1 Timotius 2 (disingkat 1Tim 2) adalah bagian dari Surat Paulus yang Pertama kepada Timotius dalam Perjanjian Baru di Alkitab Kristen.[1][2] Digubah oleh rasul Paulus[3] dan ditujukan kepada Timotius.[4]

1 Timotius 2
Lembaran yang memuat 1 Timotius 2:2-6 pada Codex Coislinianus, yang dibuat sekitar tahun 550 M.
KitabSurat 1 Timotius
KategoriSurat-surat Paulus
Bagian Alkitab KristenPerjanjian Baru
Urutan dalam
Kitab Kristen
15
pasal 1
pasal 3

Teks sunting

Struktur sunting

Pembagian isi pasal:

Ayat 4 sunting

(Allah) yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran.[5]

Alkitab menyatakan dua aspek kehendak Allah untuk manusia berhubung dengan masalah keselamatan: kehendak-Nya yang sempurna dan kehendak-Nya yang mengizinkan (lihat Matius 7:21; Lukas 7:30; 13:34; Yohanes 7:17; Kisah Para Rasul 7:51).

  • 1) Kehendak Allah yang sempurna sungguh-sungguh menginginkan "supaya semua orang diselamatkan". Allah tidak mau seorang pun binasa, "melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat" (2 Petrus 3:9). Aspek kehendak Allah ini berkaitan dengan apa yang diinginkan oleh-Nya, dan bukan apa yang diizinkan-Nya.
  • 2) Kehendak Allah yang mengizinkan berkaitan dengan apa yang dibiarkan atau diizinkan oleh-Nya, dan bukan apa yang sebenarnya diinginkan-Nya. Bahwa banyak orang tetap terhilang dalam dosa berhubungan dengan aspek kehendak Allah ini dan bukan karena kehendak-Nya yang sempurna. Kalau ada orang yang memilih untuk tetap tidak selamat, Allah akan mengizinkan hal itu karena Dia tidak memaksa mereka yang menolak untuk menerima keselamatan dari Anak-Nya. Dengan demikian, banyak hal yang terjadi di dunia ini sebenarnya bertentangan dengan kehendak Allah yang sempurna (yaitu dosa, hawa nafsu, kekerasan, kebencian, dan ketegaran hati), tetapi dalam kehendak-Nya yang mengizinkan.

Kedua aspek kehendak Allah ini juga berfungsi dalam pengalaman hidup yang menyedihkan dan mendukakan. Banyak penderitaan dan kesulitan pribadi diizinkan Allah, tetapi belum tentu menjadi maksud atau kehendak-Nya yang utama untuk orang itu. Karena dosa, pemberontakan, dan kesembronoan, maka kesulitan dan kesukaran dapat terjadi tanpa diinginkan Allah. Penderitaan pribadi kadang-kadang dapat disebabkan karena prinsip ilahi "yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Galatia 6:7).[6]

Ayat 5 sunting

Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus,[7]

Manusia harus mendekati Allah melalui Yesus Kristus saja (Ibrani 7:25), bersandar pada kematian-Nya sebagai korban untuk menutupi dosa manusia dan berdoa dengan iman memohon kekuatan dan belas kasihan untuk menolong dengan semua kebutuhan manusia (Ibrani 4:4–16). Orang yang sudah diselamatkan tidak boleh membiarkan makhluk ciptaan apa pun menggantikan kedudukan Kristus ini dengan berdoa kepadanya (lihat Ibrani 8:6; 9:15; 12:24).[6]

Ayat 14 sunting

Lagipula bukan Adam yang tergoda, melainkan perempuan itulah yang tergoda dan jatuh ke dalam dosa.[8]

Pernyataan ini merujuk kepada peristiwa kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa di Taman Eden yang tercatat dalam Kejadian 3. Dalam Kejadian 3:6 ditulis bahwa Hawa yang digoda Iblis untuk memakan buah larangan, sedangkan Adam menerima buah itu dari Hawa, bukan karena godaan Iblis.[9] Namun, keputusan Adam untuk ikut "mati" (karena memakan buah larangan) bersama istrinya, melambangkan Yesus Kristus yang rela menjadi manusia demi menyelamatkan "mempelai perempuan"-Nya, yaitu orang-orang percaya atau "gereja-Nya", dengan mati disalibkan sebagai penebusan dosa manusia.[9]

Ayat 15 sunting

Tetapi perempuan akan diselamatkan karena melahirkan anak, asal ia bertekun dalam iman dan kasih dan pengudusan dengan segala kesederhanaan.[10]

Paulus mengatakan bahwa wanita pada umumnya akan diselamatkan oleh iman kepada Allah dan dengan menerima tugas yang telah ditetapkan oleh Pencipta mereka.

  • 1) Kedudukan tertinggi dan martabat sejati wanita ialah sebagai istri dan ibu yang saleh. Tidak ada sukacita, kesenangan batin, berkat, atau kehormatan lebih tinggi yang dapat diperolehnya sebagai istri dan ibu Kristen, selain dengan melahirkan anak-anak (1 Timotius 5:14), mengasihi mereka (Titus 2:4), membesarkan mereka sehingga hidup bagi Kristus untuk memuliakan Allah (bandingkan 2 Timotius 1:5; 3:14–15) dan dia tetap setia kepada Juruselamatnya (ayat 15 ini).
  • 2) Kehormatan dan martabat melahirkan anak jangan diremehkan oleh orang Kristen. Yesus Kristus datang ke dunia karena kemampuan melahirkan anak dari Maria, yang menjadi saluran keselamatan bagi umat manusia (Kejadian 3:15; Matius 1:18–25).
  • 3) Masyarakat, kebudayaan, dan gereja yang merendahkan atau menolak maksud Allah untuk wanita, dan dengan demikian menurunkan nilai keluarga, rumah tangga, dan ibu Kristen akan semakin banyak mengalami kehancuran dalam pernikahan, keluarga, dan masyarakat (lihat 2 Timotius 3:3).
  • 4) Pernyataan Paulus kepada wanita Kristen bukan bermaksud merendahkan martabat wanita yang tidak menikah atau tidak bisa mempunyai anak. Iman, kasih, dan kekudusan wanita demikian dapat setingkat dengan wanita yang berkeluarga (lihat 1 Korintus 7:34).[6]

Referensi sunting

  1. ^ Willi Marxsen. Introduction to the New Testament. Pengantar Perjanjian Baru: pendekatan kristis terhadap masalah-masalahnya. Jakarta:Gunung Mulia. 2008. ISBN:9789794159219.
  2. ^ John Drane. Introducing the New Testament. Memahami Perjanjian Baru: Pengantar historis-teologis. Jakarta:Gunung Mulia. 2005. ISBN:9794159050.
  3. ^ 1 Timotius 1:1
  4. ^ 1 Timotius 1:2
  5. ^ 1 Timotius 2:4
  6. ^ a b c The Full Life Study Bible. Life Publishers International. 1992. Teks Penuntun edisi Bahasa Indonesia. Penerbit Gandum Mas. 1993, 1994.
  7. ^ 1 Timotius 2:5
  8. ^ 1 Timotius 2:14
  9. ^ a b M.R. DeHaan. Portraits of Christ in Genesis. Zondervan. 1966.
  10. ^ 1 Timotius 2:15

Lihat pula sunting

Pranala luar sunting