengan seperti sosis goreng. Buah-buahan potong yang sudah dikupas dan diiris juga dijajakan oleh penjaja jalanan, biasanya disimpan dalam kotak beralaskan es batu agar buah-buahan itu tetap segar. Salapao, bakpao kukus yang diisi daging atau kacang merah manis adalah bakpao versi Thailand yang lazim dijual penjaja keliling. Dapat pula ditemukan aneka jajanan jalanan berupa serangga goreng.

Lihat pula

sunting

Daftar pustaka

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Chawadee Nualkhair (25 November 2015). "Bangkok's best street food: a guide to dishes and districts". The Guardian. 
  2. ^ a b Wiens, Mark (9 May 2011). "Top 16 Bangkok Street Food Sanctuaries (Are You Ready to Eat?)". Migrationology. 
  3. ^ "The 10 best street food cities in the world, per VirtualTourist.com, Frommer's". NY Daily News. 
  4. ^ "The Hairy Bikers' Asian Adventure, Thailand – Bangkok and the Central Plains". BBC. 
  5. ^ "Top Ten Cities for Street Food". Virtual Tourist. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-09-08. Diakses tanggal 2016-07-12. 
  6. ^ Bender, Andrew (19 September 2012). "The World's Top 10 Cities For Street Food". Forbes. 
  7. ^ Gross, Matt (9 April 2018). "Where to Find Bangkok's Best Street Food While You Can". New York Times. Diakses tanggal 19 April 2018. 
  8. ^ Maureen (2018-06-19). "Chinatown Bangkok: 8 Indulgence Food To Eat In Yaowarat Road". MISS TAM CHIAK. Diakses tanggal 2018-12-21. 
  9. ^ "The world's best street food". The Guardian. London. 24 February 2012. 
  10. ^ Carlo Petrini (October 2001). Slow Food: Collected Thoughts on Taste, Tradition, and the Honest Pleasures ... ISBN 9781603581721. Diakses tanggal 2012-08-16. 
  11. ^ David Thompson (2009). Thai Street Food. ISBN 9781580082846. Diakses tanggal 2012-08-16. 
  12. ^ B. W. Higman (2011-08-08). How Food Made History. ISBN 9781444344653. Diakses tanggal 2012-08-16. 
  13. ^ "Tourists aren't the only losers in Bangkok's street food ban". Food (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2018-10-02. 

Pranala luar

sunting