Wikipedia:Artikel pilihan/Usulan/Angulimala
Aku putuskan untuk meloloskan artikel ini menjadi artikel pilihan setelah mendapatkan komentar dari dua pengguna, dan semua saran juga sudah diselesaikan. Mimihitam 4 April 2020 08.55 (UTC)
- Diskusi di bawah adalah arsip dari pengusulan artikel pilihan. Terima kasih atas partisipasi Anda. Mohon untuk tidak menyunting lagi halaman ini. Komentar selanjutnya dapat diberikan di halaman pembicaraan artikel.
Artikel ini disetujui.
- Pengusul: Glorious Engine (b • k • l) · Status: Selesai
Sudah diperbaiki terjemahannya oleh M. Adiputra dan pranala merahnya telah dibirukan oleh saya. Kata Mimi cocok buat dijadikan AP --Glorious Engine (bicara) 2 Maret 2020 04.27 (UTC)
Komentar mengenai ejaan
suntingApakah mas @Japra Jayapati ada masukan lebih lanjut dari segi ejaan maupun penerjemahan? Mimihitam 2 Maret 2020 09.11 (UTC)
- @Mimihitam: Usulan saya = "Anggulimala" (अङ्गुलीमाला, अ ङ्गु ली मा ला, a-nggu-li-ma-la) ---> bahasa Pali, bahasa Sangsekertanya Anggulimalya تابيق ~ Japra (obrol) 2 Maret 2020 09.40 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 2 Maret 2020 10.06 (UTC)
- @@Japra Jayapati:: Apakah penulisan dengan Dewanagari itu adalah riset pribadi? Dari yang saya lihat, ejaannya memakai aksara "Nga", dan suku kata terakhir bersuara panjang (dirghaswara). Ironisnya, penulisan dengan dirghaswara (vokal panjang) di akhir kata ditujukan untuk nama-nama feminim, bukan maskulin (dalam film Buddha berbahasa Hindi, jelas terdengar pengucapan Angulimaal). Dan, jika dilihat dari IAST, huruf n dengan tanda titik di atasnya (ṅ) setelah huruf A mengindikasikan anunasika, maka seharusnya ditulis dengan anuswara, sehingga menjadi अंगुलिमाल -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 13.52 (UTC)
- @M. Adiputra: Kalau soal penyebutannya dalam film berbahasa Hindi, silahkan cek di sini (menit 22:53 dst). Kalau soal harusnya ditulis seperti apa dengan aksara dewanagari, silahkan cek di अङ्गुलि, atau di अङ्गुलि (dengan aksara a-nga-ga-la tanpa anuswara maupun anunasika). Kalau soal ṅ seharusnya (kata anda) setelah huruf a adalah indikasi anunasika dan harus ditulis dengan anuswara, silahkan cek di sini. Dalam IAST, simbol ṅ bukan indikasi anunasika melainkan simbol untuk fonem "ng" (dalam kasus ini untuk aksara nga), sedangkan anuswara ditulis dengan simbol ṃ (dalam kasus ini sama dengan pangangge suara cecek). Aksara dewanagari saya di atas memang tidak tepat, pada kata malya, seharusnya ma dengan bunyi a panjang dan lya dengan bunyi a pendek (माल्य), saya hanya comot aksara ma & la seadanya dan tambahkan pada kata angguli untuk menjelaskan poin saya bahwa Aṅgulimāla sebaiknya ditransliterasi menjadi Anggulimala (poin primernya adalah "angguli", dan poin sekundernya adalah mala tanpa beda a panjang dan a pendek, seperti महाभारत ditranliterasi menjadi mahabarata/mahabharata alih-alih mahabharat). Yang anda persoalkan sebenarnya apa? Artikelnya sendiri tidak pakai aksara dewanagari kan? Lagi pula sesudah saya lihat artikelnya, sepertinya usulan saya toh tidak dipakai juga. Apa lagi yang mau anda permasalahkan?تابيق ~ Japra (obrol) 7 Maret 2020 16.00 (UTC)
- Kalau aksara Dewanagari mau diikusertakan, maka usulan ini bisa dipakai. Yang saya diskusikan ortografi Dewanagarinya. Mengenai anuswara, karena bukan penutur asli, maka kadangkala terasa rancu juga. Maka ahimsa tetap ditulis ahimsa, bukan ahingsa. Mengenai vokal panjang, memang nama feminim selalu lebih panjang, contohnya perbandingan antara pengucapan Rama dan Sita. Rāma diucapkan Raam, sedangkan Sītā diucapkan Siita, bukan Siit. Kalau ejaan Dewanagari di sini mau diikutsertakan, boleh-boleh saja, mengingat terjemahan dalam bahasa lain juga banyak. -- Adiputra बिचर -- 8 Maret 2020 06.18 (UTC)
- @M. Adiputra: Kalimat anda yang kedua ini ditujukan kepada siapa? Saya? Siapa yang mau ikutsertakan aksara dewanagari? Bukan saya. Jangan tanya ke saya. Kalau usulan saya tidak dipakai, untuk apa tawar-menawar dengan pakai syarat mengikutsertakan aksara dewanagari segala, plus meleter panjang lebar dengan soal vokal panjang pendek maskulin feminin segala? Usulan saya ya usulan saya, cukup pakai atau tolak, habis perkara. Tidak ada kontribusi lain dari saya pada artikel ini. Makanya saya tanya pada anda, kalimat pertama yang anda tujukan kepada saya di atas itu poinnya apa? Mau bertanya, mau menggurui, atau mau pamer? Lain kali langsung saja ke pokok masalahnya. Karena artikel ini tidak ada kaitannya dengan saya, dan karena anda punya pertimbangan untuk pakai usulan saya dengan syarat aksara dewanagari diikutsertakan dalam artikel, sepertinya anda bertanya kepada orang yang salah.تابيق ~ Japra (obrol) 8 Maret 2020 07.35 (UTC)
