Energi surya

energi matahari yang terbarukan

Energi surya atau tenaga surya[1] adalah energi yang berupa sinar dan panas dari matahari. Energi ini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan serangkaian teknologi seperti pemanas surya, fotovoltaik surya, listrik panas surya, arsitektur surya, dan fotosintesis buatan.[2][3]

Teknologi energi surya secara umum dikategorikan menjadi dua kelompok, yakni teknologi pemanfaatan pasif dan teknologi pemanfaatan aktif. Pengelompokan ini tergantung pada proses penyerapan, pengubahan, dan penyaluran energi surya. Contoh pemanfaatan energi surya secara aktif adalah penggunaan panel fotovoltaik dan panel penyerap panas. Contoh pemanfaatan energi surya secara pasif meliputi mengarahkan bangunan ke arah matahari, memilih bangunan dengan massa termal atau kemampuan dispersi cahaya yang baik, dan merancang ruangan dengan sirkulasi udara alami.

Pada tahun 2011, Badan Energi Internasional menyatakan bahwa "perkembangan teknologi energi surya yang terjangkau, tidak habis, dan bersih akan memberikan keuntungan jangka panjang yang besar. Perkembangan ini akan meningkatkan keamanan energi negara-negara melalui pemanfaatan sumber energi yang sudah ada, tidak habis, dan tidak tergantung pada impor, meningkatkan kesinambungan, mengurangi polusi, mengurangi biaya mitigasi perubahan iklim, dan menjaga harga bahan bakar fosil tetap rendah dari sebelumnya. Keuntungan-keuntungan ini berlaku global. Oleh sebab itu, biaya insentif tambahan untuk pengembangan awal selayaknya dianggap sebagai investasi untuk pembelajaran; inventasi ini harus digunakan secara bijak dan perlu dibagi bersama.”[2]

Energi dari matahari

sunting
 
Sekitar separuh dari energi surya yang datang berhasil mencapai permukaan Bumi.

Bumi menerima 174 petawatt (PW) radiasi surya yang datang (insolasi) di bagian atas dari atmosfer.[4] Sekitar 30% dipantulkan kembali ke luar angkasa, sedangkan sisanya diserap oleh awan, lautan, dan daratan. Sebagian besar spektrum cahaya matahari yang sampai di permukaan Bumi berada pada jangkauan spektrum sinar tampak dan inframerah dekat. Sebagian kecil berada pada rentang ultraviolet dekat.[5]

Permukaan darat, samudra dan atmosfer menyerap radiasi surya, dan hal ini mengakibatkan temperatur naik. Udara hangat yang mengandung uap air hasil penguapan air laut meningkat dan menyebabkan sirkulasi atmosferik atau konveksi. Ketika udara tersebut mencapai posisi tinggi, di mana temperatur lebih rendah, uap air mengalami kondensasi membentuk awan, yang kemudian turun ke Bumi sebagai hujan dan melengkapi siklus air. Panas laten kondensasi air menguatkan konveksi, dan menghasilkan fenomena atmosferik seperti angin, siklon, dan anti-siklon.[6] Cahaya matahari yang diserap oleh lautan dan daratan menjaga temperatur rata-rata permukaan pada suhu 14 °C.[7] Melalui proses fotosintesis, tanaman hijau mengubah energi surya menjadi energi kimia, yang menghasilkan makanan, kayu, dan biomassa yang merupakan komponen awal bahan bakar fosil.[8]

Fluks energi surya per tahun dan konsumsi energi manusia
Energi surya 3.850.000 EJ[9]
Angin 2.250 EJ[10]
Potensi biomassa 100–300 EJ[11]
Penggunaan energi utama (2010) 539 EJ[12]
Listrik (2010) 66,5 EJ[13]

Total energi surya yang diserap oleh atmosfer, lautan, dan daratan Bumi sekitar 3.850.000 eksajoule (EJ) per tahun.[9] Pada tahun 2002, jumlah energi ini dalam waktu satu jam lebih besar dibandingkan jumlah energi yang digunakan dunia selama satu tahun.[14][15] Fotosintesis menyerap sekitar 3.000 EJ per tahun dalam bentuk biomassa.[16] Potensi teknis yang tersedia dari biomassa adalah 100-300 EJ per tahun.[11] Jumlah energi surya yang mencapai permukaan planet Bumi dalam waktu satu tahun sangatlah besar. Jumlah ini diperkirakan dua kali lebih banyak dibandingkan dengan semua sumber daya alam Bumi yang tidak terbarukan yang bisa diperoleh digabungkan, seperti batubara, minyak bumi, gas alam, dan uranium.[17]

Energi Surya dapat dimanfaatkan pada berbagai tingkatan di seluruh dunia, yang utamanya bergantung pada jarak dari khatulistiwa.[18]

Penerapan teknologi surya

sunting
 
Insolasi rata-rata menunjukkan area daratan (titik hitam kecil) yang dibutuhkan untuk menggantikan persediaan energi utama dunia dengan listrik tenaga surya (18 TW sama dengan 568 ExaJoule, EJ, per tahun). Insolasi untuk kebanyakan manusia sekitar 150 hingga 300 W/m2 atau 3,5 hingga 7,0 kWh/m2/hari.

Energi surya umumnya merujuk pada penggunaan radiasi surya untuk kebutuhan praktis. Tetapi, semua energi terbarukan, kecuali geotermal dan pasang surut, berasal dari matahari.

Teknologi surya dikategorikan secara umum menjadi: teknologi pasif dan teknologi aktif, tergantung pada cara penyerapan, konversi, dan penyaluran cahaya matahari. Teknologi aktif meliputi penggunaan panel fotovoltaik, pompa, dan kipas untuk mengubah energi surya ke bentuk yang berguna. Teknologi pasif meliputi pemilihan bahan konstruksi yang memiliki sifat termal yang bagus, perancangan ruangan dengan sirkulasi udara secara alami, dan menghadapkan bangunan ke matahari. Teknologi aktif meningkatkan persediaan listrik dan disebut sebagai teknologi sisi penawaran, sedangkan teknologi pasif mengurangi kebutuhan sumber daya alam lain dan disebut sebagai teknologi sisi permintaan.[19]

Perencanaan arsitektur dan kota

sunting
 
Universitas Teknologi Darmstadt di Jerman memenangkan penghargaan Solar Decathlon 2007 di Washington, D.C. dengan rancangan rumah berteknologi pasif khusus untuk iklim lembab dan subtropis panas.[20]

Cahaya matahari telah mempengaruhi rancang bangunan sejak permulaan sejarah arsitektur.[21] Arsitektur surya yang maju dan rencana tata ruang kota pertama kali digunakan oleh bangsa Yunani dan Cina, yang mengarahkan bangunan mereka menghadap selatan untuk mendapatkan cahaya dan kehangatan.[22]

