Hans Bague Jassin

Pahlawan Revolusi Kemerdekaan
(Dialihkan dari H.B. Jassin)

Dr. (HC). Hans Bague Jassin, S.S., M.A., Ph.D., atau lebih sering disingkat menjadi H.B. Jassin (31 Juli 1917 – 11 Maret 2000) adalah seorang pengarang, penyunting, cendekiawan muslim dan kritikus sastra berdarah Gorontalo dan berkebangsaan Indonesia. H.B. Jassin memiliki gelar adat Pulanga Gorontalo, yaitu "Ti Molotinepa Wulito" (Putra terbaik yang menguasai bahasa).

H.B. Jassin
LahirHans Bague Jassin
(1917-07-31)31 Juli 1917
Gorontalo, Hindia Belanda
Meninggal11 Maret 2000(2000-03-11) (umur 82)
Jakarta, Indonesia
Pekerjaanpengarang, penyunting, kritikus sastra
KebangsaanIndonesia
PendidikanUniversitas Indonesia, Universitas Yale
Genrekritik sastra
Temasastra Indonesia

Tulisan-tulisannya digunakan sebagai sumber referensi bagi pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di kalangan sekolah dan perguruan tinggi dengan menggolongkan angkatan sastra.[1][2] Dia mendirikan Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang dikenal luas sebagai pusat dokumentasi sastra Indonesia terbesar dan terlengkap di dunia.[3]

PDS HB Jassin kemudian mendapat perhatian dari Pemerintah Daerah DKI Jakarta, tepatnya di zaman Gubernur Ali Sadikin, yaitu sebuah gedung di kompleks Taman Ismail Marzuki. Pada tahun 2022, Gubernur Anies Rasyid Baswedan kemudian meresmikan pembangunan Gedung Panjang (Gedung Ali Sadikin) di Taman Ismail Marzuki sebagai Perpustakaan Jakarta dan Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang baru.

Oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo, H.B. Jassin kemudian diusulkan sebagai calon Pahlawan Nasional bersama dengan Aloei Saboe (Dokte) Pejuang) di tahun 2022 atas jasa dan dharma bakti keduanya kepada tanah air, bangsa, dan negara.

Kehidupan Pribadi sunting

H.B. Jassin dilahirkan tanggal 31 Juli 1917 di Gorontalo, dari keluarga yang menjunjung tinggi nilai nilai Islam. Ayahnya bernama Bague Mantu Jassin, seorang kerani Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), dan ibunya bernama Habiba Jau.

Setelah menamatkan Gouverments HIS Gorontalo pada tahun 1932, Jassin melanjutkan ke HBS-B 5 tahun di Medan, dan tamat akhir 1938. Tanggal 15 Agustus 1957, Jassin meraih gelar kesarjanaannya di Fakultas Sastra UI, dan kemudian memperdalam pengetahuan mengenai ilmu perbandingan sastra Universitas Yale, Amerika Serikat (1958-59).

Paus Sastra Indonesia

Di dalam Buku H.B Jassin Perawat Sastra Indonesia disebutkan bahwa sebenarnya julukan Paus Sastra Indonesia berasal dari Gayus Siagian yang saat itu kesal karena Jassin seperti seorang Paus yang menjadi pemimpin tertinggi agama yang perkataannya selalu dinanti-nanti, didengarkan dan diikuti.

Faktanya, di setiap ulasan Jassin, ia sering menyebut-nyebut karya dan penulis yang pantas untuk diperhitungkan. Apabila ada karya pengarang baru yang diulas dan dinyatakan baik oleh Jassin, semua orang akan mengamininya. Itulah mengapa Jassin dikatakan layaknya seorang "Paus Sastra Indonesia".

Gelar Adat Pulanga dari 5 Perserikatan Kerajaan Gorontalo

Atas perjuangan dan bakti luhurnya pada bangsa, negara, serta tanah leluhurnya, H. B. Jassin pun akhirnya dianugerahi gelar adat Pulanga, "Ti Molotinepa Wulito" (Sang Putra Terbaik Bangsa yang Menguasai Bahasa) dari Dewan Adat 5 Kerajaan (Pohala'a) di Gorontalo.