- Sebaiknya memang tidak diteruskan saja agar tidak ada kesalahpahaman lagi. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- @M. Adiputra:Tepat sekali. Kalau usulan saya dipakai, pasti saya bersedia anda koreksi atau anda ajak diskusi soal usulan saya tersebut, tetapi karena usulan saya tidak dipakai, pembahasan apapun terkait usulan saya jadi tidak relevan lagi di halaman ini. Lain soal kalau diskusinya di halaman pembicaraan anda atau saya. Jelas usulan Pierrewee yang dipakai, berikut sumber rujukannya. Jadi kalau umat Buddha se-Indonesia memilih untuk menggunakan bentuk "Angulimala", itu hak mereka, dan kalau wikipedia memutuskan untuk membiarkan bentuk IAST Aṅgulimāla dibaca a-ngu-li-ma-la alih-alih ang-gu-li-ma-la, setidak-tidaknya saya sudah pernah mengusulkan cara baca yang benar.تابيق ~ Japra (obrol) 10 Maret 2020 02.06 (UTC)
- Sebaiknya memang tidak diteruskan saja agar tidak ada kesalahpahaman lagi. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- @M. Adiputra: Kalimat anda yang kedua ini ditujukan kepada siapa? Saya? Siapa yang mau ikutsertakan aksara dewanagari? Bukan saya. Jangan tanya ke saya. Kalau usulan saya tidak dipakai, untuk apa tawar-menawar dengan pakai syarat mengikutsertakan aksara dewanagari segala, plus meleter panjang lebar dengan soal vokal panjang pendek maskulin feminin segala? Usulan saya ya usulan saya, cukup pakai atau tolak, habis perkara. Tidak ada kontribusi lain dari saya pada artikel ini. Makanya saya tanya pada anda, kalimat pertama yang anda tujukan kepada saya di atas itu poinnya apa? Mau bertanya, mau menggurui, atau mau pamer? Lain kali langsung saja ke pokok masalahnya. Karena artikel ini tidak ada kaitannya dengan saya, dan karena anda punya pertimbangan untuk pakai usulan saya dengan syarat aksara dewanagari diikutsertakan dalam artikel, sepertinya anda bertanya kepada orang yang salah.تابيق ~ Japra (obrol) 8 Maret 2020 07.35 (UTC)
- Kalau aksara Dewanagari mau diikusertakan, maka usulan ini bisa dipakai. Yang saya diskusikan ortografi Dewanagarinya. Mengenai anuswara, karena bukan penutur asli, maka kadangkala terasa rancu juga. Maka ahimsa tetap ditulis ahimsa, bukan ahingsa. Mengenai vokal panjang, memang nama feminim selalu lebih panjang, contohnya perbandingan antara pengucapan Rama dan Sita. Rāma diucapkan Raam, sedangkan Sītā diucapkan Siita, bukan Siit. Kalau ejaan Dewanagari di sini mau diikutsertakan, boleh-boleh saja, mengingat terjemahan dalam bahasa lain juga banyak. -- Adiputra बिचर -- 8 Maret 2020 06.18 (UTC)
- @M. Adiputra: Kalau soal penyebutannya dalam film berbahasa Hindi, silahkan cek di sini (menit 22:53 dst). Kalau soal harusnya ditulis seperti apa dengan aksara dewanagari, silahkan cek di अङ्गुलि, atau di अङ्गुलि (dengan aksara a-nga-ga-la tanpa anuswara maupun anunasika). Kalau soal ṅ seharusnya (kata anda) setelah huruf a adalah indikasi anunasika dan harus ditulis dengan anuswara, silahkan cek di sini. Dalam IAST, simbol ṅ bukan indikasi anunasika melainkan simbol untuk fonem "ng" (dalam kasus ini untuk aksara nga), sedangkan anuswara ditulis dengan simbol ṃ (dalam kasus ini sama dengan pangangge suara cecek). Aksara dewanagari saya di atas memang tidak tepat, pada kata malya, seharusnya ma dengan bunyi a panjang dan lya dengan bunyi a pendek (माल्य), saya hanya comot aksara ma & la seadanya dan tambahkan pada kata angguli untuk menjelaskan poin saya bahwa Aṅgulimāla sebaiknya ditransliterasi menjadi Anggulimala (poin primernya adalah "angguli", dan poin sekundernya adalah mala tanpa beda a panjang dan a pendek, seperti महाभारत ditranliterasi menjadi mahabarata/mahabharata alih-alih mahabharat). Yang anda persoalkan sebenarnya apa? Artikelnya sendiri tidak pakai aksara dewanagari kan? Lagi pula sesudah saya lihat artikelnya, sepertinya usulan saya toh tidak dipakai juga. Apa lagi yang mau anda permasalahkan?تابيق ~ Japra (obrol) 7 Maret 2020 16.00 (UTC)