Fitur umum dari arsitektur surya pasif adalah arah bangunannya terhadap matahari, ukuran bangunan yang tepat (rasio luas permukaan dengan volume yang kecil), pemilihan penghalang (serambi), dan penggunaan massa termal.[21] Ketika fitur-fitur ini digunakan bersama, dapat dihasilkan ruangan yang terang dan berada pada temperatur nyaman. Rumah Megaron milik Socrates adalah contoh klasik rancang bangunan teknologisurya pasif.[21] Perkembangan terakhir perancangan rumah berteknologi surya menggunakan bantuan permodelan oleh komputer, yang menggabungkan faktor pencahayan surya, pemanasan, dan sistem ventilasi dalam satu paket rancangan surya.[23] Peralatan teknologi aktif surya seperti pompa, kipas, dan jendela buka-tutup dapat melengkapi rancangan tekonologi pasif dan meningkatkan daya kerja sistem.

Pulau bahang perkotaan adalah daerah perkotaan dengan suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan sekitarnya. Temperatur yang tinggi disebabkan oleh meningkatnya penyerapan cahaya matahari oleh materi yang ada di perkotaan, seperti aspal jalan dan beton, yang memiliki albedo (tingkat keputihan) lebih rendah dan memiliki kapasitas panas lebih tinggi dibandingkan dengan materi alami. Langkah langsung untuk mengatasi pulau bahang adalah mengecat bangunan dan jalan dengan warna putih, serta menanam pepohonan. Menggunakan langkah ini, program hipotetis "komunitas dingin" di Los Angeles telah memproyeksikan temperatur kota dapat diturunkan sekitar 3 °C dengan biaya sekitar 1 miliar dollar Amerika Serikat, dengan perkitaan keuntungan total tahunan 530 juta dollar dari pengurangan biaya penggunaan pendingin udara dan penghematan biaya kesehatan.[24]

Pertanian dan perkebunan

sunting
 
Rumah kaca seperti ini di munisipalitas Westland, Belanda, digunakan untuk menumbuhkan sayuran, buah, dan bunga.

Pertanian dan perkebunan berusaha mengoptimalkan penyerapan energi surya untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Teknik seperti siklus penanaman yang diatur waktunya, mengatur orientasi barisan, tinggi antar barisan yang berbeda, dan pencampuran varietas tanaman dapat meningkatkan perolehan tanaman.[25][26] Walau sinar matahari umumnya dianggap sumber daya alam yang berlimpah, namun pentingnya matahari untuk pertanian ditunjukkan di daerah dengan intensitas sinar matahari lebih sedikit. Selama pendeknya masa tanam pada Zaman Es Kecil, petani Prancis dan Inggris menggunakan dinding buah untuk memaksimalkan penyerapan energi surya. Dinding ini bertindak sebagai massa termal dan mempercepat pematangan dengan menjaga tanaman tetap hangat. Dinding buah awalnya dibuat tegak terhadap tanah menghadap selatan, kemudian, dinding miring berkembang karena memanfaatkan sinar matahari lebih baik. Pada tahun 1699, Nicolas Fatio de Duiller bahkan menyarankan penggunaakan mekanisme lacak yang dapat memutar dinding mengikuti matahari.[27] Penerapan energi surya, selain untuk menumbuhkan tanaman, meliputi memompa air, mengeringkan panen, beternak ayam, dan mengeringkan kotoran unggas.[28][29] Teknologi surya juga digunakan oleh pembuat minuman anggur untuk menjalankan mesin tekan anggur.[30]

Rumah kaca menggubah energi cahaya menjadi energi panas, yang memperbolehkan produksi sepanjang tahun dan pertumbuhan tanaman khusus (dalam lingkungan tertutup) dan tanaman lain yang tidak cocok tumbuh untuk iklim lokal. Rumah kaca primitif pertama kali digunakan pada zaman Romawi untuk memproduksi ketimun sepanjang tahun untuk kaisar romawi Tiberius.[31] Rumah kaca modern pertama dibangun di Eropa pada abad ke-16 untuk tanaman eksotik yang dibawa pulang dari wilayah yang dijelajahi.[32] Rumah kaca tetap menjadi bagian penting dari perkebunan saat ini, dan materi plastik transparan juga telah digunakan untuk efek yang mirip dengan terowongan plastik dan penutup barisan.

Transportasi dan penjelajahan

sunting
 
Australia menjadi tuan rumah World Solar Challenge. Dalam ajang tersebut, mobil surya seperti Nuna3 berpacu dari Darwin menuju Adelaide sepanjang 3.021 km (1,877 mi).

Perkembangan mobil tenaga surya telah menjadi target perteknikan sejak tahun 1980-an. Kompetisi World Solar Challenge adalah perlombaan mobil bertenaga surya yang diadakan dua kali selama setahun, dan dalam ajang tersebut tim dari universitas dan perusahaan berlomba sepanjang 3.021 kilometer (1.877 mil) melewati Australia tengah mulai dari Darwin menuju Adelaide. Pada tahun 1987, saat kompetisi ini pertama kali dibuka, kecepatan rata-rata pemenang kompetisi adalah 67 kilometer per jam (42 mph), dan pada tahun 2007, kecepatan rata-rata pemenang naik menjadi 90,87 kilometer per jam (56,46 mph).[33] Kompetisi North American Solar Challenge dan South African Solar Challenge yang sedang direncanakan adalah kompetisi serupa yang menunjukkan minat internasional dalam perteknikan dan perkembangan kendaraan bertenaga surya.[34][35]

Beberapa kendaraan menggunakan panel surya untuk tenaga pembantu, seperti untuk penyejuk udara, sehingga menggurangi konsumsi bahan bakar.[36][37]

Pada tahun 1975, perahu bertenaga surya pertama kali dibangun di Inggris.[38] Menjelang tahun 1995, Kapal penumpang yang menggunakan panel surya mulai bermunculan, dan sekarang ini digunakan secara luas.[39] Pada tahun 1996, Kenichi Horie melintasi samudra Pasifik menggunakan perahu surya, dan kapal tenaga surya berlambung dua bernama sun21 melewati samudra Atlantik pada musim dingin 2006-2007.[40] Pada Mei 2012, Tûranor PlanetSolar menjadi kendaraan elektrik surya pertama yang mengelilingi dunia.[41]

 
Pesawat tanpa awak Helios UAV dalam penerbangan dengan tenaga surya.

