Nadezhda Alliluyeva adalah istri kedua Josef Stalin. Ia lahir di Baku dari pasangan yang merupakan teman Stalin sesama revolusioner. Nadezhda dibesarkan di Sankt-Peterburg. Nadezhda telah mengenal Stalin sejak usia muda, dan menikah dengannya saat berumur 18 tahun. Dari pernikahannya dengan Stalin, Nadezhda memiliki dua anak. Nadezhda bekerja sebagai sekretaris para pemimpin Partai Bolshevik, termasuk Vladimir Lenin dan Stalin. Ia kemudian berkuliah di Akademi Industri di Moskwa untuk mempelajari serat sintetis, dan akhirnya menjadi seorang insinyur. Nadezhda memiliki masalah kesehatan yang berdampak buruk pada hubungannya dengan Stalin. Nadezhda sering mencurigai bahwa Stalin tidak setia. Sehingga, hal tersebut membuatnya sering bertengkar dengan Stalin. Dalam beberapa kesempatan, Nadezhda dikabarkan mempertimbangkan untuk meninggalkan Stalin. Setelah pada malam sebelumnya bertengkar dengan Stalin, Nadezhda Alliluyeva akhirnya bunuh diri dengan menembak dirinya sendiri pada pagi hari tanggal 9 November 1932. (Selengkapnya...)
|
Sebuah kudeta di Guatemala, yang diluncurkan pada 18 Juni 1954, melengserkan Presiden Guatemala yang terpilih secara demokratis Jacobo Árbenz. Operasi yang dilakukan oleh Central Intelligence Agency (CIA) tersebut mengakhiri Revolusi Guatemala 1944–54, yang membuat Guatemala menjadi negara demokrasi liberal. Pemerintah AS termotivasi oleh Perang Dingin yang membuat negara tersebut dicap komunis dan lobi-lobi yang dimajukan oleh United Fruit Company (UFC). Eisenhower memerintahkan CIA untuk mengadakan Operasi PBSUCCESS pada Agustus 1953. CIA mempersenjatai, mendanai dan melatih sepasukan 480 tentara pimpinan Carlos Castillo Armas. Kebanyakan serangannya dikalahkan, namun perang psikologi dan kemungkinan invasi AS mengintimidasi tentara Guatemala, yang kemudian menolak untuk bertarung. Árbenz mengundurkan diri pada 27 Juni dan Castillo Armas menjadi presiden pada sepuluh hari kemudian, yang dengan cepat mencanangkan kekuasaan diktatorial. Kudeta tersebut banyak dikritik di mancanegara, dan berkontribusi terhadap sentimen anti-AS di Amerika Latin. (Selengkapnya...)
|
Imam Syafei adalah seorang tokoh militer Betawi dan mantan Menteri Negara diperbantukan pada Presiden Urusan Pengamanan Khusus dalam Kabinet Dwikora II. Selama masa Revolusi Nasional (1945-1949), Syafei berjuang melawan Belanda dan juga terlibat dalam Operasi Penumpasan Pemberontakan PKI di Madiun. Seusai penyerahan kedaulatan, ia ditempatkan di Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya dengan pangkat kapten. Sebagai anggota TNI, ia mendirikan organisasi Cobra untuk menampung rekan-rekannya yang dikeluarkan dari dinas tentara karena buta huruf. Pada tahun 1958, pangkatnya naik menjadi letnan kolonel. Soekarno mengangkat Syafei sebagai anggota DPR-GR pada tanggal 15 Agustus 1960 dan kemudian menjadi Menteri Negara diperbantukan pada Presiden Urusan Pengamanan Khusus dan menjabat sebagai menteri ini sampai tanggal 20 Maret 1966. Kemudian, ia dipenjara bersama dengan 14 menteri dan baru dibebaskan pada tahun 1975. Ia meninggal dunia pada tanggal 9 September 1982. (Selengkapnya...)
|