- @@Japra Jayapati:: Apakah penulisan dengan Dewanagari itu adalah riset pribadi? Dari yang saya lihat, ejaannya memakai aksara "Nga", dan suku kata terakhir bersuara panjang (dirghaswara). Ironisnya, penulisan dengan dirghaswara (vokal panjang) di akhir kata ditujukan untuk nama-nama feminim, bukan maskulin (dalam film Buddha berbahasa Hindi, jelas terdengar pengucapan Angulimaal). Dan, jika dilihat dari IAST, huruf n dengan tanda titik di atasnya (ṅ) setelah huruf A mengindikasikan anunasika, maka seharusnya ditulis dengan anuswara, sehingga menjadi अंगुलिमाल -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 13.52 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 2 Maret 2020 10.06 (UTC)
- @Glorious Engine ejaan di artikelnya dibenerin juga dong, masak judulnya Anggulimala tapi isinya Angulimala Mimihitam 2 Maret 2020 10.10 (UTC)
Selesai --Glorious Engine (bicara) 3 Maret 2020 01.34 (UTC)
- @Mimihitam: Sebagai tambahan referensi dan masukan, dalam beberapa situs web dan literatur Buddhis, nama yang lazim digunakan adalah "Angulimala". Di antaranya Sammagi Phala dan Pendidikan Agama Buddha dan Budi Pekerti. Salam, ~~Pierrewee (bicara) 5 Maret 2020 22.17 WIB
Selesai
- @Pierrewee apakah ada masukan juga dari segi konten? Mimihitam 5 Maret 2020 15.23 (UTC)
- @Mimihitam kalau ketemu terjemahan yang kurang pas apa boleh langsung saya ubah, atau harus didiskusikan dulu di sini? belum sempat baca dan periksa keseluruhan artikel. Salam, ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 12.51 WIB
- @Pierrewee apakah ada masukan juga dari segi konten? Mimihitam 5 Maret 2020 15.23 (UTC)
@Pierrewee kalau cuma typo atau terjemahan yg jelas2 salah bisa diubah langsung, kalau kira2 masih agak ragu bisa dibawa ke sini. Mimihitam 6 Maret 2020 07.53 (UTC)
Komentar Mimihitam
suntingSecara umum artikelnya sudah memenuhi kriteria AP. Saya sangat menikmati membaca artikelnya. Sebagai orang yang bukan penganut agama Buddha jadi belajar hal baru. Walaupun begitu masih ada beberapa hal yang perlu diklarifikasi sebelum bisa diloloskan sebagai AP. Aku panggil juga @M. Adiputra selaku pemeriksa penerjemah yang mungkin bisa membantu menjawab beberapa pertanyaan di sini (ngomong-ngomong terima kasih banyak bung karena sudah menyelamatkan terjemahan artikel Angulimala, apalagi mengingat tokohnya adalah tokoh penting dalam agama Buddha).
- Apakah kira-kira tepat untuk memakai istilah "pertobatan" atau "bertobat" dalam konteks Buddha? Meminta pendapat @Pierrewee juga
- Sama saja --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.13 (UTC)
- @M. Adiputra: --Glorious Engine (bicara) 9 Maret 2020 23.50 (UTC)
- @Pierrewee: --What a joke (bicara) 13 Maret 2020 06.57 (UTC)
- Boleh, terutama dalam agama Buddha tradisi Mahayana, yang dikenal dengan istilah 忏悔 (Chànhuǐ). Salah satu contohnya bisa ditemukan pada bagian artikel "Sanubari Teduh: Banyak Bertobat Kala Hidup di Masa Lima Kekeruhan". "Hukum sebab akibat tak dapat dihindari. Setiap perbuatan baik atau buruk pasti berbuah. Bertobat adalah melatih keterampilan, mengubah pikiran awam menjadi pikiran Buddha, menempah diri di tengah masyarakat, sepenuh hati mengembangkan cinta kasih. Karena telah bertobat, dalam setiap tindakan dan tutur kata, haruslah senantiasa waspada, tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Inilah makna pertobatan yang sesungguhnya." Salam, ~~Pierrewee (bicara) 13 Maret 2020 21.37 WIB
- Terima kasih atas penjelasannya yang komprehensif. Mimihitam 13 Maret 2020 18.43 (UTC)
- Boleh, terutama dalam agama Buddha tradisi Mahayana, yang dikenal dengan istilah 忏悔 (Chànhuǐ). Salah satu contohnya bisa ditemukan pada bagian artikel "Sanubari Teduh: Banyak Bertobat Kala Hidup di Masa Lima Kekeruhan". "Hukum sebab akibat tak dapat dihindari. Setiap perbuatan baik atau buruk pasti berbuah. Bertobat adalah melatih keterampilan, mengubah pikiran awam menjadi pikiran Buddha, menempah diri di tengah masyarakat, sepenuh hati mengembangkan cinta kasih. Karena telah bertobat, dalam setiap tindakan dan tutur kata, haruslah senantiasa waspada, tidak lagi melakukan kesalahan yang sama. Inilah makna pertobatan yang sesungguhnya." Salam, ~~Pierrewee (bicara) 13 Maret 2020 21.37 WIB
- "Fertilitas" ==> kenapa tidak pakai istilah "kesuburan" saja?
