Adipati agung

gelar kekaisaran dan atau kerajaan

Adipati agung adalah gelar kepala monarki yang menempati jenjang kehormatan di bawah kaisar dan raja, namun masih di atas pangeran berdaulat dan adipati berdaulat. Wilayah kekuasaan seorang adipati agung disebut kadipaten agung.

Istilah "adipati agung" merupakan terjemahan dari gelar magnus dux dalam bahasa Latin, Groussherzog dalam bahasa Luksemburg, Großherzog dalam bahasa Jerman, Grand-Duc dalam bahasa Prancis, Grand Duke dalam bahasa Inggris, великий князь (velikiy kniaz, harfiah: pangeran agung) dalam bahasa Rusia, Gran Duca dalam bahasa Italia, grão-duque dalam bahasa Portugis, suurherttua dalam bahasa Finlandia, wielki książę dalam bahasa Polandia, nagyherceg dalam bahasa Hungaria, storhertig dalam bahasa Swedia, groothertog dalam bahasa Afrikaan dan bahasa Belanda,[1] storhertug dalam bahasa Denmark, didysis kunigaikštis dalam bahasa Lituania, lielhercogs dalam bahasa Latvia, velkovévoda atau velkokníže dalam bahasa Ceko, dan велик херцог dalam bahasa Bulgaria.

Gelar ini masih digunakan oleh beberapa monarki merdeka maupun bekas monarki merdeka di Eropa, khususnya:

Adipati agung di Eropa Barat

sunting

Istilah "adipati agung" yang digunakan sebagai gelar kepala monarki sebuah negara merdeka merupakan istilah yang relatif baru diciptakan (pertama kali digunakan di kawasan barat Eropa pada 1569 sebagai gelar kepala negara Toskana) sebagai sebutan bagi seorang kepala monarki atau adipati yang sangat berkuasa dan memiliki peranan penting di bidang politik, militer, dan/atau ekonomi, namun wilayah kekuasaannya tidak cukup besar untuk menjadi sebuah kerajaan. Istilah ini diciptakan karena gelar adipati lambat laun telah kehilangan muruahnya setelah dianugerahkan kepada para penguasa swapraja-swapraja feodal yang relatif kecil, bukannya dipertahankan sebagaimana aslinya sebagai gelar istimewa bagi para penguasa daerah-daerah kesukuan yang luas atau bahkan bagi para penguasa wilayah-wilayah kebangsaan.

Salah satu contoh penggunaan istilah ini untuk pertama kalinya adalah manakala Gonçalo Mendes, Bupati Portukale (daerah di kawasan barat laut Portugal yang dianggap sebagai cikal bakal negara Portugal), mulai menggelari dirinya sebagai Magnus Dux Portucalensium (Adipati Agung Orang Portugis) pada 987, dan memberontak melawan majikan feodalnya, Raja Bermudo II dari León. Pemberontakan dapat dipadamkan oleh bala tentara Kerajaan León, namun Gonçalo Mendes berhasil mendapatkan anugerah hak swatantra yang besar selaku seorang magnus dux (adipati agung) yang pada akhirnya bermuara pada kemerdekaan bangsa Portugis dari kerajaan bangsa Spanyol, Kastila-León.

Contoh lainnya adalah para penguasa Burgundia yang turun-temurun menggelari diri mereka "Adipati Agung" (gelar yang sah adalah "Adipati") pada abad ke-15, manakala mereka menguasai sebagian besar kawasan timur laut negara Prancis modern beserta seluruh Negeri Dataran Rendah. Mereka berusaha, meskipun pada akhirnya gagal, untuk mempersatukan seluruh wilayah yang mereka kuasai menjadi sebuah negara kesatuan di antara Kerajaan Prancis di sebelah Barat dan Kekaisaran Romawi Suci (sebagian besar wilayahnya menjadi wilayah negara Jerman sekarang ini) di sebelah timur. Adipati Burgundia, Philippe III (memerintah 1419–1467), menyandang gelar dan sebutan penghormatan subsider "Adipati Agung Negeri Barat" yang tidak memiliki dasar hukum pada 1435, setelah berhasil menguasai Kadipaten Brabant, Kadipaten Limburg, Kabupaten Holland, Kabupaten Zeeland, Kabupaten Friesland, Kabupaten Hainaut, dan Kabupaten Namur. Putra sekaligus penggantinya, Charles Si Nekat (memerintah 1467–1477) meneruskan penggunaan gelar dan sebutan penghormatan ini.