Pada tahun 1974, pesawat tanpa awak AstroFlight Sunrise melakukan penerbangan perdana menggunakan tenaga surya. Pada tanggal 29 April 1979, Solar Riser melakukan penerbangan perdana menggunakan tenaga surya, dengan kendali penuh dan mampu mengangkat seseorang mencapai ketinggian 40 kaki (12 m). Pada tahun 1980, Gossamer Penguin melakukan penerbangan perdana bertenaga surya dengan pilot yang ditenagai hanya dengan sel fotovoltaik. Penerbangan ini dengan cepat diikuti oleh Solar Challenger yang melintasi terusan Inggris pada bulan Juli 1981. Pada tahun 1990, Eric Scott Raymond terbang dari California menuju Carolina Utara mennggunakan tenaga surya.[42] Perkembangan pesawat tenaga surya kembali ke model pesawat tanpa awak dengan model Pathfinder (tahun 1997) dan rancangan selanjutnya, yang menghasilkan model Helios yang berhasil mengukir rekor ketinggian untuk pesawat tanpa roket pada ketinggian 29.524 meter (96.864 kaki) pada tahun 2001.[43] Pesawat Zephyr yang dikembangkan oleh BAE Systems adalah pesawat terbaru yang menembus rekor penerbangan bertenaga surya, dengan terbang selama 54 jam pada tahun 2007, dan penerbangan selama sebulan direncanakan pada tahun 2010.[44]

Balon surya adalah balon berwarna hitam yang diisi dengan udara biasa. Saat matahari menyinari balon tersebut, udara di dalamnya memanas dan memuai, dan menimbulkan gaya apung ke atas, seperti balon udara panas. Beberapa balon surya cukup besar untuk penerbangan dengan manusia, namun penggunaannya umumnya terbatas pada mainan karena rasio luas permukaan dan berat beban yang relatif besar.[45]

Termal surya

sunting

Teknologi termal surya dapat digunakan untuk memanaskan air, memanaskan ruangan, mendinginkan ruangan, dan menghasilkan panas.[46]

Pemanasan air

sunting
 
Pemanas air surya menghadap matahari untuk memaksimalkan penyerapan.

Sistem air panas surya menggunakan sinar matahari untuk memanaskan air. Di daerah dengan lintang bujur geografis rendah (di bawah 40 derajat), 60% - 70% air panas untuk keperluan rumah tangga dengan temperatur sampai dengan 60 °C dapat diperoleh dengan menggunakan sistem pemanasan surya.[47] Jenis pemanas air surya yang umum digunakan adalah kolektor buluh (44%) dan plat datar dengan kaca (34%) untuk kebutuhan air panas rumah tangga; kolektor plastik tanpa kaca (21%) digunakan untuk memanaskan kolam renang.[48]

Sampai dengan tahun 2007, kapasitas total terpasang dari sistem air panas surya adalah sekitar 154 GW.[49] Tiongkok memimpin dalam hal ini dengan kapasitas terpasang 70 GW sampai dengan tahun 2006 dan memiliki target jangka panjang 210 GW menjelang tahun 2020.[50] Israel dan Siprus merupakan negara dengan tingkat penggunaan sistem air panas surya per kapita tertinggi, dengan lebih dari 90% rumah menggunakannya.[51] Di Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, pemanasan kolam renang adalah aplikasi utama air panas surya dengan kapasitas terpasang 18 GW sampai dengan tahun 2005.[19]

Pemanasan, pendinginan, dan ventilasi

sunting
 
Rumah surya pertama Institut Teknologi Massachusetts di Amerika Serikat, dibangun pada tahun 1939, menggunakan penyimpanan energi panas musiman untuk pemanasan sepanjang tahun.

Di Amerika Serikat, sistem pemanasan, ventilasi, dan penyejuk udara (HVAC) memakai 30% (4,65 EJ) dari energi yang digunakan untuk bangunan komersial dan hampir 50% (10,1 EJ) energi yang digunakan untuk perumahan.[52][53] Teknologi pemanasan, pendinginan, dan ventilasi surya dapat digunakan untuk mengganti sebagian dari energi ini.

Massa termal adalah materi yang digunakan untuk menyimpan panas, termasuk dari Matahari. Materi massa termal yang umum meliputi batu, semen, dan air. Menurut sejarah, materi-materi ini telah digunakan di daerah dengan iklim kering atau hangat untuk menjaga bangunan tetap sejuk dengan menyerap energi surya sepanjang hari dan memancarkan energi yang disimpan ke atmosfer yang lebih dingin di malam hari. Namun, materi ini juga dapat digunakan di daerah dingin untuk mempertahankan kehangatan. Ukuran dan penempatan massa termal tergantung pada beberapa faktor, seperti iklim, pencahayaan, dan kondisi bayangan. Saat faktor-faktor ini dipertimbangkan secara baik, massa termal mempertahankan temperatur ruangan dalam rentang nyaman dan mengurangi peralatan pemanasan dan pendinginan tambahan.[54]

Cerobong surya (atau cerobong termal, dalam konteks ini) adalah sistem ventilasi surya pasif, yang terdiri dari terowongan vertikal yang menghubungkan bagian dalam dengan bagian luar dari bangunan. Saat cerobong mulai hangat, udara di dalamnya memanas dan menyebabkan udara bergerak ke atas dan menarik udara melewati bangunan. Performansi dapat ditingkatkan dengan menggunakan kaca dan materi massa termal untuk meniru rumah kaca.[55]

Pohon dan tanaman musiman telah digunakan sebagai cara mengendalikan pemanasan dan pendinginan surya. Ketika tanaman ditanam pada bagian selatan bangunan, daun tanaman akan berfungsi sebagai peneduh pada musim panas, dan pada musim dingin, daun tanaman akan rontok dan cahaya dapat lewat lebih banyak.[56] Saat gugur, pohon tak berdaun menghalangi 1/3 sampai 1/2 radiasi surya yang datang, ada keseimbangan antara manfaat teduh saat musim panas dan pemanasan akibat daun gugur saat musim dingin.[57] Di iklim dengan kebutuhan pemanasan tinggi, pohon musiman tidak cocok ditanam di bagian selatan bangunan karena pohon akan mengurangi ketersediaan energi surya saat musim dingin. Namun, pohon tersebut dapat digunakan pada sisi timur dan barat untuk menyediakan tempat teduh selama musim panas tanpa mempengaruhi perolehan energi surya selama musim dingin.[58]

Pengolahan air

sunting
 
Disinfeksi air surya di Indonesia.
 
Pengolahan air limbah tenaga surya berskala kecil.