- Selesai Fertilitas diubah jadi kesuburan --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.08 (UTC)
- " Angulimala menjadi subjek film dan sastra, seperti film Thailand yang berjudul Angulimala (2003), dan buku The Buddha and the Terrorist karya Satish Kumar mengadaptasi cerita tersebut sebagai tanggapan tanpa kekerasan terhadap perang melawan terorisme.' --> agak kepanjangan, mohon pecah jadi dua
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.19 (UTC)
- "dan diyakini telah menyajikan versi tertua dari cerita tersebut" --> terjemahannya agak aneh, mohon diperbaiki
- Konteksnya adalah, ada banyak versi dari cerita Angulimala. Ada yang dibuat belakangan, ada yang dibuat sejak dahulu sekali. Maka dari itu, ada versi yang lama atau lebih kuno, dan ada yang lebih baru. Mungkin kalimat itu bisa diubah agar tidak salah paham. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- "Sang Buddha mengeluarkan aturan yang berlaku sejak saat itu, yaitu melarang diterimanya penjahat sebagai biksu dalam sangha." ==> alasannya apa ya? Agak bingung soalnya sebelumnya Angulimala yang seorang penjahat diterima ke dalam sangha.
- @Mimihitam alasannya bisa ditemukan di referensi yang diberikan [Kosuta, M. (2017), "The Aṅgulimāla-Sutta: The Power of the Fourth Kamma", Journal of International Buddhist Studies, 8 (2): halaman 41] tertulis "Indeed, in the Vinaya-pitaka Mahāvagga 1 due to public outcry to thief wearing a 'finger-garland' being ordained, the Buddha prohibits ordaining thieves who wear emblems (dhaja-baddha) (Oldenburg, 1997, p.74)", dan referensi tambahan yang saya temukan di VINAYA-PIṬAKA Volume IV (MAHĀVAGGA) halaman 130-131. Mungkin keterangan ini bisa ditambahkan di edisi bahasa Indonesia. Salam ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 20.16 WIB
- @Pierrewee Terima kasih banyak karena sudah menemukan jawabannya . Mohon maaf nih sebelumnya, tetapi mas Pierre bersedia membantu menambahkan di artikelnya nggak? Soalnya kalau saya sendiri yang menambahkan rasanya kurang cocok karena saya bukan ahli di bidang agama Buddha, sementara pengusul juga kelihatannya tidak tahu sama sekali soal artikel yang dia kembangkan sendiri. Terima kasih banyak sebelumnya. Mimihitam 6 Maret 2020 14.20 (UTC)
- Selesai Sudah saya tambahkan. ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 22.20 WIB
- @Mimihitam alasannya bisa ditemukan di referensi yang diberikan [Kosuta, M. (2017), "The Aṅgulimāla-Sutta: The Power of the Fourth Kamma", Journal of International Buddhist Studies, 8 (2): halaman 41] tertulis "Indeed, in the Vinaya-pitaka Mahāvagga 1 due to public outcry to thief wearing a 'finger-garland' being ordained, the Buddha prohibits ordaining thieves who wear emblems (dhaja-baddha) (Oldenburg, 1997, p.74)", dan referensi tambahan yang saya temukan di VINAYA-PIṬAKA Volume IV (MAHĀVAGGA) halaman 130-131. Mungkin keterangan ini bisa ditambahkan di edisi bahasa Indonesia. Salam ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 20.16 WIB
- "Mereka juga mempermasalahkan argumen metrikal Gomrich, sehingga tidak sependapat dengan hipotesis Gomrich terkait Angulimala." ==> "argumen metrikal" itu apa? Aku jadi kurang jelas mereka tidak sependapatnya gara2 apa.