Gelar magnus dux atau adipati agung (Didysis Kunigas, Didysis Kunigaikštis dalam bahasa Lituania) digunakan oleh para penguasa Lituania yang, sejak masa pemerintahan Jogaila, juga menyandang gelar Raja Polandia. Sejak 1573, gelar adipati agung dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa Polandia (wielki ksiaze, harfiah: pangeran agung), yakni gelar kepala monarki Lituania, (kawasan barat) Rusia, Prusia, Samogitia, Kiev, Volinia, Podolia, Podlakia, Livonia, Smolensk, Severia, dan Cherginov (sudah termasuk klaim-klaim kosong yang dilatarbelakangi ambisi untuk berkuasa), disandang oleh raja-raja (bahasa Polandia: Krol) Polandia sebagai bagian dari gelar lengkap mereka yang resmi sepanjang keberadaan Negara Persemakmuran Polandia-Lituania.

Kepala monarki pertama yang secara resmi menyandang gelar adipati agung adalah para penguasa berdaulat dari wangsa Medici yang memerintah Negeri Toskana, semenjak akhir abad ke-16. Gelar resmi ini dianugerahkan oleh Paus Pius V pada 1569. Meskipun demikian, boleh dikata gelar ini hanyalah sebuah gelar kehormatan pribadi dari Sri Paus bagi penguasa sebuah kadipaten, karena Negeri Toskana sesungguhnya adalah salah satu negara bawahan dari Kekaisaran Romawi Suci.

Napoleon I sangat sering menganugerahkan gelar ini. Pada masa pemerintahannya, sejumlah sekutunya (secara de facto adalah penguasa bawahannya) diizinkan menyandang gelar adipati agung, biasanya pada saat swapraja-swapraja pusaka mereka (atau swapraja-swapraja anugerah dari Napoleon) diperluas dengan tambahan wilayah baru yang berhasil direbut dari musuh melalui pertempuran. Setelah kejatuhan rezim Napoleon, pihak-pihak pemenang, yang bersidang di Wina dalam rangka menyelesaikan kekisruhan politik pasca-Perang Napoleon, sepakat untuk menghapuskan kadipaten-kadipaten agung ciptaan Napoleon dan membentuk sejumlah negara monarki baru dengan kekuatan tingkat menengah yang dipimpin oleh kepala monarki bergelar adipati agung. Hasilnya adalah kemunculan sekelompok kepala monarki baru penyandang gelar adipati agung di kawasan tengah Eropa pada abad ke-19, khususnya di wilayah negara Jerman sekarang ini. Daftar dari kadipaten-kadipaten agung pascakongres Wina ini dapat dibaca dalam artikel kadipaten agung.

Pada abad yang sama, marak bermunculan gelar kehormatan "Adipati Agung" yang murni bersifat seremonial belaka di Rusia (sesungguhnya gelar adipati agung kehormatan ini adalah terjemahan Eropa Barat dari gelar "Pangeran Agung" di Rusia yang dianugerahkan kepada saudara-saudara kandung tsar), karena banyaknya keturunan dari wangsa Romanov yang berkuasa di Rusia kala itu.

