Domestikasi hewan

(Dialihkan dari Hewan domestik)

Domestikasi hewan adalah proses perubahan karakter genetik, fisik, dan perilaku hewan liar dari generasi ke generasi sehingga mereka teradaptasi untuk hidup bersama manusia. Hewan domestik merupakan sebutan bagi hewan-hewan yang telah terdomestikasi. Secara umum, kelangsungan hidup hewan-hewan ini bergantung pada manusia.

Anjing dan domba merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi.

Perbedaan sifat antara hewan domestik dengan nenek moyangnya yang merupakan hewan liar diamati oleh Charles Darwin. Ia juga merupakan orang pertama yang mengenali perbedaan antara seleksi buatan yang dilakukan secara sadar (saat manusia memilih sifat-sifat yang diinginkan) dengan seleksi tak sadar (saat suatu organisme berevolusi dan mengalami perubahan sifat sebagai hasil dari seleksi alam).[1][2] Domestikasi tidak bisa disamakan dengan penjinakan, yaitu modifikasi perilaku terkondisi pada hewan liar agar mereka dapat menerima kehadiran manusia dan tidak menghindari manusia. Di sisi lain, domestikasi merupakan modifikasi genetik permanen pada suatu garis keturunan hewan sehingga predisposisi mereka terhadap manusia dapat diwariskan.[3][4] Sejumlah peneliti mengusulkan sebuah model yang menjelaskan jalur yang dilalui hewan dalam proses domestikasi. Model ini terdiri atas tiga jalur: (1) jalur komensal, ketika hewan liar menyesuaikan diri dengan relung manusia (misalnya anjing, kucing, unggas, dan mungkin babi); (2) jalur mangsa, ketika hewan liar diburu untuk dimakan (misalnya domba, kambing, sapi, kerbau, yak, babi, rusa kutub, llama, dan alpaka); serta (3) jalur terarah, ketika hewan liar dijadikan sumber tenaga alih-alih makanan (misalnya kuda, keledai, dan unta).[5][6][7]

Anjing merupakan hewan pertama yang didomestikasi dan hewan ini telah hidup bersama manusia di seluruh Eurasia sebelum akhir era Pleistosen Akhir, jauh sebelum budi daya tumbuhan dan sebelum domestikasi hewan-hewan lain.[8][9] Tidak seperti hewan domestik lainnya yang nenek moyangnya terutama diseleksi karena sifat-sifat yang berhubungan dengan produksi, anjing pada awalnya diseleksi karena perilakunya.[10] Data arkeologi dan genetik menunjukkan bahwa aliran gen dua arah jangka panjang antara stok liar dan domestik—termasuk pada keledai, kuda, unta, kambing, domba, dan babi—adalah hal biasa.[7] Sebuah penelitian menyimpulkan bahwa seleksi buatan oleh manusia untuk memilih sifat-sifat domestik mungkin menetralkan efek homogenisasi aliran gen dari babi liar ke babi domestik dan menciptakan pulau-pulau domestikasi dalam genom. Proses yang sama juga berlaku untuk hewan domestik lainnya.[11]

Definisi sunting

Domestikasi sunting

Domestikasi didefinisikan dengan beragam oleh berbagai sumber ilmiah. Pada tahun 2012, Melinda Zeder, ahli zooarkeologi mendefinisikan domestikasi sebagai "hubungan mutualistik multigenerasi yang berkelanjutan ketika satu organisme [dalam hal ini adalah manusia] mengasumsikan tingkat pengaruh yang signifikan terhadap reproduksi dan perawatan organisme lain [dalam hal ini adalah hewan] untuk mengamankan pasokan sumber daya yang lebih dapat diprediksi, dan ketika organisme pasangannya [hewan tertentu yang didomestikasi] memperoleh keuntungan atas individu-individu yang berada di luar hubungan ini, dan hal ini menguntungkan dan sering kali meningkatkan kecocokan baik bagi organisme pendomestikasi maupun organisme yang didomestikasi."[5][12][13] Definisi ini mengakui komponen biologis dan komponen budaya dari proses domestikasi serta efeknya pada manusia dan hewan atau tumbuhan yang didomestikasi. Semua definisi domestikasi yang dirumuskan sebelumnya telah memasukkan hubungan antara manusia dengan tumbuhan dan hewan, tetapi lebih menekankan manusia sebagai pemeran utama dalam hubungan tersebut. Sementara itu, definisi Zeder mengakui hubungan mutualistik sehingga kedua organisme mendapatkan keuntungan. Domestikasi sangat meningkatkan kinerja reproduksi tanaman pangan, ternak, dan hewan kesayangan yang jauh melebihi nenek moyang mereka yang liar. Domestikasi juga memberi manusia sumber daya yang dapat mereka kendalikan, pindahkan, dan distribusikan ulang dengan lebih aman dan terprediksi. Hal ini kemudian menjadi keuntungan yang memicu ledakan populasi agropastoralis dan penyebarannya ke seluruh penjuru Bumi.[5]

Sebagai salah satu bentuk mutualisme, domestikasi tidak terbatas pada hubungan antara manusia dengan tumbuhan atau hewan, tetapi juga di antara organisme nonmanusia. Sebagai contoh, terdapat bukti adanya mutualisme semut–fungi yang menunjukkan bahwa semut pemotong daun melakukan domestikasi terhadap fungi tertentu.[14]

Sindrom domestikasi sunting

 
Karakteristik yang digunakan untuk mendeksripsikan sindrom domestikasi pada hewan.[15]

Sindrom domestikasi adalah istilah yang awalnya digunakan untuk menggambarkan serangkaian sifat fenotipe yang muncul selama proses domestikasi yang membedakan tumbuhan domestik dari nenek moyangnya yang merupakan tumbuhan liar.[16][17] Belakangan, istilah ini juga diterapkan pada hewan. Sindrom domestikasi pada hewan di antaranya peningkatan sifat patuh dan jinak, perubahan warna dan pola mantel, pengecilan ukuran gigi, perubahan morfologi tengkorak, perubahan bentuk telinga dan ekor (misalnya telinga menjadi terkulai), siklus estrus yang lebih sering dan nonmusiman, perubahan tingkat hormon adrenokortikotropik, perubahan konsentrasi beberapa neurotransmiter, perpanjangan perilaku remaja, dan pengecilan ukuran otak secara total atau pengecilan daerah otak tertentu.[18] Meskipun demikian, serangkaian sifat yang digunakan untuk mendefinisikan sindrom domestikasi pada hewan terkadang tidak konsisten.[15]

Perbedaan dengan penjinakan sunting

Domestikasi berbeda dengan penjinakan. Hewan jinak adalah satwa liar yang ditangkap, dipelihara, dan dilatih agar terbiasa hidup di dekat manusia. Penjinakan merupakan upaya untuk menjadikan satwa liar dapat menerima kehadiran manusia dan terkadang mampu untuk melakukan tugas tertentu, tetapi mereka tidak mengalami perubahan genetik yang berarti. Di sisi lain, domestikasi merupakan modifikasi genetik permanen pada suatu garis keturunan hewan sehingga predisposisi mereka terhadap manusia dapat diwariskan.[3][4] Manusia memilih hewan bersifat jinak, tetapi tanpa adanya respons evolusioner yang sesuai, domestikasi tidak tercapai.[6] Hewan domestik belum tentu berperilaku jinak, misalnya sapi petarung spanyol. Di sisi lain, satwa liar bisa saja berperilaku jinak, seperti citah yang dipelihara sejak lahir. Hewan-hewan yang dikembangbiakkan selama beberapa generasi di penangkaran, seperti harimau, gorila, dan beruang kutub, juga bukanlah hewan domestik.[4] Gajah asia merupakan satwa liar yang jinak dan menunjukkan beberapa tanda domestikasi, tetapi perkembangbiakannya tidak dikendalikan oleh manusia dan mereka tidak tergolong sebagai hewan domestik.[19]

Sejarah sunting

Domestikasi hewan dan tumbuhan dipicu oleh perubahan iklim dan lingkungan yang terjadi setelah puncak Glasial Maksimum Terakhir sekitar 21.000 tahun yang lalu dan terus berlanjut hingga saat ini. Perubahan ini membuat manusia sulit mendapatkan makanan. Hewan domestik pertama adalah anjing (Canis lupus familiaris) yang merupakan hasil domestikasi dari serigala (Canis lupus) setidaknya sekitar 15.000 tahun yang lalu. Zaman Dryas Terkini yang terjadi 12.900 tahun lalu merupakan periode yang sangat dingin dan gersang yang menekan manusia untuk mengintensifkan strategi mereka dalam mencari makanan. Pada awal kala Holosen 11.700 tahun yang lalu, kondisi iklim menjadi lebih menguntungkan sehingga populasi manusia meningkat. Mereka kemudian melakukan domestikasi hewan dan tumbuhan berskala kecil, yang memungkinkan manusia menambah persediaan makanan yang telah mereka peroleh melalui perburuan-pengumpulan.[20]