- @M. Adiputra: --Glorious Engine (bicara) 9 Maret 2020 10.15 (UTC)
- Sebenarnya ini terjemahan yang tidak saya ubah (dari revisi sebelumnya). Saya pun belum mencari tahu artinya. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- @Pierrewee: --Glorious Engine (bicara) 14 Maret 2020 00.00 (UTC)
- @Mimihitam dan M. Adiputra: Aku baca sumbernya di JSTOR, sepertinya Gombrich berusaha membaca ulang/merevisi teks yang biasanya dibaca "cirassam vata me mahito mahesi / mahävanam samanoyam paccavädi" menjadi "ciram vatä me mahito maheso / mahävanam päpuni saccavâdï". Salah satu argumen yang digunakan Gombrich adalah versi tersebut metrumnya lebih cocok (ini yang disebut metrical argument di artikel tsb. Penjelasan mengenai teori Gambrich ada di hal. 171-172, sedangkan penolakan dari Mudagamuwa dan von Rospatt ada di hal 172-173. Saranku agar yang mengerti topik ini bisa membaca dan merangkum "argumen metrikal" ini sedikit di artikel, supaya jelas apa yang dibantah. Aku sendiri banyak enggak mengerti istilah yang digunakan di paper, sehingga kurang pede untuk merangkumnya. Kalau perlu PDF nya, bisa aku kirim lewat surel. HaEr48 (bicara) 22 Maret 2020 19.22 (UTC)
- Setelah aku pertimbangkan lagi, sepertinya detailnya terlalu rinci, yang perlu dibahas di situ adalah fakta bahwa argumen Gombrich tidak didukung konsensus ilmiah... jadi aku sembunyikan saja dari artikelnya. Mimihitam 3 April 2020 20.43 (UTC)
- @Mimihitam dan M. Adiputra: Aku baca sumbernya di JSTOR, sepertinya Gombrich berusaha membaca ulang/merevisi teks yang biasanya dibaca "cirassam vata me mahito mahesi / mahävanam samanoyam paccavädi" menjadi "ciram vatä me mahito maheso / mahävanam päpuni saccavâdï". Salah satu argumen yang digunakan Gombrich adalah versi tersebut metrumnya lebih cocok (ini yang disebut metrical argument di artikel tsb. Penjelasan mengenai teori Gambrich ada di hal. 171-172, sedangkan penolakan dari Mudagamuwa dan von Rospatt ada di hal 172-173. Saranku agar yang mengerti topik ini bisa membaca dan merangkum "argumen metrikal" ini sedikit di artikel, supaya jelas apa yang dibantah. Aku sendiri banyak enggak mengerti istilah yang digunakan di paper, sehingga kurang pede untuk merangkumnya. Kalau perlu PDF nya, bisa aku kirim lewat surel. HaEr48 (bicara) 22 Maret 2020 19.22 (UTC)
- "Cendekiawan kajian agama Buddha L. S. Cousins juga mengungkapkan keraguan terhadap teori Gombrich." ==> alasannya apa?
- Ternyata catatan kakinya mengarah ke jurnal.[1] Mungkin kepanjangan kalau dijabarkan, maka diarahkan langsung ke sana. Saya pun enggan untuk membuat kesimpulannya :D -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- @M. Adiputra itu book review sih sebenarnya, bukan artikel jurnal yang secara khusus membantah teori Gombrich... saranku bagian "Cendekiawan kajian agama Buddha L. S. Cousins juga mengungkapkan keraguan terhadap teori Gombrich" mending dihapus saja. Mimihitam 7 Maret 2020 09.53 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 7 Maret 2020 13.29 (UTC)
- Ternyata catatan kakinya mengarah ke jurnal.[1] Mungkin kepanjangan kalau dijabarkan, maka diarahkan langsung ke sana. Saya pun enggan untuk membuat kesimpulannya :D -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- "ikonografi Dionisian" maksudnya apa? Mungkin bisa dijelaskan secara singkat karena istilah Dionisian kemudian dipakai lagi.
- SelesaiSaya tambahi keterangan "(dewa anggur Yunani kuno)" --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.13 (UTC)
- kalau begitu "tema Dionisian dalam mitologi dan seni rupa Yunani" itu maksudnya apa? Mimihitam 6 Maret 2020 09.16 (UTC)
- Konteksnya adalah en:Apollonian and Dionysian, konsep dikotomi dalam filsafat Barat. Sepertinya perlu dibuatkan artikel. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- Ya aku rasa harus cek sumber Brancaccio 1999, hlm. 112–4 untuk tahu secara pasti yang dimaksud itu apa. Tapi aku di sini berperan sebagai peninjau dan yang semestinya mengecek adalah pengusul. Mimihitam 7 Maret 2020 09.56 (UTC)
- @Pierrewee: --Glorious Engine (bicara) 14 Maret 2020 00.00 (UTC)
- Sudah aku hapus akhirnya karena setelah aku baca artikelnya Brancaccio, sepertinya tidak terlalu substansial untuk dibahas di artikelnya. Mimihitam 3 April 2020 20.56 (UTC)
- Bisa dijelaskan secara singkat sikap henti itu apa?
- Ini saya terjemahkan dari stillness. Saya padankan stillness dengan "henti". Stillness adalah kata benda, jadi saya pakai "henti", sementara "diam" adalah kata kerja. Konteksnya adalah, Angulimala menyuruh Buddha untuk berhenti, sedangkan Buddha sendiri menyatakan bahwa dia telah berhenti. Henti yang dia maksud berbeda dengan henti sebagaimana persepsi Angulimala. Demikianlah konteksnya. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- @M. Adiputra kalau begitu boleh diperjelas di artikelnya nggak? Mimihitam 9 Maret 2020 10.26 (UTC)
- Tampaknya sudah tertulis demikian. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- @M. Adiputra sudah aku coba perjelas sedikit paragrafnya, silakan diubah kalau misalkan ada yang tidak sesuai. Mimihitam 9 Maret 2020 14.03 (UTC)
- Tampaknya sudah tertulis demikian. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- Ini saya terjemahkan dari stillness. Saya padankan stillness dengan "henti". Stillness adalah kata benda, jadi saya pakai "henti", sementara "diam" adalah kata kerja. Konteksnya adalah, Angulimala menyuruh Buddha untuk berhenti, sedangkan Buddha sendiri menyatakan bahwa dia telah berhenti. Henti yang dia maksud berbeda dengan henti sebagaimana persepsi Angulimala. Demikianlah konteksnya. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- "Ia tak lagi diapresiasi sebagai orang yang bertalenta dalam hal akademik." --> aku jadi bertanya-tanya, sekolahnya Angulimala sebelumnya itu sekolahan apa ya? Apakah ada rinciannya?