Dalam bahasa Jerman dan bahasa Belanda, yang memiliki istilah berbeda untuk pangeran anak raja (bahasa Jerman: Prinz, bahasa Belanda: Prins) dan pangeran berdaulat (bahasa Jerman: Fürst, bahasa Belanda: Vorst), ada perbedaan linguistik yang jelas antara adipati agung berdaulat yang memerintah atas sebuah negara di kawasan tengah dan barat Eropa (bahasa Jerman: Großherzog, bahasa Belanda: Groothertog) dan adipati agung kehormatan di kalangan kerabat Kekaisaran Rusia maupun di negara-negara tidak berdaulat yang secara de facto merupakan negara-negara jajahan dari negara lain yang lebih kuat (bahasa Jerman: Großfürst, bahasa Belanda: Grootvorst).

Pada 1582, Raja Swedia, Johan III, menambahkan gelar "Adipati Agung Finlandia" ke dalam daftar gelar subsider raja-raja Swedia. Tindakan ini tidak menimbulkan konsekuensi politik, karena Finlandia memang sudah menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Swedia.

Setelah menaklukkan Lituania dan Finlandia, Kaisar Rusia juga memakai gelar adipati agung selaku Kepala Negara Lituania yang secara de facto tidak berdaulat (1793–1918) dan swapraja Finlandia yang sama sekali tidak berdaulat (1809–1917). Kekaisaran Romawi Suci di bawah pemerintahan wangsa Habsburg juga membentuk sebuah swapraja yang tidak berdaulat, yakni Großfürstentum Siebenbürgen (Kepangeranan Agung Transilvania) pada 1765.

Pangeran agung

sunting

Para pangeran agung (atau pangeran besar) adalah kepala-kepala monarki Abad Pertengahan yang biasanya memerintah atas beberapa suku dan/atau membawahi beberapa pangeran. Pada Abad Pertengahan, gelar ini lazimnya diterjemahkan menjadi "Raja", atau "Raja Kecil" (bahasa Jerman: Kleinkönig). Meskipun demikian, para pangeran agung tidak dianggap sebagai kepala monarki yang setara kehormatannya dengan raja-raja Eropa Barat di kemudian hari, dan oleh karena itu dianggap menempati jenjang kehormatan di bawah raja-raja, khususnya dalam kesusastraan pada masa-masa kemudian.

Pangeran-pangeran agung berkuasa di kawasan tengah dan timur Eropa, terutama di kalangan suku bangsa Slav dan Lituania.

Gelar "Pangeran Agung" diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia menjadi Velikiy Knjaz (Великий князь). Kata knjaz dalam bahasa Slav, dan kata kunigas dalam bahasa Lituania (sekarang ini diterjemahkan menjadi "Pangeran") sebenarnya berpadanan dengan kata raja (राज)[3] dalam makna aslinya, yakni pemimpin atau penghulu. Oleh karena itu, Velikiy Knjaz dan Didysis Kunigas secara harfiah lebih tepat diterjemahkan menjadi "Pemimpin Besar" daripada "Adipati Agung".

Seiring peningkatan kekuatan dan luas wilayah negara-negara mereka, kepala-kepala monarki ini mulai mengklaim gelar yang lebih tinggi, misalnya raja atau tsar (atau kzar) yang berasal dari kata Latin caesar (kaisar). Klaim ini didasarkan atas pernyataan diri mereka sebagai pengganti yang sah dari kaisar-kaisar Romawi Timur-Bizantin. Pangeran Agung Moskovia, Ivan IV, adalah kepala monarki terakhir yang memerintah tanpa mengklaim gelar yang lebih tinggi, sampai akhirnya dinobatkan menjadi Tsar Rusia pada 1547.

Para penguasa Transilvania (bahasa Jerman: Siebenbürgen) di bawah penjajahan bangsa Turki menyandang gelar "Pangeran Agung". Gelar ini kemudian disandang oleh para penguasa dari wangsa Habsburg setelah berhasil menaklukkan Hungaria. Raja-raja Polandia berkebangsaan Swedia dari wangsa Vasa (bahasa Polandia: Waza) juga menyandang gelar pangeran agung selaku penguasa wilayah-wilayah selain Polandia.