 
Lukisan hieroglif Mesir Kuno yang menggambarkan pemerahan sapi

Meluasnya penerapan pertanian dan berlanjutnya domestikasi spesies selama Revolusi Neolitikum mengawali pergeseran evolusi, ekologi, dan demografi manusia, hewan, dan tumbuhan secara cepat.[6][21] Daerah-daerah yang memiliki pertanian yang luas kemudian mengalami urbanisasi,[21] pertambahan kepadatan penduduk,[21][22] perluasan ekonomi, dan menjadi pusat domestikasi hewan dan tumbuhan.[21][23][24]

Di kawasan Hilal Subur 10.000–11.000 tahun yang lalu, zooarkeologi menunjukkan bahwa domba, kambing, babi, dan sapi eropa merupakan hewan-hewan ternak yang pertama didomestikasi. Para arkeolog juga menemukan kuburan tua berusia sekitar 9.500 tahun di Siprus yang berisi manusia dewasa bersama kerangka kucing domestik.[25] Dua ribu tahun kemudian, sapi zebu berpunuk didomestikasi di tempat yang sekarang disebut Balochistan di Pakistan. Di Asia Timur sekitar 8.000 tahun yang lalu, babi didomestikasi dari babi hutan yang secara genetik berbeda dari babi yang ditemukan di Hilal Subur. Sementara itu, kuda didomestikasi di stepa Asia Tengah sekitar 5.500 tahun yang lalu, sedangkan ayam didomestikasi di Asia Tenggara sekitar 4.000 tahun yang lalu.[20]

Kategori sunting

Domestikasi dapat dianggap sebagai tahap akhir dari intensifikasi hubungan antara subpopulasi hewan atau tumbuhan dengan manusia. Hubungan ini dapat dibagi menjadi beberapa tingkat intensifikasi.[26] Dalam studi domestikasi hewan, para peneliti telah mengusulkan lima kategori hewan: liar, liar dalam penangkaran, domestik, persilangan, dan feral.[27][28]

  • Hewan (satwa) liar — Hewan-hewan ini terutama berevolusi melaui seleksi alam, meskipun mereka mungkin juga dipengaruhi oleh peristiwa demografik pada masa lalu dan tindakan-tindakan seleksi buatan, terutama oleh pengendalian dan perusakan habitat alamiah mereka.
  • Hewan (satwa) liar dalam penangkaran — Hewan-hewan ini dipengaruhi secara langsung oleh manusia, terutama dalam hal pemberian makanan, perkembangbiakan, dan perlindungan atau pengurungan. Manusia juga terkadang melakukan seleksi buatan untuk memilih hewan-hewan yang lebih sesuai untuk ditangkarkan.
  • Hewan domestik — Hewan-hewan ini dihasilkan dari seleksi buatan, misalnya oleh praktik peternakan. Bagi mereka, seleksi alam tidak terlalu berpengaruh, terutama bagi hewan yang dipelihara dengan manajemen yang ketat.
  • Hewan persilangan — Hewan-hewan ini lahir dari persilangan hewan liar dan hewan domestik. Mereka mungkin merupakan organisme perantara antara kedua orang tuanya dan mungkin saja lebih mirip dengan salah satu orang tuanya atau bahkan menunjukkan sifat unik yang berbeda dari kedua orang tuanya. Hewan persilangan dan hewan hibrida dapat dikembangbiakkan dengan sengaja untuk tujuan tertentu atau dapat lahir tanpa sengaja sebagai hasil dari kontak antara hewan domestik dan hewan liar.
  • Hewan feral — Hewan-hewan ini merupakan hewan domestik yang kembali ke kondisi liar. Oleh karena itu, mereka mengalami seleksi alam secara intensif karena tinggal di habitat liar dan juga seleksi buatan secara ringan karena terkadang masih tinggal di lingkungan manusia.

Pada tahun 2015, sebuah studi membandingkan keragaman ukuran, bentuk, dan alometri gigi pada seluruh kategori babi domestik modern (genus Sus). Studi ini menunjukkan perbedaan yang jelas antara fenotipe gigi populasi babi liar, babi liar yang ditangkarkan, babi domestik, dan babi hibrida. Temuan ini mendukung kategorisasi hewan melalui bukti fisik. Studi ini tidak melibatkan populasi babi feral tetapi mengusulkan penelitian lebih lanjut pada mereka dan mengusulkan penelitian pada perbedaan genetik dengan babi hibrida.[28]

Daftar sunting

Berikut ini adalah daftar hewan-hewan domestik yang periode domestikasinya telah diperkirakan. Daftar ini dibuat dalam bentuk tabel taksonomi yang setiap kolomnya diurutkan berdasarkan abjad.[6]

Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies
Arthropoda Insecta Hymenoptera Apidae Apis A. cerana
A. mellifera
Lepidoptera Bombycidae Bombyx B. mori
Chordata Actinopterygii Cypriniformes Cyprinidae Cyprinus C. carpio
Aves Anseriformes Anatidae Anas A. platyrhynchos
Anser A. anser
Cairina C. moschata
Columbiformes Columbidae Columba C. livia
Galliformes Phasianidae Gallus G. gallus domesticus
Meleagris M. gallopavo domesticus
Numididae Numida N. meleagris
Mammalia Artiodactyla Bovidae Bos B. gaurus
B. grunniens
B. indicus
B. javanicus domesticus
B. taurus
Bubalus B. bubalis
Capra C. hircus
Ovis O. aries
Camelidae Camelus C. bactrianus
C. dromedarius
Lama L. glama
L. pacos
Cervidae Rangifer R. tarandus
Suidae Sus S. domesticus
Carnivora Canidae Canis C. lupus familiaris
Felis F. catus
Lagomorpha Leporidae Oryctolagus O. cuniculus
Perissodactyla Equidae Equus E. asinus
E. ferus caballus
Rodentia Caviidae Cavia C. porcellus

Karakteristik umum sunting

Jumlah hewan domestik telah melebihi satwa liar. Biomassa vertebrata liar semakin kecil dibandingkan dengan biomassa hewan domestik. Sebagai perbandingan, biomassa sapi domestik lebih besar daripada semua mamalia liar.[29] Karena evolusi hewan domestik masih terus berlangsung, proses domestikasi memiliki titik awal tetapi tidak memiliki titik akhir. Berbagai kriteria telah dibuat untuk mendefinisikan hewan domestik, tetapi semua keputusan tentang kapan tepatnya seekor hewan dapat diberi label "domestik" dalam pengertian zoologi bersifat sewenang-wenang, meskipun juga bermanfaat.[30] Domestikasi merupakan proses dinamis dan nonlinier yang dapat memulai, menghentikan, membalikkan, atau menuju jalur yang tidak terduga tanpa ambang batas yang jelas atau universal yang memisahkan satwa liar dari hewan domestik. Namun, ada karakteristik umum yang dimiliki oleh semua hewan domestik.[5]

Praadaptasi perilaku sunting

Spesies hewan tertentu, dan individu tertentu dalam spesies tersebut, menjadi kandidat domestikasi yang lebih baik daripada hewan-hewan lain karena mereka menunjukkan karakteristik perilaku tertentu: (1) jumlah dan organisasi struktur sosial mereka; (2) ketersediaan dan tingkat selektivitas dalam memilih pasangan; (3) kemudahan dan kecepatan ikatan orang tua dengan anaknya serta kematangan dan mobilitas anaknya saat lahir; (4) tingkat fleksibilitas dalam diet dan toleransi habitat; dan (5) respons terhadap manusia dan lingkungan baru, termasuk respons untuk menghidar dan reaktivitas terhadap rangsangan eksternal.[5][27][31][32] Berkurangnya kewaspadaan terhadap manusia serta rendahnya reaktivitas terhadap manusia dan rangsangan eksternal lainnya merupakan praadaptasi kunci untuk domestikasi. Perilaku-perilaku ini juga merupakan target utama dari tekanan selektif yang dialami oleh hewan yang menjalani domestikasi.[5][6] Hal ini menyiratkan bahwa tidak semua hewan dapat didomestikasi karena tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut, misalnya zebra.[6][24]