Distilasi surya dapat digunakan untuk membuat air asin atau air payau dapat diminum. Penggunaan pertama yang tercatat dari distilasi ini oleh alkimiawan Arab abad ke 16.[59] Proyek distilasi surya skala besar pertama kali dibangun pada tahun 1872 di kota tambang Las Salinas di Chile.[60] Proyek ini memiliki area pengumpulan energi surya seluas 4.700 m2 dan dapat memproduksi hingga 22.700 L per hari dan beroperasi selama 40 tahun.[60] Jenis rancangan penyuling meliputi miringan tunggal, miringan ganda (atau tipe rumah kaca), vertikal, kerucut, peredam terbalik, multi sumbu dan multi efek.[59] Penyuling-penyuling ini dapat beroperasi dalam kondisi pasif, aktif, atau gabungan. Penyuling miringan ganda paling ekonomis untuk penggunaan rumah tangga di pelosok, sedangkan penyuling aktif multi efek lebih cocok untuk aplikasi skala besar.[59]

Disinfeksi air surya dilakukan dengan memaparkan botol plastik polietilena tereftalat (PET) berisikan air ke cahaya matahari selama beberapa jam.[61] Durasi pemaparan tergantung pada cuaca dan iklim dari minimal 6 jam hingga 2 hari selama kondisi berawan.[62] Metode ini direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia sebagai metode yang cocok untuk pengolahan air rumah tangga dan penyimpanan aman.[63] Lebih dari 2 juta manusia di negara berkembang menggunakan metode ini untuk air minum sehari-hari mereka.[62]

Energi surya dapat digunakan di kolam stabilisasi air untuk mengolah air limbah tanpa menggunakan bahan kimia ataupun listrik. Keuntungan lingkungan bertambah saat alga tumbuh di kolam tersebut dan mengkonsumsi karbon dioksida saat melakukan fotosintesis, walau alga mungkin memproduksi zat kimia beracun yang membuat air tidak bisa digunakan.[64][65]

Panas proses

sunting

Teknologi pengumpulan energi surya seperti piringan parabola, cekung parabola, dan pemantul Scheffler dapat menyediakan panas proses untuk aplikasi komersial dan industri. Sistem komersial pertama adalah proyek Solar Total Energy Project (STEP) di Shenodoah, Georgia, Amerika Serikat. Dalam proyek tersebut, satu lapangan berisikan 114 piringan parabola menyedikan 50% kebutuhan energi untuk pemanasan proses, penyejuk udara, dan listrik untuk pabrik kain. Sistem kogenerasi yang terhubung dengan saluran listrik ini menyediakan 400 kW listrik ditambah energi termal dalam bentuk uap 401 kW dan air dingjn 468 kW, dan memiliki penyimpanan termal untuk beban puncak selama satu jam.[66]

Kolam evaporasi adalah kolam dangkal yang meningkatkankan kadar padatan terlarut melalui penguapan. Penggunaan kolam evaporasi untuk memperoleh garam dari air laut adalah contoh aplikasi tertua dari energi surya. Penggunaan modern meliputi peningkatkan kadar larutan garam yang digunakan dalam penambangan ekstraksi dan memisahkan padatan terlarut dari aliran limbah.[67]

Jemuran berbentuk tali, penyangga, atau rak mengeringkan pakaian tanpa menggunakan listrik atau gas. Di beberapa negara bagian Amerika Serikat, "hak menjemur pakaian" dilindungi.[68]

Kolektor udara panas tak berkaca (unglazed transpired collectors/UTC) adalah dinding berlubang yang menghadap matahari yang digunakan untuk memanaskan dulu udara ventilasi. UTC dapat digunakan untuk menaikkan temperatur udara yang masuk hingga 22 °C dan menghasilkan temperatur keluaran 45–60 °C.[69] Periode balik modal yang singkat dari kolektor udara panas ini adalah alternatif yang lebih efektif dari segi biaya dibandingkan dengan sistem kolektor berkaca.[69] Sampai tahun 2003, lebih dari 80 sistem dengan total luas permukaan kolektor 35.000 m2 telah dipasang di seluruh dunia, termasuk kolektor seluas 860 m2 di Kosta Rika yang digunakan untuk menggeringkan biji kopi dan kolektor seluas 1.300 m2 di Coimbatore, India yang digunakan untuk mengeringkan marigold.[29]

Memasak

sunting
 
Mangkuk surya di Auroville, India yang mengkonsentrasikan cahaya matahari ke penerima yang bisa digerakkan untuk memproduksi uap untuk memasak.

Pemasak surya menggunakan cahaya matahari untuk memasak, mengeringkan, dan proses pasteurisasi. Pemasak surya dapat digolongkan menjadi 3 kategori umum: pemasak berbentuk kotak, pemasak berbentuk papan, dan pemasak dengan pemantul.[70] Pemasak surya paling sederhana adalah pemasak berbentuk kotak yang dibuat oleh Horace de Saussure pada tahun 1767.[71] Pemasak berbentuk kotak sederhana terdiri dari wadah yang terisolasi dengan penutup transparan. Pemasak ini dapat digunakan secara efektif pada langit berawan sebagian, dan biasanya akan mencapai temperatur 90-150 °C.[72] Pemasak berbentuk papan menggunakan papan pemantul untuk mengarahkan cahaya matahari ke wadah terisolasi dan mencapai temperatur setara dengan pemasak berbentuk kotak. Pemasak dengan pemantul menggunakan berbagai bentuk geometri (piringan, cekungan, cermin Fresnel) yang memusatkan cahaya ke wadah masak. Pemasak jenis ini dapat mencapai temperatur 315 °C dan lebih, namun perlu diarahkan cahayanya biar berfungsi baik dan harus diposisikan kembali untuk mengikuti Matahari.[73]

Produksi listrik

sunting
Pemandangan Sistem Pembangkit Listrik Surya Ivanpah dari jalan Yates Well, wilayah San Bernadino, California. Barisan pegunungan Clark bisa dilihat di kejauhan.

Tenaga surya adalah proses pengubahan cahaya matahari menjadi listrik, baik secara langsung menggunakan fotovoltaik, atau secara tak langsung menggunakan tenaga surya terpusat (concentrated solar power, CSP). Sistem CSP menggunakan lensa atau cermin dan sistem lacak untuk memfokuskan paparan cahaya matahari yang luas menjadi seberkas sinar yang kecil. PV mengubah cahaya menjadi aliran listrik menggunakan efek fotolistrik.

