Abdurrauf As Singkili

Abdurrauf al-Singkili merupakan seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Abdurrauf Al-Singkili adalah seorang ulama dari Fansur yang memiliki pengaruh besar dalam hal penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya. Nama lengkap Abdurrauf al-Singkili adalah Abdurrauf Ibn ‘Ali al-Fansuri yang tertera dalam kitab Tafsir Turjumun al-Mustafid. Pendidikan pertama Syekh Abdurrauf didapatkan ditempat kelahirannya yang berada di Singkil. Ayahnya juga merupakan seorang yang merupakan seorang yang alim. Syekh Abdurrauf al-Singkili berangkat ke Banda Aceh, kemudian pada tahun 1052 H/1642 M Abdurrauf melanjutkan pendidikannya di Jazirah Arab. Abdurrauf memiliki tempat belajar yang tersebar di sejumlah kota yang berada di sepanjang rute haji. Rute tersebut dimulai dari Dhuha (Doha) di wilayah Teluk Persia, Yaman, Jeddah, Makkah serta Madinah.[1]

Biodata

sunting

Abdurrauf Singkel memiliki nama lengkap yaitu “Abd ar-Ra’uf bin al-Jāwiyy alFansūriyy al-Sinkīliyy yang kemudian disebut Abdurrauf Singkel. Abdurrauf Singkel merupakan seorang Melayu dari pantai barat laut Aceh, tepatnya di Fansur, (Singkel). Ayahnya adalah orang Arab yang bernama Syekh Ali. Abdurrauf dilahirkan sekitar tahun 1615. Pada usia 27 tahun, Abdurrauf berangkat ke tanah Arab untuk menuntut ilmu. Abdurrauf Simgkel tinggal di tanah Arab selama 19 tahun kemudian kembali ke Nusantara dari tanah Arab pada usia 46 tahun.[2]

Syeikh Abdurrauf adalah seorang ulama yang sangat produktif, kreatif dan evolusioner. Syeikh Abdurrauf memiliki kesibukan selain sebagai ulama juga menjabat sebagai mufti kerajaan. Meskipun dengan kesibukannya, Abdurrauf Singkel mampu mengarang berbagai kitab bahkan menyusun tafsir Qur’an yang pertama sekali dalam bahasa melayu (Tafsir al-Baidhawi).[3]

Abdurrauf Singkel di Aceh mempunyai peran yang sangat besar dan merupakan figur utama dalam pendidikan di Nusantara. Peran tersebut sangat penting pada masanya karena hampir semua silsilah tarekat Shaṭāriyyah14 berpusat kepada dirinya. Ditemukannya silsilah tarekat Shaṭāriyyah di Jawa yang langsung menyebut berasal dari Ahmad al-Qusyasyi (w. 1071 H/1660 M), namun Abdurrauf tetap melakukan perannya dalam menginisiasi dan memperkenalkan mereka kepada al-Qusyasyi. Abdurrauf dengan tarekat Shaṭāriyyah-nya memiliki warisan intelektual yang bersifat spiritual yang banyak tertuang pada lembaran-lembaran naskah karyanya.[4]

Pendidikan

sunting

Akhir dari perjalananan Abdurrauf al-Singkili adalah di Madinah yang sekaligus menyelesaikan pelajarannya. Abdurrauf Singkel belajar dengan dua orang ulama yaitu Ahmad Al-Qusyasyi dan khalifahnya Ibrahim al-Kurani. Ia mendapatkan ijazah dari dua orang gurunya tersebut dan selendang berwarna putih pertanda bahwa ia telah dilantik sebagai Khalifah Mursyid dalam orde Thareqat Syattariyah. Abdurrauf Singkel menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan, terlihat dari karya-karyanya di berbagai bidang, fiqih, tafsir, tasawuf dan lain sebagainya. Abdurrauf juga dikenal sebagai Teungku Syiah Kuala. Nama ini kemudian digunakan pada perguruan tinggi yang didirikan di Banda Aceh pada tahun 1961, yakni Universitas Syiah Kuala.[5]

Tahap terakhir dari perjalanannya dalam menempuh pendidikan agama terutama taṣawwuf kepada dua orang tokoh sufi besar di Madinah. Kedua tokoh tersebut yang memegang posisi penting dalam jaringan ulama di dunia Islam. Syaikh Shafiuddin Ahmad al-Dajjani al-Qusyasyi merupakan dua ulama besar yang sangat berpengaruh besar. Abdurrauf belajar selama satu tahun kepada murid al-Qusyasyi yaitu Syaikh Ibrahim al-Kurani pada 1616-1689 M seorang ulama besar asal MadinahS speninggal al-Qusyasyi,.Abdurrauf pkembalike Aceh pada tahun 1661 M, satu tahun setelah alQusyasyi meninggal. Kedatangannya kembali di Aceh segera mendapat tempat dan merebut hati Sultanah Safiyyatuddin, yang sedang memerintah Aceh. Ia kemudian diangkat sebagai Qāḍi Mālik al-‘Ādil, atau mufti yang bertanggung jawab atas administrasi masalah keagamaan.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Abdullah R. dan Masduki M. 2015, hlm. 142.
  2. ^ a b Rivauzi, A. 2017, hlm. 301-302.
  3. ^ Rosyadi, M.I. (2016). "Pemikiran Hadis Abdurrauf As-Singkili dalam Kitab Mawa'izat Al-Badi'ah". Ilmu Hadis. 2 (1): 57.  line feed character di |title= pada posisi 38 (bantuan)
  4. ^ Rivauzi, A. 2017, hlm. 303.
  5. ^ Abdullah R. dan Masduki M. 2015, hlm. 142-143.