 
Nenek moyang sapi memiliki karakteristik yang mendukung untuk domestikasi

Jared Diamond dalam bukunya Bedil, Kuman, dan Baja mempertanyakan mengapa di antara 148 mamalia herbivor terestrial liar di dunia, hanya 14 yang didomestikasi. Ia juga mengusulkan bahwa nenek moyang liar mereka harus memiliki enam karakteristik sebelum mereka dapat dipertimbangkan untuk didomestikasi:[33]

  1. Makanan yang efisien – Hewan yang mengonsumsi tumbuhan dan dapat memproses makanan mereka secara efisien akan lebih murah dipelihara di penangkaran. Hewan-hewan karnivor perlu memakan daging sehingga domestikator harus memelihara hewan tambahan untuk memberi makan karnivor tersebut. Oleh karena itu, hewan karnivor tidak efisien untuk ditangkarkan.
  2. Tingkat pertumbuhan yang cepat – Tingkat kedewasaan hewan yang cepat dibandingkan dengan rentang umur manusia memungkinkan menusia mengintervensi perkembangbiakan hewan dan membuat hewan tersebut berguna dalam durasi pemeliharaannya. Beberapa hewan berukuran besar membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum mencapai kedewasaan.
  3. Kemampuan untuk berkembang biak di penangkaran – Hewan yang tidak mau berkembang biak di penangkaran menyebabkan manusia hanya bisa memperoleh mereka melalui penangkapan di alam liar.
  4. Disposisi yang menyenangkan – Hewan dengan disposisi yang buruk akan membahayakan manusia.
  5. Kecenderungan untuk tidak panik – Beberapa spesies hewan mudah untuk gelisah dan kabur saat mereka merasakan ancaman.
  6. Struktur sosial – Semua spesies mamalia besar yang didomestikasi memiliki nenek moyang liar yang hidup dalam kawanan. Terdapat hierarki dominasi di antara anggota kawanan, dan berbagai kawanan memiliki teritori yang tumpang tindih alih-alih saling terpisah dan eksklusif. Pengaturan ini memungkinkan manusia untuk mengendalikan hierarki dominasi.

Ukuran dan fungsi otak sunting

 
Perbandingan ukuran tengkorak serigala dan anjing chihuahua

Pemilihan hewan dengan reaktivitas yang lebih rendah secara berkelanjutan telah menghasilkan perubahan besar dalam bentuk dan fungsi otak mamalia domestik. Semakin besar ukuran otak dan tingkat pelipatan otak yang dimiliki oleh nenek moyang liar hewan domestik, semakin besar pula tingkat pengurangan ukuran otak pada versi domestik hewan tersebut.[5][34] Rubah perak yang dibiakkan secara selektif untuk didomestikasi selama lebih dari 40 tahun telah mengalami pengurangan tinggi dan lebar tengkorak yang signifikan yang menunjukkan pengecilan ukuran otak.[5][35] Hal ini mendukung hipotesis bahwa berkurangnya ukuran otak merupakan respons awal terhadap tekanan selektif penjinakan hewan, sedangkan penurunan reaktivitas yang merupakan ciri universal domestikasi hewan.[5] Bagian otak yang paling terpengaruh pada mamalia domestik adalah sistem limbik, yang pada anjing, babi, dan domba domestik menunjukkan pengurangan ukuran sebesar 40% dibandingkan dengan spesies liar mereka. Bagian otak ini mengatur fungsi endokrin yang memengaruhi perilaku seperti agresi, kewaspadaan, dan respons terhadap stres yang dipicu oleh lingkungan; semua atribut yang secara dramatis dipengaruhi oleh domestikasi.[5][34]

Pleiotropi sunting

 
Peta genotipe-fenotipe sederhana yang hanya menunjukkan efek pleiotropi aditif. G1, G2, dan G3 merupakan gen-gen berbeda yang berkontribusi pada sifat fenotipe P1, P2, dan P3.

Pleiotropi diduga menjadi penyebab munculnya perubahan luas yang terlihat pada sindrom domestikasi. Pleiotropi terjadi ketika satu gen memengaruhi dua atau lebih ciri fenotipe yang tampaknya tidak terkait. Perubahan-perubahan fisiologis tertentu menjadi ciri pada banyak spesies hewan domestik. Perubahan ini di antaranya adalah tanda putih yang luas (terutama di bagian kepala), telinga yang terkulai, dan ekor yang keriting. Karakteristik ini muncul bahkan ketika kejinakan menjadi satu-satunya sifat yang muncul di bawah tekanan selektif.[36] Gen-gen yang terlibat dalam kejinakan sebagian besar tidak diketahui sehingga tidak diketahui pula bagaimana atau sejauh mana pleiotropi berkontribusi pada sindrom domestikasi. Sifat jinak juga dapat disebabkan oleh menurunnya regulasi rasa takut dan respons stres melalui reduksi kelenjar adrenal.[36] Berdasarkan hal-hal tersebut, hipotesis pleiotropi dapat dipisahkan menjadi dua teori, yaitu "hipotesis puncak saraf" yang menghubungkan fungsi kelenjar adrenal dengan defisit sel-sel puncak saraf selama perkembangan embrio dan "hipotesis jejaring pengatur genetik tunggal" yang mengklaim bahwa perubahan genetik pada regulator hulu memengaruhi sistem hilir.[37][38]

Sel-sel puncak saraf (NCC) merupakan sel punca embrionik vertebrata yang berfungsi secara langsung dan tidak langsung selama embriogenesis awal untuk menghasilkan banyak jenis jaringan.[37] Karena ciri-ciri yang umumnya dipengaruhi oleh sindrom domestikasi semuanya berasal dari NCC, hipotesis puncak saraf menunjukkan bahwa defisit pada sel-sel puncak saraf menyebabkan perubahan fenotipe pada sindrom domestikasi. Defisit ini dapat menyebabkan perubahan yang kita lihat pada banyak mamalia domestik, seperti telinga yang terkulai (terlihat pada kelinci, anjing, rubah, babi, domba, kambing, sapi, dan keledai) serta ekor yang keriting (pada babi, rubah, dan anjing). Meskipun sel-sel puncak saraf tidak memengaruhi perkembangan korteks adrenal secara langsung, tetapi sel-sel ini mungkin terlibat dalam interaksi embriologi hulu yang relevan.[37] Selain itu, seleksi buatan yang menargetkan sifat jinak dapat memengaruhi gen-gen yang mengendalikan konsentrasi atau pergerakan NCC dalam embrio, yang kemudian mengarah ke berbagai fenotipe.[38]

Hipotesis jejaring pengatur genetik tunggal mengusulkan bahwa sindrom domestikasi dihasilkan dari mutasi pada gen-gen yang mengatur pola ekspresi gen-gen yang lebih hilir,[36] misalnya warna mantel yang belang-belang atau berbintik, mungkin disebabkan oleh keterkaitan jalur biokimia melanin yang terlibat dalam pewarnaan mantel dan neurotransmiter seperti dopamin yang membantu membentuk perilaku dan kognisi. Sifat-sifat terkait ini mungkin timbul dari mutasi pada beberapa gen pengatur kunci.[5] Kekurangan hipotesis ini adalah bahwa ia mengusulkan bahwa ada mutasi pada jejaring gen yang menyebabkan efek dramatis yang tidak mematikan, tetapi saat ini tidak ada jejaring pengatur genetik yang diketahui menyebabkan perubahan dramatis pada begitu banyak sifat yang berbeda.[37]

Pengembalian terbatas sunting

Mamalia feral seperti anjing, kucing, kambing, keledai, babi, dan musang yang telah hidup terpisah dari manusia selama beberapa generasi tidak menunjukkan tanda-tanda mendapatkan kembali massa otak nenek moyang liar mereka. Dingo telah hidup secara terpisah dari manusia selama ribuan tahun, tetapi masih memiliki ukuran otak yang sama dengan anjing domestik.[39] Anjing feral yang secara aktif menghindari kontak dengan manusia masih bergantung pada sampah-sampah dari manusia untuk bertahan hidup dan belum kembali ke perilaku serigala yang dapat hidup independen.[5][40]

Jalur sunting

Sejak tahun 2011, model domestikasi hewan multitahap telah diterima oleh dua kelompok. Kelompok pertama mengusulkan bahwa domestikasi hewan berjalan melalui serangkaian tahapan, mulai dari antropofili, komensalisme, pengendalian di alam liar, pengendalian dalam penangkaran, pembiakan ekstensif, pembiakan intensif, dan akhirnya menjadi hewan kesayangan. Tahapan ini berlangsung secara lambat yang mengintensifkan hubungan antara manusia dan hewan.[26][30]