- Yang dimaksud "orang yang bertalenta dalam hal akademik" bukan Angulimala, tapi Ahiṃsaka --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.12 (UTC)
- @Glorious Engine astaga, sampeyan yang nerjemahin artikelnya loh :))) Itu di paragraf pembukanya jelas-jelas tertulis "Angulimala lahir dengan nama Ahiṃsaka" :)))))))))))) Mimihitam 6 Maret 2020 09.13 (UTC)
- Konteksnya adalah, sebelum menjadi begal, Angulimala bernama Ahimsaka, seorang murid di Taxila yang sangat berbakat. Namun semua pencapaiannya tidak diakui lagi, malah gurunya sendiri yang memerintahkannya untuk melakukan tugas berbahaya sebagai syarat kelulusannya. Demikian konteksnya. Jika ada kata yang menimbulkan salah tafsir, silakan diperbaiki. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
- @M. Adiputra yang ini sudah jelas, pertanyaanku sih cuma satu, itu sekolahnya sekolah macam apa? Seperti sekolah pada zaman modern, atau sekolah keagamaan, atau sekolah bela diri? Mimihitam 7 Maret 2020 09.53 (UTC)
- Dari buku yang saya baca, beberapa pendidikan yang diperoleh di Taxila kuno antara lain: sastra, astronomi, bela diri, pengobatan, menjinakkan gajah, dll. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 13.28 (UTC)
- @M. Adiputra boleh tahu nama buku dan halaman persisnya nggak? Mungkin bisa ditambahkan keterangan catatan kaki untuk yang ingin tahu lebih lanjut. Mimihitam 9 Maret 2020 10.18 (UTC)
- Buku komik Angulimala karya Handaka Vijjananda, terbitan Ehipassiko Foundation. -- Adiputra बिचर -- 9 Maret 2020 13.33 (UTC)
- @Pierrewee: --Glorious Engine (bicara) 14 Maret 2020 00.00 (UTC)
- @Mimihitam, @Glorious Engine Dari sumber referensi Angulimāla by G.K. Ananda Kumarasiri di halaman 8, disebutkan bahwa (terjemahan) "Ketika dia dewasa, sebagai pengakuan atas prestasi akademiknya yang luar biasa dan latar belakang keluarganya dari Brahmin yang terhormat, dia terpilih masuk ke Universitas Takkasila (Taxila) yang terkenal. Tidak hanya itu, dia diberi hak cukup istimewa untuk belajar di bawah bimbingan guru terkemuka, Acariya Disapamuk." Saat itu, Takkasila (Taxila) merupakan pusat pembelajaran yang terkenal di India kuno. Cuma tidak disebutkan secara spesifik ilmu apa saja yang dipelajari di sana, sebagaimana dapat ditemukan pada halaman 9: (terjemahan) "Merupakan tradisi yang lazim berlaku (saat itu) bagi seorang siswa untuk belajar di bawah (bimbingan) seorang acariya (guru) yang akan mengajar para siswanya selama sekitar delapan hingga sepuluh tahun, memberikan semua pengetahuan yang telah dia kumpulkan melalui pembelajaran dan pengalaman." Lebih lanjut, di buku "8 Jayamaṅgala - Berkah Kejayaan Sang Buddha" yang ditulis oleh Acharya Buddharakkhita, terbitan Pustaka Karaniya (Juli 2003), pada bagian "Tunduknya Aṅgulimāla" (halaman 57), disebutkan bahwa "Dia dikirim ayahnya untuk belajar ke Takkasilā, sebuah sekolah pendidikan yang terkenal di mancanegara. Di sana, Ahiṁsaka belajar di bawah bimbingan seorang guru (ācharya) yang terkenal...Selama bertahun-tahun, ia mendapatkan banyak penghargaan dan menguasai banyak pelajaran, termasuk seni bela diri." ~~Pierrewee (bicara) 15 Maret 2020 00.15 WIB
- @Pierrewee wah terima kasih sudah menemukan informasinya. Boleh ditambahkan ke artikelnya nggak? Karena akan sangat informatif untuk pembaca. Maaf kalau merepotkan dan terima kasih. Mimihitam 14 Maret 2020 17.18 (UTC)
- @Mimihitam Selesai sudah saya tambahkan. Sama-sama dan salam, ~~Pierrewee (bicara) 15 Maret 2020 00.42 WIB
- Yang dimaksud "orang yang bertalenta dalam hal akademik" bukan Angulimala, tapi Ahiṃsaka --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.12 (UTC)
- Istilah kapelan apa cocok untuk dipakai dalam konteks Buddha?