Pembangkit CSP komersial pertama kali dikembangkan pada tahun 1980-an. Sejak tahun 1985, pemasangan SEGS CSP berkapasitas 354 MW di gurun Mojave, California adalah pembangkit listrik surya terbesar di dunia. Pembangkit listrik CSP lain meliputi pembangkit listrik tenaga surya Solnova berkapasitas 150 MW dan pembangkit listrik tenaga surya Andasol berkapasitas 100 MW; keduanya berada di Spanyol. Proyek Surya Agua Caliente berkapasitas 250 MW di Amerika Serikat dan Lahan Surya Charanka berkapasitas 221 MW di India adalah pembangkit fotovoltaik terbesar di dunia. Proyek surya melebihi 1 GW sedang dikerjakan, tapi kebanyakan fotovoltaik dipasang di atap-atap dengan ukuran kapasitas kecil, yakni kurang dari 5 kW, yang terhubung dengan saluran listrik menggunakan meteran net dan/atau tarif feed-in.[74]

Tenaga surya terpusat

sunting

Sistem tenaga surya terpusat (concentrated surya power, CSP) menggunakan lensa atau cermin dan sistem lacak untuk memfokuskan paparan sinar matahari yang luas menjadi seberkas cahaya kecil. Seberkas cahaya tersebut kemudian digunakan sebagai sumber panas untuk pembangkit listrik konvensional. Terdapat sejumlah besar teknologi pemusatan; yang paling berkembang adalah cekungan parabola, pemantul fresnel linear, piringan Stirling, dan menara tenaga surya. Di sistem-sistem ini, fluida kerja dipanaskan oleh cahaya matahari yang dipusatkan, dan fluida kerja ini kemudian digunakan untuk membangkitkan listrik atau sebagai penyimpan energi.[75]

Fotovoltaik

sunting
 
Lahan surya 19 MW di Jerman.
 
Kompilasi NREL mengenai penelitian efisiensi sel surya terbaik sejak 1976 hingga sekarang.

Sel surya, atau sel fotovoltaik, adalah peralatan yang menggubah cahaya menjadi aliran listrik dengan menggunakan efek fotovoltaik. Sel fotovoltaik pertama dibuat oleh Charles Fritts pada tahun 1880-an.[76] Pada tahun 1931, seorang insinyur Jerman, Dr. Bruno Lange, membuat sel fotovoltaik menggunakan perak selenida ketimbang tembaga oksida.[77] Walaupun sel selenium purwa rupa ini mengubah kurang dari 1% cahaya yang masuk menjadi listrik, Ernst Werner von Siemens dan James Clerk Maxwell melihat pentingnya penemuan ini.[78] Dengan mengikuti kerja Russel Ohl pada tahun 1940-an, peneliti Gerald Pearson, Calvin Fuller, dan Daryl Chapin membuat sel surya silikon pada tahun 1954.[79] Biaya sel surya ini 286 dollar AS per watt dan mencapai efisiensi 4,5 - 6 %.[80] Menjelang tahun 2012, efisiensi yang tersedia melebihi 20% dan efisiensi maksimum fotovoltaik penelitian melebihi 40%.[81]

Lainnya

sunting

Selain tenaga surya terpusat dan fotovoltaik, ada teknik lain yang dapat digunakan untuk menghasilkan listrik menggunakan tenaga surya. Teknik ini meliputi:

  • Sel surya dengan pigmen sensitif
  • Pemusat surya dengan pemendar (sejenis teknologi pemusatan forovoltaik)
  • Sel surya biohibrid
  • Sistem emisi termionik foton yang ditingkatkan

Produksi bahan bakar

sunting

Proses kimia surya menggunakan energi surya untuk menjalankan reaksi kimia. Proses ini mengurangi kebutuhan energi yang berasal dari sumber bahan bakar fosil dan juga dapat mengubah energi surya menjadi bahan bakar yang dapat disimpan dan dipindahkan. Reaksi kimia yang dipengaruhi oleh surya dapat digolongkan menjadi termokimia atau fotokimia.[82] Sejumlah besar bahan bakar dapat diproduksi dengan menggunakan fotosintesis buatan.[83] Kimia katalisis multielektron yang digunakan untuk membuat bahan bakar dengan dasar karbon (seperti metanol) dari reduksi karbon dioksida merupakan suatu tantangan; alternatif yang lebih mudah adalah produksi gas hidrogen dari proton, namun menggunakan air sebagai sumber elektron (sebagaimana yang dilakukan tanaman) membutuhkan penguasaan oksidasi multielektron dua molekul air ke satu molekul oksigen.[84] Beberapa ahli meramalkan akan adanya pabrik bahan bakar surya di kota besar yang berada di tepi laut menjelang tahun 2050 - pemecahan molekul air laut untuk menghasilkan gas hidrogen yang digunakan untuk pembangkit listrik di sekitarnya dan produk samping air murni yang akan disalurkan untuk kebutuhan air permukiman.[85] Visi yang lain adalah bangunan buatan manusia menutupi seluruh permukaan Bumi (seperti jalan, kendaraan, dan bangunan) melakukan fotosintesis lebih efisien dibandingkan tanaman.[86]

Teknologi produksi gas hidrogen telah menjadi sasaran penting dalam penelitian kimia surya sejak tahun 1970-an. Selain elektrolisis menggunakan fotovoltaik atau sel fotokimia, beberapa proses termokimia juga dikembangkan. Salah satu proses tersebut menggunakan pemusat surya untuk memecah molekul air pada temperatur tinggi (2300-2600 °C).[87] Proses yang lain menggunakan panas dari pemusat surya untuk menghasilkan uap untuk proses reformasi gas alam, sehingga meningkatkan perolehan gas hidrogen dibandingkan dengan metode reformasi konvensional.[88] Siklus termokimia yang melibatkan dekomposisi dan regenerasi reaktan dapat digunakan sebagai alternatif produksi gas hidrogen. Proses Solzinc yang sedang dikembangkan di Institut Weizmann menggunakan tungku surya 1 MW untuk dekomposisi seng oksida (ZnO) pada suhu di atas 1200 °C. Permulaan reaksi membutuhkan seng murni, yang digunakan untuk bereaksi dengan air dan menghasilkan gas hidrogen.[89]

Metode penyimpanan energi

sunting
 
Pembangkit listrik tenaga surya Andasol yang berkapasitas 150 MW adalah pembangkit listrik termal surya komersil berlokasi di Spanyol yang menggunakan cekungan parabola. Pembangkit Andasol menggunakan lelehan garam untuk menyimpan energi surya agar pembangkit tetap dapat memproduksi listrik saat matahari tidak tampak.[90]

Sistem massa termal dapat menyimpan energi surya dalam bentuk panas pada temperatur yang cocok untuk penggunaan sehari-hari atau musiman. Sistem penyimpanan panas umumnya menggunakan materi yang sudah tersedia dengan kapasitas panas tinggi seperti air, tanah, dan batu. Sistem yang dirancang dengan baik dapat menurunkan kebutuhan puncak, menggeser waktu penggunaan ke waktu senggang, dan mengurangi kebutuhan pemanasan dan pendinginan.[91][92]