Kelompok kedua mengusulkan bahwa ada tiga jalur utama yang dijalani sebagian besar hewan domestik: (1) jalur komensal, ketika hewan liar menyesuaikan diri dengan relung manusia (misalnya, anjing, kucing, unggas, dan mungkin babi); (2) jalur mangsa, ketika hewan liar diburu untuk dimakan (misalnya, domba, kambing, sapi, kerbau, yak, babi, rusa kutub, llama dan alpaka); serta (3) jalur terarah, ketika hewan liar dijadikan sumber tenaga alih-alih makanan (misalnya, kuda, keledai, unta).[5][6][7] Pada mulanya, domestikasi hewan melibatkan proses koevolusi yang berlarut-larut dengan banyak tahapan di sepanjang jalur yang berbeda. Manusia tidak berniat mendomestikasi hewan dari, atau setidaknya mereka tidak membayangkan hewan domestik dihasilkan dari, jalur komensal atau jalur mangsa. Dalam kedua jalur ini, manusia kemudian hidup bersama spesies-spesies ini karena hubungan di antara mereka semakin intensif, terutama dengan semakin menonjolnya peran manusia dalam kelangsungan hidup dan reproduksi hewan-hewan tersebut.[6] Meskipun jalur terarah dimulai dari penangkapan hingga penjinakan, dua jalur lainnya tidak berorientasi pada tujuan dan catatan arkeologi menunjukkan bahwa jalur komensal dan jalur mangsa berlangsung dalam kerangka waktu yang lebih lama.[30]

Jalur komensal sunting

 
Kladogram dari 161 ras anjing domestik berdasarkan analisis genomik.[41]

Jalur komensal dilalui oleh hewan yang memakan sampah di sekitar habitat manusia atau oleh hewan yang memangsa hewan lain yang datang ke tempat tinggal manusia. Hewan-hewan dalam jalur ini menjalin hubungan komensalisme dengan manusia, yaitu saat hewan diuntungkan dan manusia tidak dirugikan, dan mungkin menerima sedikit manfaat. Hewan-hewan yang paling mampu mengambil keuntungan dari sumber daya di tempat tinggal manusia akan menjadi lebih jinak, kurang agresif, dan memiliki jarak lawan atau lari yang lebih pendek.[42][43][44] Belakangan, hewan-hewan ini mengembangkan ikatan sosial atau ekonomi yang lebih dekat dengan manusia yang berujung pada hubungan domestik.[5][6] Lompatan dari populasi sinantropi ke populasi domestik hanya dapat terjadi setelah hewan berkembang dari antropofili ke habituasi, ke komensalisme, dan kemudian ke kemitraan, ketika hubungan antara hewan dan manusia sampai pada situasi dasar untuk domestikasi, termasuk penangkaran dan pembiakan terkendali oleh manusia. Dari perspektif ini, domestikasi hewan adalah proses koevolusioner, ketika populasi hewan merespons tekanan selektif sambil beradaptasi dengan relung baru bersama spesies lain serta mengembangkan perilaku baru.[6] Hewan jalur komensal di antaranya anjing, kucing, unggas, dan kemungkinan babi.[8]

Domestikasi hewan dimulai lebih dari 15.000 tahun sebelum sekarang (YBP), yang dimulai dengan serigala (Canis lupus) oleh para pemburu-pengumpul nomaden. Serigala kemungkinan besar mengikuti jalur komensal dalam proses domestikasinya. Kapan, di mana, dan berapa kali serigala telah didomestikasi masih diperdebatkan karena hanya sejumlah kecil spesimen purba yang telah ditemukan, dan baik arkeologi maupun genetika terus memberikan bukti yang bertentangan. Sisa-sisa anjing paling awal—yang paling banyak diterima secara luas—berasal dari 15.000 YBP di Bonn–Oberkassel, Jerman. Sisa-sisa sebelumnya yang berasal dari 30.000 tahun yang lalu digambarkan sebagai anjing Paleolitikum, tetapi status mereka sebagai anjing atau serigala masih diperdebatkan. Studi pada tahun 2018 menunjukkan bahwa divergensi genetis antara anjing dan serigala terjadi 20.000–40.000 YBP, tetapi ini adalah batas waktu atas untuk domestikasi karena periode ini menunjukkan waktu divergensi dan bukan waktu domestikasi.[45]

Ayam adalah salah satu spesies hewan domestik yang paling tersebar luas dan salah satu sumber protein terbesar bagi manusia. Meskipun ayam didomestikasi di Asia Tenggara, bukti arkeologi menunjukkan bahwa ayam ini tidak dipelihara sebagai ternak hingga 400 SM di Levant.[46] Sebelumnya, ayam telah diasosiasikan dengan manusia selama ribuan tahun dan dipelihara sebagai hewan aduan, hewan ritual, dan koleksi bagi kebun binatang kerajaan. Pada awalnya, mereka bukanlah spesies mangsa.[46][47] Ayam bukanlah makanan populer di Eropa hingga seribu tahun yang lalu.[48]

Jalur mangsa sunting

 
Sapi didomestikasi untuk dimangsa dan dikonsumsi dagingnya

Jalur mangsa adalah cara ketika sebagian besar spesies ternak terdomestikasi karena mereka pernah diburu oleh manusia untuk diambil dagingnya. Domestikasi kemungkinan dimulai ketika manusia mulai bereksperimen dengan strategi berburu yang dirancang untuk meningkatkan ketersediaan mangsa ini, mungkin sebagai tanggapan terhadap tekanan lokal pada pasokan hewan tersebut. Seiring waktu dan dengan spesies yang lebih responsif, strategi manajemen perburuan ini berkembang menjadi strategi manajemen kawanan yang mencakup pengendalian multigenerasi yang berkelanjutan atas pergerakan, makan, dan reproduksi hewan. Ketika campur tangan manusia dalam siklus hidup hewan mangsa semakin intensif, tekanan evolusioner karena kurangnya agresi akan menyebabkan perolehan sifat sindrom domestikasi yang sama yang ditemukan pada hewan peliharaan komensal.[5][6]

Hewan yang menempuh jalur mangsa di antaranya domba, kambing, sapi, kerbau, yak, babi, rusa, llama, dan alpaka. Kondisi yang tepat untuk domestikasi untuk beberapa dari mereka tampaknya ditemukan di Hilal Subur bagian tengah dan timur pada akhir penurunan iklim zaman Dryas Terkini dan awal Holosen Awal sekitar 11.700 tahun lalu. Sekitar 10.000 tahun lalu, orang-orang cenderung membunuh hewan jantan muda dan membiarkan hewan betinanya hidup untuk menghasilkan lebih banyak keturunan.[5][6] Dengan menilai ukuran, rasio jenis kelamin, dan profil kematian pada spesimen-spesimen zooarkeologi, para arkeolog mampu mendokumentasikan perubahan dalam strategi pengelolaan domba, kambing, babi, dan sapi yang diburu di Hilal Subur sejak 11.700 tahun lalu. Sebuah studi demografis dan metrik tentang sisa-sisa sapi dan babi di Sha'ar Hagolan, Israel, menunjukkan bahwa kedua spesies tersebut diburu secara berlebihan sebelum didomestikasi. Hal ini menunjukkan bahwa eksploitasi intensif mengubah strategi manusia dalam mengelola mereka yang pada akhirnya mengarah pada domestikasi keduanya melalui jalur mangsa. Pola perburuan berlebihan sebelum domestikasi ini menunjukkan bahwa jalur mangsa tidak disengaja dilakukan oleh manusia, seperti halnya jalur komensal.[6][49]

Jalur terarah sunting

 
Penggembala Kazakhstan bersama kuda dan anjing. Mereka bertugas menjaga domba dari predator.