Pada Akhir Abad Pertengahan, gelar "Pangeran Agung" lambat laun menjadi sebuah gelar yang sepenuhnya bersifat seremonial belaka, dan dianugerahkan kepada kerabat-kerabat dekat kepala monarki yang sedang memerintah, contohnya penganugerahan gelar Adipati Agung Rusia (veliki knjaz) oleh Tsar Rusia kepada saudara-saudaranya.

Adipati agung di Eropa Timur

sunting

Adipati Agung Bizantin

sunting

Gelar Latin, dux (panglima, cikal bakal dari gelar adipati di Eropa), yang dieja douks (δούξ) dalam bahasa Yunani, adalah gelar umum bagi para Senapati Kekaisaran Romawi (barat maupun timur) pada masa-masa menjelang keruntuhannya, namun gelar ini lebih rendah daripada gelar comes (kawan, cikal bakal dari gelar bupati di Eropa).

Di bawah comes, dalam sistem tema Kekaisaran Bizantin, para senapati yang mengepalai tema (θέμα) sering kali diberi sebutan penghormatan douks semenjak abad ke-10, alih-alih diberi sebutan penghormatan strategos sebagaimana pada masa-masa terdahulu. Gelar "adipati agung" (megas douks) diciptakan oleh Kaisar Aleksios I Komnenos dan dianugerahkan kepada para Laksamana Angkatan Laut Bizantin yang sedang menjabat. Sebagaimana douks, megas douks (μέγας δούξ) juga sebuah gelar jabatan ketentaraan, bukan gelar kebangsawanan di kalangan istana (meskipun pernah dijadikan nama jenjang kehormatan di kalangan istana pada masa pemerintahan kaisar-kaisar dari wangsa Palaiologos), dan selalu dijabat oleh satu orang saja.

Adipati Agung Rusia

sunting
 
Potret Istri Adipati Agung, Maria Fyodorovna karya Heinrich von Angeli (1874)
Sankt-Peterburg, Museum Pertapaan

"Adipati Agung" adalah padanan tradisional untuk frasa Velikiy Kniaz (Великий Князь), yakni gelar yang mula-mula disandang oleh pemimpin masyarakat Rus' Kiev semenjak abad ke-11, dan kemudian digunakan pula oleh sejumlah pemimpin suku bangsa Rus'. Sejak 1328, Velikii Kniaz Moskovia memerintah sebagai penguasa "seluruh Rusia" sampai dengan penobatan Adipati Agung Ivan Vasilyevich menjadi tsar pada 1547. Semenjak masa pemerintahan Tsar Ivan Vasilyevich, gelar Velikii Kniaz (adipati agung) dianugerahkan kepada putra-putra dan cucu-cucu lelaki (melalui garis nasab laki-laki) para Tsar dan Kaisar Rusia. Putri-putri Kaisar Rusia, dan anak-anak perempuan dari putra-putra Kaisar Rusia juga diberi gelar Velikaia Knazhna (adipati agung putri).

Padanan yang lebih sesuai untuk frasa Velikiy Kniaz adalah "Pangeran Agung". Padanan ini jarang sekali digunakan dalam bahasa Inggris. Meskipun demikian, Adipati Agung Rusia lazimnya diterjemahkan menjadi Großfürst dalam bahasa Jerman, dan magnus princeps dalam bahasa Latin.

Sejak 1809 sampai 1917, Kaisar Rusia juga menyandang gelar Adipati Agung Finlandia selaku kepala negara swatantra Kadipaten Agung Finlandia. Sebelum ditaklukkan oleh bangsa Rusia, Finlandia diperintah oleh raja-raja Swedia, dan mula-mula berstatus kadipaten kerajaan (daerah dalam wilayah kerajaan) sejak 1581, ketika Raja Swedia mulai menyandang gelar sekunder "Pangeran Agung Finlandia" (bahasa Finlandia: Suomen suuriruhtinas, bahasa Swedia: Storfurste av Finland) yang sering kali diterjemahkan menjadi "Adipati Agung Finlandia".