- Nggak masalah, artikel en:Unified Buddhist Church saja bisa pakai istilah Church (gereja) dalam konteksnya --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.10 (UTC)
- Itu kan dalam bahasa Inggris, dalam bahasa Indonesia belum tentu cocok kecuali kalau istilahnya memang dipakai sama penganut agama Buddhanya sendiri. Mimihitam 6 Maret 2020 09.12 (UTC)
- Dalam konteks Indonesia pun, banyak istilah Buddha yang juga berunsur Kristen, contoh kebaktian, sekolah Minggu, dll --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.15 (UTC)
- Ya pertanyaannya apakah istilah "kapelan" juga dipakai oleh penganut Buddha di Indonesia? Sama kalau kita menerjemahkan "Buddhist monk", kita tidak terjemahkan jadi "biarawan Buddha" tokh? Mimihitam 6 Maret 2020 09.19 (UTC)
- "Biarawan" itu kata netral, bisa dipake Kristen maupun Buddha, cuman kalo dalam konteks Buddha lebih sering disebut "biksu" --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.22 (UTC)
- Saya menemukan artikel terkait "kapelan Buddhis" di Kisah Kapelan Buddhis yang Melayani di Kemiliteran AS, salah satu bagian isinya tertulis "Kapelan (Inggris: chaplain) sendiri adalah agamawan yang bertugas untuk kelompok khusus seperti pada universitas, tentara, penjara. Istilah ini berasal dari istilah dalam Kekristenan, namun kini di dunia Barat istilah ini mengacu pada semua agamawan dari semua agama." Jadi menurut saya bisa dipakai dalam konteks agama lain, termasuk Buddhisme. ~~Pierrewee (bicara) 6 Maret 2020 20.37 WIB
- "Biarawan" itu kata netral, bisa dipake Kristen maupun Buddha, cuman kalo dalam konteks Buddha lebih sering disebut "biksu" --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.22 (UTC)
- Nggak masalah, artikel en:Unified Buddhist Church saja bisa pakai istilah Church (gereja) dalam konteksnya --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.10 (UTC)
Terima kasih. Mimihitam 6 Maret 2020 08.48 (UTC)
- @Glorious Engine bung GE, saranku kepada bung selaku pengusul, kalau nggak tahu jawaban terhadap beberapa pertanyaan yang substansif jangan ditebak-tebak/dijawab asal-asalan.. mending minta tolong mas @M. Adiputra atau @Jnanabhadra. Mimihitam 6 Maret 2020 09.17 (UTC)
Saya panggil @William Surya Permana: juga, siapa tau juga ngerti --Glorious Engine (bicara) 6 Maret 2020 09.22 (UTC)
Saya sudah menambahkan beberapa komentar. -- Adiputra बिचर -- 7 Maret 2020 03.16 (UTC)
Komentar HaEr48
suntingMenurutku penulisan artikel ini sudah cukup bagus, strukturnya rapi, dan referensinya memadai. Gaya penulisan baik, walaupun ada perbaikan yang perlu dilakukan.
- Aku coba perbaiki sebagian di sini, silakan diperiksa kalau ada yang kurang tepat.
- Trims
--Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.11 (UTC)
- Harap juga diperiksa lagi keakuratan terjemahannya kalau-kalau ada yang terlewat. Soalnya aku masih menemukan yang agak menyimpang, misal "merujuk kepada naskah Tionghoa" padahal seharusnya "yang disebut-sebut dalam berbagai naskah Tionghoa" (referred to in Chinese texts)
- Trims
--Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.11 (UTC)
- "Cerita Angulimala sangat dikenal dalam tradisi Theravāda.": Bagaimana kalau ditambah sedikit untuk memperkenalkan bagi pembaca yang belum tahu istilah "Theravāda". Misal: "Cerita Angulimala sangat dikenal dalam tradisi Buddhis, terutama Theravāda" atau "Cerita Angulimala sangat dikenal dalam tradisi Theravāda, yaitu salah satu aliran Agama Buddha".
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.11 (UTC)
- "Berbagai pustaka mengisahkan kehidupan masa lampau sebelum Angulimala bertemu Buddha Gautama": bagaimana kalau "sebelum Angulimala lahir dan bertemu Buddha Gautama" , agar jelas kalau "kehidupan masa lampau" ini maksudnya bukan masa muda?
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.13 (UTC)
- Angulimala lahir di Sāwatī:.. Apa bisa disebutkan Sawati ini sekarang di kawasan mana?
- Selesai ditambahkan dengan "(sekarang Uttar Pradesh, India)" --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.15 (UTC)
- Di bagian #Sumber pustaka dan epigrafi, "commentary" disebut "komentar" sedangkan di #Masa muda disebut "ulasan"? Bagaimana kalau diseragamkan? Dan dicocokkan dengan istilah yang digunakan di kalangan Buddhis Indonesia
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.15 (UTC)
- "Versi tersebut kesannya memberikan pembenaran atas tindak pembunuhan yang dilakukan Angulimala": di bahasa Inggrisnya "Aṅgulimāla's killing": (pembunuhan Angulimala, killing = tunggal bukan jamak). Tapi aku juga bingung bagian mana yang membenarkan pembunuhan Angulimala.