Jalur terarah merupakan proses yang lebih disengaja yang diprakarsai oleh manusia dengan tujuan mendomestikasikan hewan yang hidup bebas. Jalur ini mungkin hanya muncul setelah orang-orang mengenal hewan domestik melalui jalur komensal atau jalur mangsa. Hewan-hewan pada jalur terarah kemungkinan besar tidak memiliki banyak praadaptasi perilaku sebelum domestikasi. Oleh karena itu, domestikasi hewan-hewan ini membutuhkan upaya lebih untuk mengatasi perilaku yang tidak mendukung domestikasi.[5][6]

Manusia sudah bergantung pada tumbuhan dan hewan domestik ketika mereka membayangkan versi domestik dari suatu hewan liar. Meskipun kuda, keledai, dan unta Dunia Lama kadang-kadang diburu sebagai mangsa, mereka juga sengaja dibawa ke relung manusia untuk dijadikan sarana transportasi. Domestikasi masih merupakan adaptasi multigenerasi terhadap tekanan seleksi manusia, termasuk kejinakan, tetapi tanpa respons evolusioner yang sesuai maka domestikasi tidak tercapai. Sebagai contoh, terlepas dari kenyataan bahwa pemburu rusa Timur Dekat di Epipaleolitik menghindari pemusnahan betina reproduktif untuk meningkatkan keseimbangan populasi, baik rusa maupun zebra tidak memiliki prasyarat yang diperlukan dan tidak pernah didomestikasi.[50] Tidak ada bukti yang jelas untuk domestikasi hewan mangsa yang digiring di Afrika, dengan pengecualian keledai, yang didomestikasi di Afrika Timur Laut sekitar milenium ke-4 SM.[51]

Jalur ganda sunting

Ketiga jalur di atas tidak saling eksklusif. Hewan bisa saja menempuh lebih dari satu jalur. Sebagai contoh, babi mungkin didomestikasi karena mereka telah terbiasa dengan relung manusia melalui jalur komensal, tetapi mereka mungkin juga diburu dan mengikuti jalur mangsa, atau kombinasi antara kedua jalur tersebut.[5][6][49]

Aliran gen pasca-domestikasi sunting

Saat masyarakat pertanian bermigrasi menjauhi pusat-pusat domestikasi dengan membawa hewan domestik, hewan-hewan ini kemudian bertemu dengan populasi hewan liar dari spesies yang sama atau kerabat dekatnya. Karena hewan domestik sering kali memiliki nenek moyang bersama paling terkini dengan populasi liar, mereka mampu menghasilkan keturunan yang subur. Populasi hewan domestik relatif sedikit dibandingkan populasi liar di sekitarnya sehingga hibridisasi berulang antara keduanya akan menyebabkan populasi domestik yang dilahirkan memiliki perbedaan genetik dibandingkan populasi sumber domestik aslinya.[30][52]

Kemajuan dalam teknologi pengurutan DNA memungkinkan genom inti diakses dan dianalisis dalam kerangka genetika populasi. Hasil pengurutan ini menunjukkan bahwa aliran gen merupakan hal yang umum, tidak hanya di antara populasi domestik yang beragam secara geografis dari spesies yang sama, tetapi juga antara populasi domestik dan spesies liar yang tidak pernah melahirkan populasi domestik.[6]

  • Sifat kaki kuning yang dimiliki oleh banyak ras ayam komersial modern diperoleh melalui introgresi dari ayam hutan abu-abu yang berasal dari Asia Selatan.[53]
  • Sapi-sapi di Afrika merupakan hibrida yang memiliki sinyal mitokondria maternal sapi taurin dari Eropa dan tanda kromosom Y paternal dari sapi zebu dari Asia.[54]
  • Banyak spesies Bovidae lainnya, seperti bison, yak, bison, dan gaur juga berhibridisasi dengan mudah.[55]
  • Kucing dan kuda telah terbukti berhibridisasi dengan banyak spesies yang berkerabat dekat.[56][57]
  • Lebah madu domestik telah dikawinkan dengan begitu banyak spesies sehingga mereka sekarang memiliki lebih banyak variasi genom dibandingkan nenek moyang mereka yang liar.[58]

Data arkeologi dan genetik menunjukkan bahwa aliran gen dua arah jangka panjang antara stok liar dan domestik—termasuk Canidae, keledai, kuda, unta Dunia Baru dan Lama, kambing, domba, dan babi—adalah hal biasa.[7] Aliran gen dua arah antara rusa domestik dan liar berlanjut hingga hari ini.[6]

Konsekuensi dari introgresi ini adalah bahwa populasi domestik modern sering kali tampak memiliki afinitas genomik yang jauh lebih besar dengan populasi liar yang tidak pernah terlibat dalam proses domestikasi awalnya. Oleh karena itu, ada usulan agar istilah "domestikasi" hanya bisa digunakan untuk menggambarkan proses awal domestikasi suatu populasi diskrit dalam ruang dan waktu tertentu. Persilangan selanjutnya antara populasi domestik introduksi dan populasi liar lokal yang tidak pernah didomestikasi harus digambarkan sebagai "penangkapan introgresif". Penggabungan kedua proses yang berbeda ini dapat mengacaukan pemahaman kita tentang proses domestikasi aslinya dan dapat menyebabkan inflasi artifisial tentang berapa kali domestikasi terjadi.[6][30] Dalam beberapa kasus, introgresi ini dapat dianggap sebagai introgresi adaptif, seperti yang diamati pada domba domestik yang menerima aliran gen dari mouflon eropa liar.[59]

Persilangan secara berkelanjutan antara populasi anjing dan serigala yang berbeda, baik di Dunia Lama maupun Dunia Baru, selama setidaknya 10.000 tahun terakhir telah mengaburkan tanda-tanda genetik dan membingungkan upaya para peneliti untuk menunjukkan asal-usul anjing dengan tepat.[8] Tak ada satu pun populasi serigala modern yang berkaitan dengan serigala Pleistosen yang pertama kali didomestikasi,[60] dan kepunahan serigala yang merupakan nenek moyang langsung dari anjing telah memperkeruh upaya untuk menentukan waktu dan tempat domestikasi anjing.[6]

Seleksi positif sunting

Charles Darwin mengenali beberapa sifat yang membedakan spesies domestik dari nenek moyang mereka yang liar. Dia juga merupakan orang pertama yang mengenali perbedaan antara seleksi buatan, yaitu ketika manusia secara sadar memilih sifat-sifat yang diinginkan, dengan seleksi tak sadar, yaitu ketika suatu organisme berevolusi dan mengalami perubahan sifat sebagai hasil dari seleksi alam atau sebagai akibat dari seleksi sifat-sifat lain.[1][2]

Hewan domestik memiliki variasi warna mantel dan morfologi tengkorak, ukuran otak yang mengecil, telinga yang terkulai, serta perubahan pada sistem endokrin dan siklus reproduksinya. Eksperimen domestikasi rubah perak menunjukkan bahwa seleksi sifat jinak pada rubah dalam beberapa generasi dapat menghasilkan perubahan perilaku, morfologis, dan fisiologis.[21][30] Selain menunjukkan bahwa sifat fenotipe domestik dapat muncul melalui seleksi perilaku, dan sebaliknya, perilaku domestik dapat muncul melalui seleksi sifat fenotipe, percobaan ini menyediakan penjelasan tentang bagaimana proses domestikasi hewan dapat dimulai tanpa rencana dan tindakan manusia yang disengaja.[30] Pada dasawarsa 1980-an, seorang peneliti menggunakan serangkaian penanda perilaku, kognitif, dan fenotipe yang terlihat, seperti warna mantel, untuk menghasilkan rusa Dama domestik dalam beberapa generasi.[61] Hasil serupa untuk seleksi sifat jinak dan rasa takut juga ditemukan pada cerpelai dan burung puyuh jepang.[62][63]

 
Penggembalaan babi di Armenia. Seleksi sifat-sifat domestik oleh manusia tidak dipengaruhi oleh aliran gen dari babi hutan yang terjadi belakangan.[11][64]

Perbedaan genetik antara populasi domestik dan liar dapat dibingkai dalam dua pertimbangan. Pertimbangan pertama membedakan sifat-sifat domestikasi yang dianggap penting pada tahap awal domestikasi dengan sifat-sifat perbaikan yang muncul sejak berpisahnya populasi liar dan domestik.[6][17][65] Sifat-sifat domestik umumnya menetap pada semua hewan domestik dan dipilih pada permulaan proses domestikasi, sedangkan sifat-sifat perbaikan hanya muncul pada sebagian hewan domestik, meskipun sifat-sifat tersebut dapat menetap pada ras hewan tertentu atau pada populasi regional.[65][66] Pertimbangan kedua adalah apakah sifat-sifat yang terkait dengan sindrom domestikasi dihasilkan dari relaksasi seleksi alam pada saat hewan keluar dari lingkungan liar atau dari seleksi positif yang dihasilkan dari preferensi manusia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Beberapa studi genomik tentang dasar genetik sifat-sifat tertentu diasosiasikan dengan sindrom domestikasi telah menjelaskan kedua masalah ini.[6] Ahli genetika telah mengidentifikasi lebih dari 300 lokus genetik dan 150 gen yang diasosiasikan dengan variabilitas warna mantel.[67] Pengetahuan tentang mutasi gen yang diasosiasikan dengan warna menunjukkan korelasi antara waktu munculnya variabel warna mantel pada kuda dengan waktu domestikasi mereka.[68] Penelitian lain menunjukkan bahwa bagaimana seleksi yang diinduksi oleh manusia bertanggung jawab atas variasi alel pada babi.[69] Wawasan-wawasan ini menunjukkan bahwa meskipun seleksi alam telah meminimalkan variasi mantel sebelum domestikasi, manusia secara aktif memilih warna mantel yang baru segera setelah warna tersebut muncul pada populasi yang dikelola.[70]