Karier sunting

Editorial sunting

Setelah sempat bekerja sukarela di kantor Asisten Residen Gorontalo selama beberapa waktu, ia menerima tawaran Sutan Takdir Alisjahbana untuk bekerja di badan penerbitan Balai Pustaka tahun 1940. Setelah periode awal tersebut, H.B. Jassin menjadi redaktur dan kritikus sastra pada berbagai majalah budaya dan sastra di Indonesia; antara lain Pandji Poestaka, Mimbar Indonesia, Zenith, Sastra, Bahasa dan Budaya, Horison, dan lain-lain.[4]

Bulan Januari 1939 Jassin kembali ke Gorontalo. Antara bulan Agustus dan Desember 1939 Jassin bekerja sebagai voluntair di Kantor Asisten Residen Gorontalo. Akhir Januari 1940 Jassin menuju Jakarta. Mulai Februari 1940 hingga 21 Juli 1947 dia bekerja di Balai Pustaka. Mula-mula dalam sidang pengarang redaksi buku (1940-42), kemudian menjadi redaktur Panji Pustaka (1942-45), dan wakil pemimpin redaksi Panca Raya (1945-21 Juli 1947). Setelah Panca Raya tidak terbit lagi, Jassin menjadi redaktur Zenith dalam Mimbar Indonesia (1951-54), Bahasa dan Budaya (1952-63), Kisah (1953-56), Seni (1955), Sastra (1961-64 dan 1967-69), Horison (sejak 1966),[5] Bahasa dan Sastra (1975).

Karena pemuatan cerpen Kipanjikusmin “Langit Makin Mendung” di Majalah Sastra (Agustus 1968) yang dipimpinnya, Jassin diajukan ke pengadilan. Karena menolak mengungkapkan nama asli pengarang cerpen yang isinya dianggap "menghina Tuhan" tersebut, H.B. Jassin dijatuhi hukuman dilarang menerbitkan sesuatu yang berbau sastra selama satu tahun.[6] Tanggal 28 Oktober 1970, ia dijatuhi hukuman bersyarat satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.

Mengajar sunting

Sejak Agustus 1953 Jassin menjadi dosen luar biasa untuk mata kuliah Kesusastraan Indonesia Modern pada Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Setelah beberapa tahun sebelumnya pergi ke Amerika untuk kuliah, sejak Januari 1961, Jassin kembali menjadi dosen luar biasa pada Fakultas Sastra UI, tetapi tidak lagi diberi tugas mengajar, melainkan hanya membimbing para mahasiswa yang membuat skripsi, antara lain Boen S. Oemarjati, M. Saleh Saad, M.S. Hutagalung, J.U. Nasution, Bahrum Rangkuti, dan lain-lain. Setelah sempat dipecat karena keterlibatannya dalam Manifes Kebudayaan, sejak April 1973 kembali menjadi Lektor Tetap di Fakultas Sastra UI untuk mata kuliah Sejarah Kesusastraan Indonesia Modern dan Ilmu Perbandingan Kesusastraan.

Bidang Lainnya sunting

Di samping mengajar dan mengikuti kuliah, sejak Juli 1954 hingga Maret 1973, Jassin adalah pegawai Lembaga Bahasa dan Budaya, yang sekarang dikenal dengan nama: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Tanggal 24 Agustus 1970 Gubernur DKI waktu itu, Ali Sadikin, mengangkat Jassin sebagai anggota Akademi Jakarta yang diketuai Sutan Takdir Alisjahbana. Keanggotaan ini berlaku seumur hidup.

Bulan April-Juni 1972 Jassin mendapat Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia. Selama delapan minggu Jassin mengunjungi pusat-pusat pengajaran bahasa dan sastra Indonesia/Malaysia di Australia.

Sejak 28 Juni 1976 Jassin menjadi Ketua Yayasan Dokumentasi Sastra H.B. Jassin. Yayasan ini mengelola Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin yang terletak di Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya 73, Jakarta Pusat.

Beasiswa Amerika sunting

Sebelum berangkat ke Amerika Serikat, Jassin pernah berencana untuk menulis disertasi mengenai Pujangga Baru: timbulnya, pertumbuhannya, bubarnya, lengkap dan latar belakangnya. Promotornya pun sudah ada, yakni Prof. Dr. Prijono. Akan tetapi, sepulang dari Amerika Serikat, Jassin tidak pernah lagi berbicara mengenai rencana itu.