Materi ubah fase seperti lilin parafin dan garam Glauber adalah contoh media penyimpan panas. Media ini tidak mahal, tersedia, dan dapat menghasilkan temperatur yang cocok untuk penggunaan di rumah (sekitar 64 °C). Rumah Dover (di Dover, Massachusetts) adalah rumah pertama yang menggunakan sistem pemanasan garam Glauber pada tahun 1948.[93]

Energi surya dapat disimpan pada temperatur tinggi dengan menggunakan lelehan garam. Garam adalah media penyimpan yang efektif karena harganya murah, memiliki kapasitas panas yang tinggi, dan dapat menghasilkan panas pada temperatur yang cocok dengan sistem pembangkit konvensional. Solar Two menggunakan metode penyimpanan ini dan dapat menyimpan 1,44 TJ di tangki penyimpanan sebesar 68 m3 dengan efisiensi penyimpanan tahunan sekitar 99%.[94]

Sistem fotovoltaik yang tidak terhubung dengan saluran listrik biasanya menggunakan baterai yang bisa diisi ulang untuk menyimpan listrik berlebih. Dengan sistem yang terhubung dengan saluran listrik, listrik berlebih dapat dikirimkan ke transmisi listrik. Saat produksi listrik kurang, listrik dari saluran listrik dapat digunakan. Program meteran net memberikan kredit untuk rumah tangga yang menyalurkan listrik ke saluran listrik. Hal ini dilakukan dengan memutar terbalik meteran listrik saat rumah memproduksi lebih banyak listrik ketimbang menggunakannya. Jika penggunaan netto listrik di bawah nol, maka kredit yang dihasilkan akan dilimpahkan ke bulan depan.[95] Cara lain menggunakan dua meteran, satu untuk mengukur listrik yang digunakan, satu lagi untuk mengukur listrik yang diproduksi. Cara ini tidak umum digunakan karena biaya tambahan akibat pemasangan meteran listrik kedua. Kebanyakan meteran baku secara akurat mengukur di kedua arah sehingga meteran kedua tidak diperlukan.

Penyimpanan energi dengan pompa di pembangkit listrik tenaga air menyimpan energi dalam bentuk potensial ketinggian, yaitu dengan memompa air dari tempat rendah ke tempat tinggi. Energi dapat diambil kembali saat dibutuhkan dengan mengalirkan air ke pembangkit listrik.[96]

Perkembangan, penggunaan, dan ekonomi

sunting
 
Peserta dalam sebuah lokakarya perkembangan berkelanjutan memeriksa papan surya di Institut Teknologi dan Pendidikan Tinggi Monterrey, Ciudad de Mexico di atas bangunan kampus.

Dimulai dengan penggunaan batubara besar-besaran selama Revolusi Industri, konsumsi energi secara berangsur berubah dari menggunakan kayu dan biomassa menjadi bahan bakar fosil. Perkembangan awal teknologi surya dimulai pada tahun 1860-an yang didorong oleh perkiraan bahwa persediaan batu bara akan menipis. Namun, perkembangan teknologi surya berhenti pada awal abad ke 20 dikarenakan meningkatnya persediaan, nilai ekonomis, dan kegunaan batubara dan minyak bumi.[97]

Embargo minyak pada tahun 1973 dan krisis energi pada tahun 1979 menyebabkan perubahan kebijakan energi di dunia dan teknologi surya kembali dilirik.[98][99] Strategi pemasangan difokuskan pada program insentif seperti program pengunaan fotovoltaik di Amerika Serikat dan program Sunshine di Jepang. Usaha lain yang dilakukan meliputi pembentukan fasilitas riset di Amerika Serikat (SERI, sekarang NREL), Jepang (NEDO), dan Jerman (Institut Fraunhofer untuk sistem energi surya).[100]

Pemanas air surya komersial mulai dipasarkan di Amerika Serikat pada tahun 1890-an.[101] Penggunaan pemanas ini meningkat sampai dengan tahun 1920 tapi kemudian digantikan oleh pemanas berbahan bakar yang lebih murah dan diandalkan.[102] Seperti fotovoltaik, pemanas air surya kembali dilirik setalah krisis minyak tahun 1970, namun permintaan menurun pada tahun 1980-an dikarenakan menurunnya harga minyak Bumi. Perkembangan pemanasan air surya berkembang secara berangsur selama tahun 1990-an dan laju pertumbuhan sekitar 20% per tahun sejak 1999.[49] Walaupun umumnya diremehkan, pemanas dan pendingin air surya adalah teknologi surya yang paling banyak digunakan dengan perkiraan kapasitas 154 GW pada tahun 2007.[49]

Badan Energi Internasional mengatakan energi surya dapat membantu menyelesaikan permasalahan penting dunia:[2]

Perkembangan teknologi energi surya yang terjangkau, tidak habis, dan bersih akan memberikan keuntungan jangka panjang yang besar. Perkembangan ini akan meningkatkan keamanan energi negara-negara melalui pemanfaatan sumber energi yang sudah ada, tidak habis, dan tidak tergantung pada impor, meningkatkan kesinambungan, mengurangi polusi, mengurangi biaya mitigasi perubahan iklim, dan menjaga harga bahan bakar fosil tetap rendah dari sebelumnya. Keuntungan-keuntungan ini berlaku global. Oleh sebab itu, biaya insentif tambahan untuk pengembangan awal selayaknya dianggap sebagai investasi untuk pembelajaran; inventasi ini harus digunakan secara bijak dan perlu dibagi bersama.[2]

Pada tahun 2011, Badan Energi Internasional mengatakan teknologi energi surya seperti papan fotovoltaik, pemanas air surya, dan pembangkit listrik dengan cermin dapat menyediakan sepertiga energi dunia pada tahun 2060 jika politikus mau mengatasi perubahan iklim. Energi dari matahari dapat memainkan peran penting dalam de-karbonisasi ekonomi global bersamaan dengan pengembangan efisiensi energi dan menerapkan biaya pada produsen gas rumah kaca. "Kekuatan dari teknologi surya adalah varietasnya yang luas dan fleksibilitas dari aplikasinya, mulai dari skala kecil hingga ke skala besar".[103]

Kita telah buktikan... bahwa setelah persediaan minyak dan batubara kita habis, manusia dapat menerima energi tak terbatas dari sinar matahari.