Pada 2015, sebuah penelitian mengamati lebih dari 100 urutan genom babi untuk memastikan proses domestikasi mereka. Proses domestikasi diasumsikan telah diinisiasi oleh manusia dengan melibatkan beberapa individu dan mengandalkan isolasi reproduksi antara hewan liar dan domestik. Namun, penelitian ini menemukan bahwa asumsi isolasi reproduksi dengan hambatan populasi tidak didukung. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa babi didomestikasi secara terpisah di Asia Barat dan Tiongkok; babi di Asia Barat diperkenalkan ke Eropa dan mereka disilangkan dengan babi hutan. Sebuah model yang cocok dengan data memasukkan persilangan antara babi domestik dengan populasi babi liar yang sekarang sudah punah pada Pleistosen. Penelitian ini juga menemukan bahwa meskipun babi domestik melakukan persilangan balik dengan babi liar, genom babi domestik memiliki tanda-tanda seleksi yang kuat pada lokus genetik yang memengaruhi perilaku dan morfologi mereka. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa seleksi sifat-sifat domestik oleh manusia mungkin menetralkan efek homogenisasi aliran gen dari babi hutan ke babi domestik dan menciptakan pulau-pulau domestikasi dalam genom. Proses yang sama juga berlaku untuk hewan domestik lainnya.[11][64]

Tidak seperti spesies domestik lainnya yang terutama dipilih untuk sifat-sifat yang berhubungan dengan produksi, anjing pada awalnya dipilih karena perilakunya.[10][71] Pada tahun 2016, sebuah penelitian menemukan bahwa hanya ada 11 gen tetap yang menunjukkan variasi antara serigala dan anjing. Variasi-variasi gen ini kemungkinan kecil merupakan hasil dari evolusi alami, dan mengindikasikan dampak dari seleksi morfologi dan perilaku selama domestikasi anjing. Gen-gen ini telah terbukti memengaruhi jalur sintesis katekolamin, dengan sebagian besar gen memengaruhi respons lawan-atau-lari (yaitu seleksi untuk kejinakan) dan pemrosesan emosional.[10] Pada umumnya, anjing memiliki rasa takut dan agresi yang lebih rendah dibandingkan dengan serigala.[10][72] Beberapa gen ini diasosiasikan dengan agresi pada beberapa ras anjing, yang menunjukkan pentingnya mereka baik dalam domestikasi awal dan dalam pembentukan ras.[10]