H.B. Jassin adalah salah satu dari 16 pegawai negeri yang ditugaskan untuk belajar di Amerika. Beasiswa itu berasal dari Pemerintah Amerika melalui Kementerian PP&K. Surat tugasnya adalah Surat Keputusan Perdana Menteri RI tanggal 17 Juli 1958, No.303/P.M./1958. Dia berangkat dari Jakarta tanggal 21 Juli 1958 dan tiba kembali di Jakarta tanggal 21 Juli 1959.[7]

Enam minggu pertama di sana dia mengikuti Orientation Course di Universitas Indiana, Bloomington. Sejak September 1958 sampai Mei 1959 dia mengikuti perkuliahan di jurusan Comparative Literature di Universitas Yale, New Heaven, Connecticut. Di sana dia mengambil empat mata kuliah: mata kuliah Contemporary Criticism in England, The United States, and The European Continent dan Tolstoy in his European Setting yang diampu Profesor Rene Wellek, ketua jurusan Comparative Literature; Twentieth Century yang diampu Profesor Brooks; dan Theories of Poetry yang diampu Profesor Wimsat.[8]

Jassin sempat menghadiri kongres Comparative Literature Association pada 8-12 September 1958 di Chapel Hill, North Carolina. Dia menghadiri kongres itu atas undangan Profesor Horts Frencz.[9]

Berdasarkan anjuran Menteri PP&K, setelah kuliah di Amerika, Jassin direncanakan untuk mengunjungi Uni Soviet dan Republik Rakyat Tiongkok. Tapi, rencana itu tidak terlaksana.[9]

Penulisan sunting

Cerpen dan Puisi sunting

Sebelum sepenuhnya berkiprah di bidang kritik sastra, H.B. Jassin sempat menulis cerpen dan puisi. Pada zaman kolonial karya-karyanya dimuat di Volksalmanak, Pandji Poestaka, dan Poedjangga Baroe. Pada zaman pendudukan Jepang karya-karyanya dimuat di Djawa Baroe. Setelah kemerdekaan, karya-karyanya dimuat di Merdeka dan Pantja Raja. Menurut Sapardi Djoko Damono, setelah pertengahan 1940-an, Jassin tampaknya tidak berminat lagi pada penulisan cerpen dan puisi.[10]

Kritik Sastra sunting

Kritik sastra yang dikembangkan H.B. Jassin umumnya bersifat edukatif dan apresiatif, serta lebih mementingkan kepekaan dan perasaan daripada teori ilmiah sastra. Pada awal periode 1970-an, beberapa sastrawan beranggapan bahwa kritik sastra H.B. Jassin bergaya konvensional, sedangkan pada saat itu telah mulai bermunculan para sastrawan yang mengedepankan gaya eksperimental dalam karya-karya mereka.[11][12] Pada tahun 1956, ia membela Chairil Anwar yang dituduh sebagai plagiat, melalui bukunya yang terkenal berjudul Chairil Anwar Penyair Angkatan 45.

Karena pengaruhnya dalam sastra Indonesia, pada tahun 1965, dalam suatu simposium sastra, H.B. Jassin dijuluki sebagai Paus Sastra Indonesia oleh Gayus Siagian.[13]

Terjemahan sunting

Selain menulis kritik sastra, Jassin juga banyak menerjemahkan. Salah satu karya terjemahannya menuai kontroversi, yakni terjemahan Al Quran dengan judul Al-Quranul Karim: Bacaan Mulia.[14]

Karya sunting

Kritik Sastra sunting

Tifa Penyair dan Daerahnya (1952)

Kesusasteraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esei I-IV (1954, 1967; edisi baru, 1985)

Kisah: Sorotan Cerita Pendek (1961)

Sastra Indonesia sebagai Warga Sastra Dunia (1983)

Pengarang Indonesia dan Dunianya (1983)

Sastra Indonesia dan Perjuangan Bangsa (1993)

Koran dan Sastra Indonesia (1994)

sebagai Editor sunting

Gema Tanah Air (1948)

Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948)

Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1962)

Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963)

Angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968)

Heboh Sastra 1968 (1970)

Polemik: Suatu Pembahasan Sastra dan Kebebasan Mencipta Berhadapan dengan Undang-Undang dan Agama (1972)

Terjemahan sunting

Chusingura karya Sakae Shioya (terjemahan bersama Karim Halim) (1945)

Renungan Indonesia karya Sjahrazad (1947)