- Di kalimat sebelumnya ada kata "ia bersumpah akan membalas dendam". Mungkin yang dimaksud adalah musuh-musuhnya terlahir kembali sebagai para korbannya --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.18 (UTC)
- Tetapi kalau yang dimaksud adalah pembunuhan musuh-musuhnya, bahasa Inggrisnya akan "killings" (jamak), bukan "killing". Apa bahasa Inggrisnya yang salah, atau kita yang salah ngerti? Minta pendapat Mimihitam juga. HaEr48 (bicara) 27 Maret 2020 02.29 (UTC)
- @HaEr48 Yang aku tangkap sih cerita soal kehidupan Angulimala sebelum reinkarnasi itu adalah upaya untuk membenarkan segala pembunuhan yang dilakukan oleh Angulimala untuk mengumpulkan jari yang dia jadikan untaian. Jadi diterjemahkan jadi "tindak pembunuhan" aku rasa ga masalah. Mimihitam 27 Maret 2020 08.39 (UTC)
- Tetapi kalau yang dimaksud adalah pembunuhan musuh-musuhnya, bahasa Inggrisnya akan "killings" (jamak), bukan "killing". Apa bahasa Inggrisnya yang salah, atau kita yang salah ngerti? Minta pendapat Mimihitam juga. HaEr48 (bicara) 27 Maret 2020 02.29 (UTC)
- Di kalimat sebelumnya ada kata "ia bersumpah akan membalas dendam". Mungkin yang dimaksud adalah musuh-musuhnya terlahir kembali sebagai para korbannya --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.18 (UTC)
- Bagian yang supranatural seperti tentang mata batin atau Angulimala yang tidak berhasil mengejar Sang Buddha yang hanya berjalan, di kalimatnya diawali dengan tambahan seperti "Menurut keterangan/kepercayaan/tulisan XX, meskipun Angulimala berlari secepat mungkin, ia tak kunjung berhasil ..." untuk menjaga netralitas wikipedia mengenai hal-hal seperti ini.
- Sumber-sumbernya sudah dijelaskan dalam bagian Angulimala#Sumber_pustaka_dan_epigrafi, sama seperti Kleopatra#Sastra_dan_historiografi_Romawi --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.21 (UTC)
- Ya, aku juga udah lihat, tapi itu kan digabung semua. Saranku untuk yang supranatural bisa ditegaskan dan dispesifikkan dekat kalimatnya. Kalau biografi Kleopatra kan tidak ada supranatural. HaEr48 (bicara) 23 Maret 2020 03.02 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 03.12 (UTC)
- @Glorious Engine: yang mata batin juga dong. HaEr48 (bicara) 27 Maret 2020 02.14 (UTC)
- @HaEr48 sudah aku bantu perbaiki tuh, silakan dicek. Mimihitam 3 April 2020 21.15 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 03.12 (UTC)
- Ya, aku juga udah lihat, tapi itu kan digabung semua. Saranku untuk yang supranatural bisa ditegaskan dan dispesifikkan dekat kalimatnya. Kalau biografi Kleopatra kan tidak ada supranatural. HaEr48 (bicara) 23 Maret 2020 03.02 (UTC)
- Sumber-sumbernya sudah dijelaskan dalam bagian Angulimala#Sumber_pustaka_dan_epigrafi, sama seperti Kleopatra#Sastra_dan_historiografi_Romawi --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.21 (UTC)
- cerita Angulimala tak mengandung bentuk keadilan restoratif maupun transformatif: pranalakan yang merah, atau gunakan kata-kata lain sehingga jelas maksudnya tanpa pranala
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.39 (UTC)
- Bagaimana kalau "kalung jari" diganti "untaian jari", sesuai terjemahan Cintiawati dan Anggawati yang disebut di artikel
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.39 (UTC)
- Caption gambar Buddhagosa, Taxila, dan Satish Kumar harap ditambah sedikit agar jelas hubungannya dengan teks.
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.39 (UTC)
- Yang "Satish Kumar, seorang aktivis yang menulis kembali cerita Angulimala dalam buku pendeknya The Buddha and the Terrorist.". Bagaimana kalau alih-alih "menulis kembali", kita sebut "mengadaptasi" atau "menulis versi baru"? Mengingat membaca teksnya sepertinya dia bukan sekedar menulis tetapi memadukan dan mereka ulang. HaEr48 (bicara) 27 Maret 2020 02.29 (UTC)
- Selesai --What a joke (bicara) 2 April 2020 23.29 (UTC)
- Yang "Satish Kumar, seorang aktivis yang menulis kembali cerita Angulimala dalam buku pendeknya The Buddha and the Terrorist.". Bagaimana kalau alih-alih "menulis kembali", kita sebut "mengadaptasi" atau "menulis versi baru"? Mengingat membaca teksnya sepertinya dia bukan sekedar menulis tetapi memadukan dan mereka ulang. HaEr48 (bicara) 27 Maret 2020 02.29 (UTC)
- Selesai --Glorious Engine (bicara) 23 Maret 2020 02.39 (UTC)
--Terima kasih. HaEr48 (bicara) 22 Maret 2020 19.45 (UTC)
- @HaEr48 masih ada masukan lagi atau kira-kira sudah oke? Mimihitam 3 April 2020 21.15 (UTC)
- @Mimihitam: Dari aku sudah OK. Terima kasih sudah diklarifikasi pertanyaan terakhirnya. HaEr48 (bicara) 3 April 2020 21.40 (UTC)
- @HaEr48 masih ada masukan lagi atau kira-kira sudah oke? Mimihitam 3 April 2020 21.15 (UTC)
- Diskusi di atas adalah arsip. Terima kasih atas partisipasi Anda. Mohon untuk tidak menyunting lagi halaman ini. Komentar selanjutnya dapat diberikan di halaman pembicaraan artikel.