Adipati Agung Lituania

sunting

Sepanjang sejarah Lituania mulai pertengahan era 1200-an sampai penghujung era 1700-an, sebagian besar penguasanya bergelar Adipati Agung Lituania. Gelar ini tetap dipertahankan meskipun pada saat yang sama mereka juga menyandang gelar Raja Polandia dan gelar-gelar lain.

Kaidah sebutan dan sapaan

sunting

Para adipati agung berdaulat sering kali diberi sebutan penghormatan yang agak ganjil, yakni "Petinggi Kerajaan", mungkin karena banyak keluarga penguasa kadipaten agung masih terhitung sebagai kerabat kerajaan, atau mungkin pula karena sebutan ini merupakan sebutan penghormatan tertinggi di bawah sebutan penghormatan bagi raja, yakni "Paduka Yang Mulia". Putra mahkota kadipaten agung (adipati agung herediter) kadang-kadang diberi sebutan penghormatan "Petinggi Kerajaan", jika bukan "Petinggi Kadipaten Agung". Anak-anak adipati agung selain putra mahkota pada umumnya diberi gelar "Pangeran" atau "Putri" dan sebutan penghormatan "Petinggi Kadipaten Agung", contohnya Permaisuri Kaisar Rusia, Aleksandra Fyodorovna, yang dikenal dengan sebutan "Sang Petinggi Kadipaten Agung, Putri Alix dari Hesse dan Sekitar Sungai Rhein" (bahasa Jerman: Ihre Großherzogliche Hoheit Prinzessin Alix von Hessen und bei Rhein) sebelum menikah dengan Tsar Nikolai II. Meskipun demikian, di kadipaten-kadipaten agung lainnya (misalnya Kadipaten Agung Oldenburg), anak-anak adipati agung selain putra mahkota diberi gelar "Adipati" dan sebutan penghormatan "Petinggi".

Seluruh anggota keluarga Adipati Agung Luksemburg diberi sebutan penghormatan "Petinggi Kerajaan" semenjak 1919 karena mereka adalah keturunan cabang kadet (keturunan putra-putra selain putra mahkota) dari wangsa penguasa Kerajaan dan Kadipaten Bourbon-Parma, selaku anak cucu Pangeran Félix dari Bourbon-Parma menurut garis nasab laki-laki.

Para Adipati Agung Toskana dari wangsa Habsburg adalah anggota keluarga Adipati Austria. Karena Adipati Austria juga menyandang gelar Kaisar Romawi Suci, maka Adipati Agung Toskana diberi sebutan penghormatan "Petinggi Kekaisaran dan Kerajaan" (bahasa Italia: sua altezza imperiale e reale, bahasa Jerman: Kaiserliche und königliche Hoheit).

Para Adipati Agung Rusia diberi sebutan penghormatan "Petinggi Kekaisaran" (bahasa Rusia: Ваше Императорское Высочество, Vasye Imperatorskoye Visocestvo) karena mereka adalah anggota keluarga Kaisar Rusia.

Di Indonesia, tidak ada pembedaan sebutan penghormatan bagi kepala negara, kerabat kerajaan, kaum bangsawan, pejabat pemerintah maupun pemuka agama seperti di Eropa. Sebutan penghormatan yang paling lazim digunakan adalah "Yang Mulia" diikuti gelar jabatan dan nama diri, misalnya "Yang Mulia Raja Salman" atau "Yang Mulia Uskup Agung Semarang, Mgr. Dr. Robertus Rubiyatmoko".

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "Groothertog". Wikipedia (dalam bahasa Belanda). 2018-05-05. 
  2. ^ Luksemburg Diarsipkan 2018-08-19 di Wayback Machine. di situs web Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
  3. ^ Berbagai arti dari kata "Raja" dan kata-kata turunannya dalam bahasa Sanskerta (Sanskerta-Inggris)