— Frank Shuman, New York Times, 2 Juli, 1916[104]

Standar ISO

sunting

Organisasi Internasional untuk Standardisasi telah membuat sejumlah standar yang berhubungan dengan peralatan energi surya. Sebagai contohnya:

  • ISO 9050 mengenai kaca bangunan, dan
  • ISO 10217 mengenai materi yang digunakan dalam pemanas air surya.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Hasil Pencarian - KBBI Daring". kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 25 Juli 2023. 
  2. ^ a b c d "Solar Energy Perspectives: Executive Summary" (PDF). International Energy Agency. 2011. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-12-03. Diakses tanggal 2013-11-08. 
  3. ^ Solar Fuels and Artificial Photosynthesis. Royal Society of Chemistry 2012 http://www.rsc.org/ScienceAndTechnology/Policy/Documents/solar-fuels.asp (diakses 11 Maret 2013)
  4. ^ Smil (1991), hal. 240
  5. ^ "Natural Forcing of the Climate System". Intergovernmental Panel on Climate Change. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2007-09-29. 
  6. ^ "Radiation Budget". NASA Langley Research Center. 2006-10-17. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-01. Diakses tanggal 2007-09-29. 
  7. ^ Somerville, Richard. "Historical Overview of Climate Change Science" (PDF). Intergovernmental Panel on Climate Change. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-11-26. Diakses tanggal 2007-09-29. 
  8. ^ Vermass, Wim. "An Introduction to Photosynthesis and Its Applications". Arizona State University. Diarsipkan dari versi asli tanggal 1998-12-03. Diakses tanggal 2007-09-29. 
  9. ^ a b Smil (2006), hal. 12
  10. ^ Archer, Cristina. "Evaluation of Global Wind Power". Stanford. Diakses tanggal 2008-06-03. 
  11. ^ a b "Renewable Energy Sources" (PDF). Renewable and Appropriate Energy Laboratory. hlm. 12. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-11-19. Diakses tanggal 2012-12-06. 
  12. ^ "Total Primary Energy Consumption". Energy Information Administration. Diakses tanggal 2013-06-30. 
  13. ^ "Total Electricity Net Consumption". Energy Information Administration. Diakses tanggal 2013-06-30. 
  14. ^ Solar energy: A new day dawning? diakses 7 Agustus 2008
  15. ^ Powering the Planet: Chemical challenges in solar energy utilization retrieved 7 August 2008
  16. ^ "Energy conversion by photosynthetic organisms". Food and Agriculture Organization of the United Nations. Diakses tanggal 2008-05-25. 
  17. ^ Exergy (available energy) Flow Charts 2.7 YJ solar energy each year for two billion years vs. 1.4 YJ non-renewable resources available once.
  18. ^ "PVWatts Viewer". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-11-21. Diakses tanggal 2013-11-08. 
  19. ^ a b Philibert, Cédric (2005). "The Present and Future use of Solar Thermal Energy as a Primary Source of Energy" (PDF). IEA. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2011-12-12. Diakses tanggal 2013-11-08. 
  20. ^ "Darmstadt University of Technology solar decathlon home design". Darmstadt University of Technology. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-18. Diakses tanggal 2008-04-25. 
  21. ^ a b c Schittich (2003), hal. 14
  22. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 4, 159
  23. ^ Balcomb(1992)
  24. ^ Rosenfeld, Arthur. "Painting the Town White -- and Green". Heat Island Group. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-07-14. Diakses tanggal 2007-09-29. 
  25. ^ Jeffrey C. Silvertooth. "Row Spacing, Plant Population, and Yield Relationships". University of Arizona. Diakses tanggal 2008-06-24. 
  26. ^ Kaul (2005), hal. 169–174
  27. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 42–46
  28. ^ Bénard (1981), hal. 347
  29. ^ a b Leon (2006), hal. 62
  30. ^ "A Powerhouse Winery". News Update. Novus Vinum. 2008-10-27. Diakses tanggal 2008-11-05. 
  31. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 19
  32. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 41
  33. ^ "The WORLD Solar Challenge - The Background" (PDF). Australian and New Zealand Solar Energy Society. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-07-19. Diakses tanggal 2008-08-05. 
  34. ^ "North American Solar Challenge". New Resources Group. Diakses tanggal 2008-07-03. 
  35. ^ "South African Solar Challenge". Advanced Energy Foundation. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-12. Diakses tanggal 2008-07-03. 
  36. ^ Vehicle auxiliary power applications for solar cells 1991 Diakses 11 Oktober 2008
  37. ^ systaic AG: Demand for Car Solar Roofs Skyrockets Diarsipkan 2009-05-05 di Wayback Machine. 26 June 2008 Diakses 11 Oktober 2008
  38. ^ Electrical Review Vol 201 No 7 12 Agustus 1977
  39. ^ Schmidt, Theodor. "Solar Ships for the new Millennium". TO Engineering. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-10-09. Diakses tanggal 2007-09-30. 
  40. ^ "The sun21 completes the first transatlantic crossing with a solar powered boat". Transatlantic 21. Diakses tanggal 2007-09-30. 
  41. ^ Gieffers, Hanna (4 May 2012). "Ankunft in Monaco: Solarboot schafft Weltumrundung in 584 Tagen". Spiegel Online (dalam bahasa German). Diakses tanggal 5 May 2012. 
  42. ^ "Sunseeker Seeks New Records". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-03-21. Diakses tanggal 2013-11-08. 
  43. ^ "Solar-Power Research and Dryden". NASA. Diakses tanggal 2008-04-30. 
  44. ^ "The NASA ERAST HALE UAV Program". Greg Goebel. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-02-10. Diakses tanggal 2008-04-30. 
  45. ^ "Phenomena which affect a solar balloon". pagesperso-orange.fr. Diakses tanggal 2008-08-19. 
  46. ^ "Solar Energy Technologies and Applications". Canadian Renewable Energy Network. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-11-15. Diakses tanggal 2007-10-22. 
  47. ^ "Renewables for Heating and Cooling" (PDF). International Energy Agency. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2018-02-13. Diakses tanggal 2008-05-26. 
  48. ^ Weiss, Werner. "Solar Heat Worldwide (Markets and Contributions to the Energy Supply 2005)" (PDF). International Energy Agency. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-11-23. Diakses tanggal 2008-05-30. 
  49. ^ a b c Weiss, Werner. "Solar Heat Worldwide - Markets and Contribution to the Energy Supply 2006" (PDF). International Energy Agency. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2009-03-25. Diakses tanggal 2008-06-09. 