Referensi sunting

  1. ^ a b Darwin, Charles (1868). The Variation of Animals and Plants Under Domestication. London: John Murray. OCLC 156100686. 
  2. ^ a b Larson, Greger; Piperno, Dolores R.; Allaby, Robin G.; Purugganan, Michael D.; Andersson, Leif; Arroyo-Kalin, Manuel; Barton, Loukas; Climer Vigueira, Cynthia; Denham, Tim (2014). "Current perspectives and the future of domestication studies". Proceedings of the National Academy of Sciences. 111 (17): 6139–6146. doi:10.1073/pnas.1323964111. ISSN 0027-8424. PMC 4035915 . PMID 24757054. 
  3. ^ a b Price, Edward O. (2008). Principles and Applications of Domestic Animal Behavior: An Introductory Text. Cambridge University Press. ISBN 9781780640556. Diakses tanggal 21 Januari 2016. 
  4. ^ a b c Driscoll, Carlos A.; Macdonald, David W.; O'Brien, Stephen J. (2009). "From wild animals to domestic pets, an evolutionary view of domestication". Proceedings of the National Academy of Sciences. 106 (supplement_1): 9971–9978. doi:10.1073/pnas.0901586106. ISSN 0027-8424. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r Zeder, Melinda A. (2012). "The Domestication of Animals". Journal of Anthropological Research. 68 (2): 161–190. doi:10.3998/jar.0521004.0068.201. ISSN 0091-7710. 
  6. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u Larson, Greger; Fuller, Dorian Q. (2014). "The Evolution of Animal Domestication". Annual Review of Ecology, Evolution, and Systematics. 45 (1): 115–136. doi:10.1146/annurev-ecolsys-110512-135813. ISSN 1543-592X. 
  7. ^ a b c d Marshall, Fiona B.; Dobney, Keith; Denham, Tim; Capriles, José M. (2014). "Evaluating the roles of directed breeding and gene flow in animal domestication". Proceedings of the National Academy of Sciences. 111 (17): 6153–6158. doi:10.1073/pnas.1312984110. ISSN 0027-8424. 
  8. ^ a b c Larson, Greger; Karlsson, Elinor K.; Perri, Angela; Webster, Matthew T.; Ho, Simon Y. W.; Peters, Joris; Stahl, Peter W.; Piper, Philip J.; Lingaas, Frode (2012). "Rethinking dog domestication by integrating genetics, archeology, and biogeography". Proceedings of the National Academy of Sciences. 109 (23): 8878–8883. doi:10.1073/pnas.1203005109. ISSN 0027-8424. PMC 3384140 . PMID 22615366. 
  9. ^ Perri, Angela (2016). "A wolf in dog's clothing: Initial dog domestication and Pleistocene wolf variation". Journal of Archaeological Science. 68: 1–4. doi:10.1016/j.jas.2016.02.003. 
  10. ^ a b c d e Cagan, Alex; Blass, Torsten (2016). "Identification of genomic variants putatively targeted by selection during dog domestication". BMC Evolutionary Biology. 16 (1): 10. doi:10.1186/s12862-015-0579-7. ISSN 1471-2148. 
  11. ^ a b c Frantz, Laurent A F; Schraiber, Joshua G; Madsen, Ole; Megens, Hendrik-Jan; Cagan, Alex; Bosse, Mirte; Paudel, Yogesh; Crooijmans, Richard P M A; Larson, Greger (2015). "Evidence of long-term gene flow and selection during domestication from analyses of Eurasian wild and domestic pig genomes". Nature Genetics. 47 (10): 1141–1148. doi:10.1038/ng.3394. ISSN 1061-4036. 
  12. ^ Zeder, Melinda A. (2015). "Core questions in domestication research". Proceedings of the National Academy of Sciences. 112 (11): 3191–3198. doi:10.1073/pnas.1501711112. ISSN 0027-8424. PMC 4371924 . PMID 25713127. 
  13. ^ Zeder, Melinda A. (2014). Smith, Claire, ed. Domestication: Definition and Overview. New York, NY: Springer New York. hlm. 2184–2194. doi:10.1007/978-1-4419-0465-2_71. ISBN 978-1-4419-0426-3. 
  14. ^ Mueller, Ulrich G.; Rehner, Stephen A.; Schultz, Ted R. (1998). "The Evolution of Agriculture in Ants". Science. 281 (5385): 2034–2038. doi:10.1126/science.281.5385.2034. ISSN 0036-8075. 
  15. ^ a b Lord, Kathryn A.; Larson, Greger; Coppinger, Raymond P.; Karlsson, Elinor K. (2020). "The History of Farm Foxes Undermines the Animal Domestication Syndrome". Trends in Ecology & Evolution. 35 (2): 125–136. doi:10.1016/j.tree.2019.10.011. 
  16. ^ Hammer, Karl (1984). "Das Domestikationssyndrom". Die Kulturpflanze (dalam bahasa Jerman). 32 (1): 11–34. doi:10.1007/BF02098682. ISSN 0075-7209. 
  17. ^ a b Olsen, Kenneth M.; Wendel, Jonathan F. (2013). "A Bountiful Harvest: Genomic Insights into Crop Domestication Phenotypes". Annual Review of Plant Biology. 64 (1): 47–70. doi:10.1146/annurev-arplant-050312-120048. ISSN 1543-5008. 
  18. ^ Wilkins, Adam S; Wrangham, Richard W; Fitch, W Tecumseh (2014). "The "Domestication Syndrome" in Mammals: A Unified Explanation Based on Neural Crest Cell Behavior and Genetics". Genetics. 197 (3): 795–808. doi:10.1534/genetics.114.165423. ISSN 1943-2631. 
  19. ^ Lair, R.C. (1997). Gone Astray: The Care and Management of the Asian Elephant in Domesticity. Bangkok: Regional Office for Asia and the Pacific. 
  20. ^ a b McHugo, Gillian P.; Dover, Michael J.; MacHugh, David E. (2019). "Unlocking the origins and biology of domestic animals using ancient DNA and paleogenomics". BMC Biology. 17 (1): 98. doi:10.1186/s12915-019-0724-7. ISSN 1741-7007. 
  21. ^ a b c d e MacHugh, David E.; Larson, Greger; Orlando, Ludovic (2017). "Taming the Past: Ancient DNA and the Study of Animal Domestication". Annual Review of Animal Biosciences. 5 (1): 329–351. doi:10.1146/annurev-animal-022516-022747. ISSN 2165-8102. 
  22. ^ Bocquet-Appel, Jean-Pierre (2011). "When the World's Population Took Off: The Springboard of the Neolithic Demographic Transition". Science. 333 (6042): 560–561. doi:10.1126/science.1208880. ISSN 0036-8075. 
  23. ^ Fuller, Dorian Q; Willcox, George; Allaby, Robin G. (2011). "Cultivation and domestication had multiple origins: arguments against the core area hypothesis for the origins of agriculture in the Near East". World Archaeology. 43 (4): 628–652. ISSN 0043-8243. 
  24. ^ a b Zeder, Melinda A. (2006). "Archaeological approaches to documenting animal domestication". Dalam Zeder, M.A.; Bradley, D.; Emshwiller, E.; Smith, B.D. Documenting domestication: new genetic and archaeological paradigms. Berkeley, California: University of California Press. ISBN 978-0-520-93242-5. OCLC 70701292. 
  25. ^ Driscoll, Carlos A.; Clutton-Brock, Juliet; Kitchener, Andrew C.; O'Brien, Stephen J. (2009). "The Taming of the Cat". Scientific American. 300 (6): 68–75. doi:10.1038/scientificamerican0609-68. ISSN 0036-8733. [pranala nonaktif permanen]
  26. ^ a b Vigne, Jean-Denis (2011). "The origins of animal domestication and husbandry: A major change in the history of humanity and the biosphere". Comptes Rendus Biologies. 334 (3): 171–181. doi:10.1016/j.crvi.2010.12.009. 
  27. ^ a b Price, Edward O. (2002). Animal Domestication and Behavior (PDF). Wallingford, England: CABI Publishing. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 17 Mei 2017. Diakses tanggal 26 Februari 2016. 
  28. ^ a b Evin, Allowen; Dobney, Keith; Schafberg, Renate; Owen, Joseph; Vidarsdottir, Una Strand; Larson, Greger; Cucchi, Thomas (2015). "Phenotype and animal domestication: A study of dental variation between domestic, wild, captive, hybrid and insular Sus scrofa". BMC Evolutionary Biology. 15 (1): 6. doi:10.1186/s12862-014-0269-x. ISSN 1471-2148. 
  29. ^ Smil, Vaclav (2011). "Harvesting the Biosphere: The Human Impact". Population and Development Review. 37 (4): 613–636. doi:10.1111/j.1728-4457.2011.00450.x. 
  30. ^ a b c d e f g Larson, Greger; Burger, Joachim (2013). "A population genetics view of animal domestication". Trends in Genetics. 29 (4): 197–205. doi:10.1016/j.tig.2013.01.003. 
  31. ^ Hale, E.B. (1969). "Domestication and the evolution of behavior". Dalam Hafez, E.S.E. The Behavior of Domestic Animals (edisi ke-2). London: Bailliere, Tindall, and Cassell. hlm. 22–42. 
  32. ^ Price, Edward O. (1984). "Behavioral Aspects of Animal Domestication". The Quarterly Review of Biology. 59 (1): 1–32. doi:10.1086/413673. ISSN 0033-5770. 
  33. ^ Diamond, Jared M. (1998). Guns, germs, and steel a short history of everybody for the last 13,000 years. London: W.W. Norton. hlm. 168–174. ISBN 978-0-09-930278-0. OCLC 40193272. 
  34. ^ a b Kruska, D. (1988). "Mammalian domestication and its effect on brain structure and behavior". Dalam Jerison, Harry J.; Jerison, Irene. Intelligence and Evolutionary Biology. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg. hlm. 211–250. doi:10.1007/978-3-642-70877-0. ISBN 978-3-642-70879-4. 
  35. ^ Trut, Lyudmila (1999). "Early Canid Domestication: The Farm-Fox Experiment". American Scientist. 87 (2): 160. doi:10.1511/1999.2.160. ISSN 0003-0996. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-01. Diakses tanggal 2023-04-27. 
  36. ^ a b c Trut, Lyudmila; Oskina, Irina; Kharlamova, Anastasiya (2009). "Animal evolution during domestication: the domesticated fox as a model". BioEssays. 31 (3): 349–360. doi:10.1002/bies.200800070. 
  37. ^ a b c d Wilkins, Adam S; Wrangham, Richard W; Fitch, W Tecumseh (2014). "The "Domestication Syndrome" in Mammals: A Unified Explanation Based on Neural Crest Cell Behavior and Genetics". Genetics. 197 (3): 795–808. doi:10.1534/genetics.114.165423. ISSN 1943-2631. 
