Abbas bin Abdul Muthalib

Abbas bin Abdul Muthalib (bahasa Arab: العباس بن عبد المطلب) (lahir 566 – meninggal 653) adalah paman dan sahabat dari Nabi Islam Muhammad. Ia dilahirkan hanya beberapa tahun sebelum keponakannya Nabi Muhammad dan merupakan saudara termuda ayahnya Nabi Muhammad. Ibunya bernama Nutailah binti Janab bin Kulaib. [1]

Abbas ibn Abdul Muthalib
ٱلْعَبَّاسُ ٱبْنُ عَبْدِ ٱلْمُطَّلِبِ
Lahirca 565 M
Mekkah, Hijaz
Meninggalca 653 M (umur 89)
Madinah, Kekhalifahan Rasyidin
Suami/istriLubabah binti al-Harith
AnakAbdullah bin Abbas
Al-Fadhl bin Abbas
Abdurrahman bin Abbas
Qutsam bin Abbas
Ubaidillah bin Abbas
Ma'bad bin Abbas
Al-Harits bin Abbas
Katsir bin Abbas
Tammam bin Abbas
Ummu Habibah binti Abbas
Shafiyyah binti Abbas
Umaimah binti Abbas
Orang tuaAbdul Muthalib (ayah)
Natilah binti Janab (ibu)
KerabatAbdullah bin Abdul Muthalib (saudara)
Abu Thalib bin Abdul Muthalib (saudara)
Harits bin Abdul Muthalib (saudara)
Abu Lahab bin Abdul Muthalib
Hamzah bin Abdul Muthalib
Shafiyyah binti Abdul Muthalib

Ia menikah dengan Ummu al-Fadhl Lubab dan ayah dari Abdullah bin Abbas dan Al-Fadhl bin al-Abbas. Ummu Fadl diklaim sebagai wanita kedua yang memeluk Islam, pada hari yang sama dengan sahabatnya Khadijah.

Saat masih jahiliyah Abbas bertugas sebagai takmir masjid dan menyediakan minuman untuk jamaah haji.[1] Abbas ikut menemani Nabi Muhammad dalam Baiat Ridwan dan berbicara pertama pada mereka yang hadir :

"Wahai Khazraj (maksudnya termasuk juga suku Aus), sesungguhnya Muhammad di antara kami memiliki kedudukan sebagaimana yang telah kalian ketahui. Kami membela dan melindunginya dari kaumnya yang memiliki keyakinan seperti kami. Di tengah kaumnya ia mendapat kemuliaan, dan di negerinya sendiri ia mendapat perlindungan. Dan sekarang, ia memilih untuk bergabung dengan kalian. Jika kalian memang berniat untuk memenuhi janji kepadanya dan melindunginya dari orang yang memusuhinya, kalian dapat membawanya ke negeri kalian. Tetapi jika kalian akan menghinakannya setelah ia bergabung dengan kalian maka dari saat ini juga aku meminta kalian untuk meninggalkannya, karena sesungguhnya ia berada dalam kemuliaan dan perlindungan kaumnya dan negerinya.”[1]

Abbas bin Abdul Mutholib bertanya pada hadirin soal pembelaan pada Nabi, dijawab oleh Abu Jabir Abdullah bin Amr ibn Haram,

“Demi Allah, kami adalah ahli berperang. Kami tumbuh dan berkembang dari perang ke perang. Kami mewarisi keahlian itu dari leluhur kami sendiri. Kami lepaskan anak panah hingga tuntas, kami lemparkan tombak hingga patah, barulah kemudian kami gunakan pedang. Kami biasa berperang dalam jarak dekat kami gugur atau musuh kami terkapar.”

Saat Pertempuran Badar, Abbas masih berada dibarisan Quraisy Mekah sehingga ia tertawan dan diikat, atas permintaan Nabi, ikatannya dikendurkan dan Abbas menebus dirinya untuk bebas. Sahabat Anshar Abu al-Sair, yang menawan Abbas tubuhnya pendek sementara Abbas lebih tinggi sehingga Nabi heran.

"Demi Allah, bukan orang ini yang tadi menawanku. Tadi aku ditawan seorang laki-laki botak yang wajahnya sangat tampan menunggu seekor kuda yang gagah. Aku tidak pemah melihatnya adadi tengah-tengah mereka." Orang Anshar itu menyahut, "Akulah yang telah menawannya wahai Rasulullah." Nabi berkata, "Bukan, Allah telah membantumu dengan seorang malaikat yang mulia."[2]

Saat kembali berada di Mekah ia ingin hijrah ke Madinah namun ditahan Nabi, "Engkau adalah Muhajirin terakhir, sebagaimana halnya aku nabi terakhir.”[1] Abbas ditugaskan sebagai mata-mata Nabi di Mekah[2]. Secara resmi, Abbas menerima Islam sesaat sebelum Pembebasan Mekkah, 20 tahun kemudian.[3] Dalam Pertempuran HunainAbbas setia menemani di samping Nabi ketika di awal pertempuran pasukan muslimin porak poranda dikejutkan hujan panah dari balik bukit musuh.[1]

Pada masa kekhalifahan Umar ibn al-Khattab terjadi paceklik dan kekeringan yang cukup lama sehingga kaum muslim menderita. Umar keluar sambil memegang tangan al-Abbas bin Abdul Muthalib. la memohon kepada Allah agar diturunkan hujan dengan bertawasul (doa perantara) kepadanya. Tak lama kemudian hujan turun dan bumi kembali subur. Umar berkata, “Orang ini, demi Allah, adalah perantara kepada Allah.” Ketika hujan turun, banyak orang yang menyentuh al-Abbas sambil berkata, “Bahagialah engkau, wahai pemberi minum dua tanah haram.”[1] Abbas pernah memerdekakan 70 orang budak.

Keturunan dari Abbas kelak akan menjadi golongan khalifah yang dikenal dengan nama Bani Abbasiyah yang pernah berkuasa di Baghdad.

Keturunan

sunting

Abbas memiliki istri dan anak sebagai berikut:[4]

Kematian

sunting

Abbas wafat dan disolatkan khalifah Utsman bin Affan di usia 88 tahun, 2 tahun sebelum wafatnya Utsman. Abbas dimakamkan di Pemakaman al-Baqi di Madinah pada 653 M.[1]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c d e f g Kunnas, Muhammad Raji Hassan (2012). Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi. Jakarta: Pustaka Zaman. hlm. 37–39. ISBN 978-979-024-295-1. Pemeliharaan CS1: Status URL (link)
  2. ^ a b Syaikh, Shafiyyurrahman Al-Mubarakfuri (2012). Sirah Nabawiyah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-602-98968-3-1
  3. ^ "Marriage to a 'past'". Diarsipkan dari asli tanggal 2018-04-02. Diakses tanggal 2007-07-27.
  4. ^ Syaikh Muhammad Al-Khudari. Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Bani Abbasiyah (Bukel). Pustaka Al-Kautsar. hlm. 1–4.

Sumber

sunting