  50. ^ "Renewables 2007 Global Status Report" (PDF). Worldwatch Institute. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-05-29. Diakses tanggal 2008-04-30. 
  51. ^ Del Chiaro, Bernadette. "Solar Water Heating (How California Can Reduce Its Dependence on Natural Gas)" (PDF). Environment California Research and Policy Center. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-11-06. Diakses tanggal 2007-09-29. 
  52. ^ Apte, J.; et al. "Future Advanced Windows for Zero-Energy Homes" (PDF). American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-04-10. Diakses tanggal 2008-04-09. 
  53. ^ "Energy Consumption Characteristics of Commercial Building HVAC Systems Volume III: Energy Savings Potential" (PDF). United States Department of Energy. hlm. 2–2. Diakses tanggal 2008-06-24. 
  54. ^ Mazria(1979), hal. 29–35
  55. ^ Bright, David (18 February 1977). "Passive solar heating simpler for the average owner". Bangor Daily News. Diakses tanggal 3 July 2011. 
  56. ^ Mazria(1979), hal. 255
  57. ^ Balcomb(1992), hal. 56
  58. ^ Balcomb(1992), hal. 57
  59. ^ a b c Tiwari (2003), hal. 368–371
  60. ^ a b Daniels (1964), hal. 6
  61. ^ "SODIS solar water disinfection". EAWAG (The Swiss Federal Institute for Environmental Science and Technology). Diakses tanggal 2008-05-02. 
  62. ^ a b "Household Water Treatment Options in Developing Countries: Solar Disinfection (SODIS)" (PDF). Centers for Disease Control and Prevention. Diarsipkan (PDF) dari versi asli tanggal 2008-05-29. Diakses tanggal 2008-05-13. 
  63. ^ "Household Water Treatment and Safe Storage". World Health Organization. Diakses tanggal 2008-05-02. 
  64. ^ Shilton AN, Powell N, Mara DD, Craggs R (2008). "Solar-powered aeration and disinfection, anaerobic co-digestion, biological CO(2) scrubbing and biofuel production: the energy and carbon management opportunities of waste stabilisation ponds". Water Sci. Technol. 58 (1): 253–258. doi:10.2166/wst.2008.666. PMID 18653962. 
  65. ^ Tadesse I, Isoaho SA, Green FB, Puhakka JA (2003). "Removal of organics and nutrients from tannery effluent by advanced integrated Wastewater Pond Systems technology". Water Sci. Technol. 48 (2): 307–14. PMID 14510225. 
  66. ^ Stine, W B and Harrigan, R W. "Shenandoah Solar Total Energy Project". John Wiley. Diakses tanggal 2008-07-20. 
  67. ^ Bartlett (1998), hal. 393–394
  68. ^ Thomson-Philbrook, Julia. "Right to Dry Legislation in New England and Other States". Connecticut General Assembly. Diakses tanggal 2008-05-27. 
  69. ^ a b "Solar Buildings (Transpired Air Collectors - Ventilation Preheating)" (PDF). National Renewable Energy Laboratory. Diakses tanggal 2007-09-29. 
  70. ^ Anderson and Palkovic (1994), hal. xi
  71. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 54–59
  72. ^ Anderson and Palkovic (1994), hal. xii
  73. ^ Anderson and Palkovic (1994), hal. xiii
  74. ^ "Grid Connected Renewable Energy: Solar Electric Technologies" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2021-02-24. Diakses tanggal 2013-11-08. 
  75. ^ Martin and Goswami (2005), hal. 45
  76. ^ Perlin (1999), hal. 147
  77. ^ "Magic Plates, Tap Sun For Power", June 1931, Popular Science. Diakses tanggal 2011-04-19. 
  78. ^ Perlin (1999), hal. 18–20
  79. ^ Perlin (1999), hal. 29
  80. ^ Perlin (1999), hal. 29–30, 38
  81. ^ "Will we exceed 50% efficiency in photovoltaics?". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-05-15. Diakses tanggal 2013-11-08. 
  82. ^ Bolton (1977), hal. 1
  83. ^ Wasielewski MR. Photoinduced electron transfer in supramolecular systems for artificial photosynthesis. Chem. Rev. 1992; 92: 435-461.
  84. ^ Hammarstrom L and Hammes-Schiffer S. Artificial Photosynthesis and Solar Fuels. Accounts of Chemical Research 2009; 42 (12): 1859-1860.
  85. ^ Gray HB. Powering the planet with solar fuel. Nature Chemistry 2009; 1: 7.
  86. ^ Artificial photosynthesis as a frontier technology for energy sustainability. Thomas Faunce, Stenbjorn Styring, Michael R. Wasielewski, Gary W. Brudvig, A. William Rutherford, Johannes Messinger, Adam F. Lee, Craig L. Hill, Huub deGroot, Marc Fontecave, Doug R. MacFarlane, Ben Hankamer, Daniel G. Nocera, David M. Tiede, Holger Dau, Warwick Hillier, Lianzhou Wang and Rose Amal. Energy Environ. Sci., 2013, Advance Article DOI: 10.1039/C3EE40534F http://pubs.rsc.org/en/content/articlelanding/2013/EE/C3EE40534F (diakses 11 Maret 2013)
  87. ^ Agrafiotis (2005), hal. 409
  88. ^ Zedtwitz (2006), hal. 1333
  89. ^ "Solar Energy Project at the Weizmann Institute Promises to Advance the use of Hydrogen Fuel". Weizmann Institute of Science. Diakses tanggal 2008-06-25. 
  90. ^ Edwin Cartlidge (18 November 2011). "Saving for a rainy day". Science (Vol 334). hlm. 922–924. 
  91. ^ Balcomb(1992), hal. 6
  92. ^ "Request for Participation Summer 2005 Demand Shifting with Thermal Mass" (PDF). Demand Response Research Center. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-09-07. Diakses tanggal 2007-11-26. 
  93. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 212–214
  94. ^ "Advantages of Using Molten Salt". Sandia National Laboratory. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-06-05. Diakses tanggal 2007-09-29. 
  95. ^ "PV Systems and Net Metering". Department of Energy. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-07-04. Diakses tanggal 2008-07-31. 
  96. ^ "Pumped Hydro Storage". Electricity Storage Association. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-06-21. Diakses tanggal 2008-07-31. 
  97. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 63, 77, 101
  98. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 249
  99. ^ Yergin (1991), hal. 634, 653-673
  100. ^ "Chronicle of Fraunhofer-Gesellschaft". Fraunhofer-Gesellschaft. Diakses tanggal 2007-11-04. 
  101. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 117
  102. ^ Butti and Perlin (1981), hal. 139
  103. ^ "IEA Says Solar May Provide a Third of Global Energy by 2060". Bloomberg Businessweek. December 1, 2011. 
  104. ^ American Inventor Uses Egypt's Sun for Power; Appliance Concentrates the Heat Rays and Produces Steam, Which Can Be Used to Drive Irrigation Pumps in Hot Climates

Pustaka

sunting

Pranala luar

sunting