  38. ^ a b Wright, Dominic (2015). "Article Commentary: The Genetic Architecture of Domestication in Animals". Bioinformatics and Biology Insights. 9S4: BBI.S28902. doi:10.4137/BBI.S28902. ISSN 1177-9322. PMC 4603525 . PMID 26512200. 
  39. ^ Schultz, W. (1969). "Zur kenntnis des hallstromhundes (Canis hallstromi, Troughton 1957)". Zoologischer Anzeiger. 183: 42–72. 
  40. ^ Boitani, L.; Ciucci, P. (1995). "Comparative social ecology of feral dogs and wolves". Ethology Ecology & Evolution. 7 (1): 49–72. doi:10.1080/08927014.1995.9522969. ISSN 0394-9370. 
  41. ^ Parker, Heidi G.; Dreger, Dayna L.; Rimbault, Maud; Davis, Brian W.; Mullen, Alexandra B.; Carpintero-Ramirez, Gretchen; Ostrander, Elaine A. (2017). "Genomic Analyses Reveal the Influence of Geographic Origin, Migration, and Hybridization on Modern Dog Breed Development". Cell Reports. 19 (4): 697–708. doi:10.1016/j.celrep.2017.03.079. PMC 5492993 . PMID 28445722. 
  42. ^ Crockford, S.J. (2000). "A commentary on dog evolution: Regional variation, breed development and hybridization with wolves". Dalam Crockford, S.J. Dogs through time: an archaeological perspective. Proceedings of the 1st ICAZ Symposium on the History of the Domestic Dog [and] Eighth Congress of the International Council for Archaeozoology (ICAZ98), August 23-29, 1998, Victoria, B.C., Canada. Oxford, England. hlm. 11–20. ISBN 1-84171-089-X. OCLC 45494763. 
  43. ^ Coppinger, Raymond (2001). Dogs: a startling new understanding of canine origin, behavior, and evolution. Lorna Coppinger. New York: Scribner. ISBN 0-684-85530-5. OCLC 45466125. 
  44. ^ Russell, Nerissa (2012). Social zooarchaeology: humans and animals in prehistory. Cambridge. ISBN 978-1-139-18778-7. OCLC 782876984. 
  45. ^ Irving-Pease, Evan K.; Ryan, Hannah; Jamieson, Alexandra; Dimopoulos, Evangelos A.; Larson, Greger; Frantz, Laurent A. F. (2019). Lindqvist, Charlotte; Rajora, Om P., ed. Paleogenomics of Animal Domestication. Cham: Springer International Publishing. hlm. 225–272. doi:10.1007/13836_2018_55. ISBN 978-3-030-04753-5. 
  46. ^ a b Perry-Gal, Lee; Erlich, Adi; Gilboa, Ayelet; Bar-Oz, Guy (2015). "Earliest economic exploitation of chicken outside East Asia: Evidence from the Hellenistic Southern Levant". Proceedings of the National Academy of Sciences. 112 (32): 9849–9854. doi:10.1073/pnas.1504236112. ISSN 0027-8424. 
  47. ^ Sykes, Naomi (2012). "A social perspective on the introduction of exotic animals: the case of the chicken". World Archaeology. 44 (1): 158–169. doi:10.1080/00438243.2012.646104. ISSN 0043-8243. 
  48. ^ Gibbons, Ann (15 September 2016). "How an ancient pope helped make chickens fat". Science. Diakses tanggal 27 April 2023. 
  49. ^ a b Frantz, Laurent; Meijaard, Erik; Gongora, Jaime; Haile, James; Groenen, Martien A.M.; Larson, Greger (2016). "The Evolution of Suidae". Annual Review of Animal Biosciences. 4 (1): 61–85. doi:10.1146/annurev-animal-021815-111155. ISSN 2165-8102. 
  50. ^ Diamond, Jared (2002). "Evolution, consequences and future of plant and animal domestication". Nature. 418 (6898): 700–707. doi:10.1038/nature01019. ISSN 0028-0836. 
  51. ^ Kimura, Birgitta; Marshall, Fiona; Beja-Pereira, Albano; Mulligan, Connie (2013). "Donkey Domestication". African Archaeological Review. 30 (1): 83–95. doi:10.1007/s10437-012-9126-8. ISSN 0263-0338. 
  52. ^ Currat, Mathias; Ruedi, Manuel; Petit, Rmy J.; Excoffier, Laurent (2008). "The Hidden Side of Invasions: Massive Introgression by Local Genes". Evolution. doi:10.1111/j.1558-5646.2008.00413.x. ISSN 0014-3820. 
  53. ^ Eriksson, Jonas; Larson, Greger; Gunnarsson, Ulrika; Bed'hom, Bertrand; Tixier-Boichard, Michele; Strömstedt, Lina; Wright, Dominic; Jungerius, Annemieke; Vereijken, Addie (2008). Georges, Michel, ed. "Identification of the Yellow Skin Gene Reveals a Hybrid Origin of the Domestic Chicken". PLoS Genetics. 4 (2): e1000010. doi:10.1371/journal.pgen.1000010. ISSN 1553-7404. 
  54. ^ Hanotte, Olivier; Bradley, Daniel G.; Ochieng, Joel W.; Verjee, Yasmin; Hill, Emmeline W.; Rege, J. Edward O. (2002). "African Pastoralism: Genetic Imprints of Origins and Migrations". Science. 296 (5566): 336–339. doi:10.1126/science.1069878. ISSN 0036-8075. 
  55. ^ Verkaar, Edward L. C.; Nijman, Isaäc J.; Beeke, Maurice; Hanekamp, Eline; Lenstra, Johannes A. (2004). "Maternal and Paternal Lineages in Cross-Breeding Bovine Species. Has Wisent a Hybrid Origin?". Molecular Biology and Evolution. 21 (7): 1165–1170. doi:10.1093/molbev/msh064. ISSN 1537-1719. 
  56. ^ Pierpaoli, M.; Birò, Z. S.; Herrmann, M.; Hupe, K.; Fernandes, M.; Ragni, B.; Szemethy, L.; Randi, E. (2003). "Genetic distinction of wildcat ( Felis silvestris ) populations in Europe, and hybridization with domestic cats in Hungary". Molecular Ecology. 12 (10): 2585–2598. doi:10.1046/j.1365-294X.2003.01939.x. ISSN 0962-1083. 
  57. ^ Jordana, J.; Pares, P.M.; Sanchez, A. (1995). "Analysis of genetic relationships in horse breeds". Journal of Equine Veterinary Science. 15 (7): 320–328. doi:10.1016/S0737-0806(06)81738-7. 
  58. ^ Harpur, Brock A.; Minaei, Shermineh; Kent, Clement F.; Zayed, Amro (2012). "Management increases genetic diversity of honey bees via admixture: Genetic diversity in the honey bee". Molecular Ecology. 21 (18): 4414–4421. doi:10.1111/j.1365-294X.2012.05614.x. 
  59. ^ Barbato, Mario; Hailer, Frank; Orozco-terWengel, Pablo; Kijas, James; Mereu, Paolo; Cabras, Pierangela; Mazza, Raffaele; Pirastru, Monica; Bruford, Michael W. (2017). "Genomic signatures of adaptive introgression from European mouflon into domestic sheep". Scientific Reports. 7 (1): 7623. doi:10.1038/s41598-017-07382-7. ISSN 2045-2322. 
  60. ^ Freedman, Adam H.; Gronau, Ilan; Schweizer, Rena M.; Ortega-Del Vecchyo, Diego; Han, Eunjung; Silva, Pedro M.; Galaverni, Marco; Fan, Zhenxin; Marx, Peter (2014). Andersson, Leif, ed. "Genome Sequencing Highlights the Dynamic Early History of Dogs". PLoS Genetics. 10 (1): e1004016. doi:10.1371/journal.pgen.1004016. ISSN 1553-7404. 
  61. ^ Hemmer, H. (2005). "Neumuhle-Riswicker Hirsche: Erste planma¨ßige Zucht einer neuen Nutztierform". Naturwissenschaftliche Rundschau. 58: 255–261. 
  62. ^ Malmkvist, Jens; Hansen, Steffen W. (2002). "Generalization of fear in farm mink, Mustela vison, genetically selected for behaviour towards humans". Animal Behaviour. 64 (3): 487–501. doi:10.1006/anbe.2002.3058. 
  63. ^ Jones, R. Bryan; Satterlee, Daniel G.; Marks, Henry L. (1997). "Fear-related behaviour in Japanese quail divergently selected for body weight". Applied Animal Behaviour Science. 52 (1-2): 87–98. doi:10.1016/S0168-1591(96)01146-X. 
  64. ^ a b Pennisi, Elizabeth (2015). "The taming of the pig took some wild turns". Science. doi:10.1126/science.aad1692. ISSN 0036-8075. 
  65. ^ a b Doust, Andrew N.; Lukens, Lewis; Olsen, Kenneth M.; Mauro-Herrera, Margarita; Meyer, Ann; Rogers, Kimberly (2014). "Beyond the single gene: How epistasis and gene-by-environment effects influence crop domestication". Proceedings of the National Academy of Sciences. 111 (17): 6178–6183. doi:10.1073/pnas.1308940110. ISSN 0027-8424. 
  66. ^ Meyer, Rachel S.; Purugganan, Michael D. (2013). "Evolution of crop species: genetics of domestication and diversification". Nature Reviews Genetics. 14 (12): 840–852. doi:10.1038/nrg3605. ISSN 1471-0056. 
  67. ^ Cieslak, Michael; Reissmann, Monika; Hofreiter, Michael; Ludwig, Arne (2011). "Colours of domestication". Biological Reviews. 86 (4): 885–899. doi:10.1111/j.1469-185X.2011.00177.x. 
  68. ^ Ludwig, Arne; Pruvost, Melanie; Reissmann, Monika; Benecke, Norbert; Brockmann, Gudrun A.; Castaños, Pedro; Cieslak, Michael; Lippold, Sebastian; Llorente, Laura (2009). "Coat Color Variation at the Beginning of Horse Domestication". Science. 324 (5926): 485–485. doi:10.1126/science.1172750. ISSN 0036-8075. PMC 5102060 . PMID 19390039. 
  69. ^ Fang, Meiying; Larson, Greger; Soares Ribeiro, Helena; Li, Ning; Andersson, Leif (2009). Barsh, Gregory S., ed. "Contrasting Mode of Evolution at a Coat Color Locus in Wild and Domestic Pigs". PLoS Genetics. 5 (1): e1000341. doi:10.1371/journal.pgen.1000341. ISSN 1553-7404. 
  70. ^ Hemmer, Helmut (1990). Domestication: the decline of environmental appreciation (edisi ke-2). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 0-521-34178-7. OCLC 19814423. 
  71. ^ Serpell, James A.; Duffy, Deborah L. (2014). Horowitz, Alexandra, ed. Dog Breeds and Their Behavior. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg. hlm. 31–57. doi:10.1007/978-3-642-53994-7_2. ISBN 978-3-642-53993-0. 
  72. ^ Coppinger, R.; Schneider, R. (1995). "Evolution of working dogs". The Domestic Dog: Its Evolution, Behaviour and Interactions with People. Cambridge University Press. ISBN 9780521425377. 

Bacaan lanjutan sunting