Terbang Malam karya A. de St. Exupery (1949)

Api Islam karya Syed Ameer Ali (1966)

Cerita Panji dalam Perbandingan karya Poerbatjaraka (terjemahan bersama Zuber Usman) (1968)

Max Havelaar karya Multatuli (1972)

Cis karya Vincent Mahieu (1976)

Cuk karya Vincent Mahieu (1976)

Pemberontakan Gudalajara karya J. Slauerhoff (1976)

Al Qur'anul'-karim - Bacaan Mulia (1978)

Teriakan Kakatua Putih: Pemberontakan Patimura di Maluku karya Joohan Fabricius (1980)

Berita Besar (1984)

Percakapan Erasmus karya Desiderius Erasmus (1985)

Multatuli yang Penuh Teka-Teki karya Willem Frederik Hermans (1988)

Karya Lainnya sunting

Surat-Surat 1943-1983, kumpulan surat (1984)

Darah Laut: Kumpulan Cerpen dan Puisi (1997)

Omong-Omong H.B. Jassin (Perjalanan ke Amerika 1958-1959), otobiografi (1997)

Penghargaan sunting

Wafat sunting

H.B. Jassin meninggal dunia pada hari Sabtu, 11 Maret 2000 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam usia 82 tahun. Ia meninggalkan empat anaknya yaitu Hannibal Jassin, Mastinah Jassin, Julius Firdaus Jassin, Helena Magdalena Jassin serta 10 orang cucu dan 1 orang cicit. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata, Jakarta.

Referensi sunting

  1. ^ "Tokoh Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-07-07. Diakses tanggal 2007-07-13. 
  2. ^ "Sastranesia, diakses 1 Feb 2015". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-11-29. Diakses tanggal 2015-01-31. 
  3. ^ Gobel, Rachmat (2022-02-26). "Seandainya Sastra Indonesia Tanpa Jassin". Kompas.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-10-15. Diakses tanggal 2022-10-13. 
  4. ^ "Pikiran Rakyat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2007-07-16. 
  5. ^ Sumardjo, J.. (1992). Lintasan Sastra Indonesia Modern 1. Bandung: Citra Aditya Bakti. ISBN 979414610 hlm. 169
  6. ^ "Merdeka: Profile H.B. Jassin, diakses 1 Feb 2015". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-18. Diakses tanggal 2015-01-31. 
  7. ^ Jassin, H.B.. (1997). Omong-Omong H.B. Jassin (Perjalanan ke Amerika 1958-1959). Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 9796660504 hlm. vii
  8. ^ Jassin, H.B.. (1997). Omong-Omong H.B. Jassin (Perjalanan ke Amerika 1958-1959). Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 9796660504 hlm. viii
  9. ^ a b Jassin, H.B.. (1997). Omong-Omong H.B. Jassin (Perjalanan ke Amerika 1958-1959). Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 9796660504 hlm. ix
  10. ^ Jassin, H.B.. (2004). Darah Laut (cetakan keempat). Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 9789796660482 hlm. VI
  11. ^ Aswi Warman Adam, Lekra dan Kejahatan Berbasis Kebencian, (Tempo hal A11, 4 Jan 2009)[pranala nonaktif permanen]
  12. ^ {{Cite web|url=http://www.sastra.xyz/2018/07/museum-sastra-lengkap.html%7Ctitle=Hasratnya[pranala nonaktif permanen] Museum Sastra yang Lengkap Kiprah Jassin dalam kritik sastra turut membesarkan nama Chairil Anwar dalam kancah sastra Indonesia. Dalam sebuah tulisan yang memperkenalkan puisi-puisi Chairil, dia menunjukkan ekspresionisme dalam karya-karya tersebut. Selain itu, dia juga menunjukkan letak pembaruan Chairil terhadap konvensi puisi pada masa itu. Dalam tulisan pada zaman pendudukan Jepang itu, dia menyantumkan empat puisi Chairil: "1943", "Hampa", "Sendiri", dan "Selamat Tinggal".<ref>Jassin, H.B.. (2004). Darah Laut (cetakan keempat). Jakarta: Balai Pustaka. ISBN 9789796660482 hlm. VI
  13. ^ a b Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 287
  14. ^ Dahlan, Muhidin M. (2020-06-01). Inilah Resensi: Tangkas Menilik dan Mengupas Buku. I:BOEKOE. 

Pranala luar sunting