Watudambo, Kauditan, Minahasa Utara
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Watudambo merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara, Indonesia
Watudambo | |
---|---|
Negara | Indonesia |
Provinsi | Sulawesi Utara |
Kabupaten | Minahasa Utara |
Kecamatan | Kauditan |
Kode pos | 95372 |
Kode Kemendagri | 71.06.02.2011 |
Asal usul terbentuknya Desa Watudambo
suntingDipakainya Watudambo sebagai nama desa oleh para pendiri desa adalah karena sesuai dengan keberadaan suatu batu yang terletak di sebelah barat laut desa yang kira-kira berjarak 350 meter dari Jalan Raya Manado–Bitung. Batu tersebut mempunyai ukuran dimensi panjang sembilan meter, lebar enam meter dan tinggi empat meter, sehingga disebut sebagai Watudambo dalam bahasa daerah yang artinya adalah batu panjang.
Asal mula Desa Watudambo dulunya merupakan lokasi perladangan dari penduduk Desa Tareuman yang sekarang dikenal dengan Desa Treman di wilayah Minawerot yang berjarak kurang lebih 10 km jauhnya. Pada Tahun 1865, para petani/pekebun dari desa tersebut datang dan membuka ladang/perkebunan mereka di wilayah ini dan waktu itu mereka menyebutnya dengan istilah Untepan. Seiring dengan bertambahnya waktu, wilayah Untepan ini semakin menarik bagi penduduk Desa Tareuman dan sekitarnya sehingga mereka akhirnya memutuskan untuk mengikuti para saudara serta teman mereka untuk bersama-sama membuka hutan untuk ladang dan kebun serta menggarap tanah di wilayah Untepan ini.
Sejarah pemerintahan dan pembangunan desa
suntingPada bulan september dalam Tahun 1888, yaitu 23 tahun setelah menggarap wilayah ini maka terbentuklah satu kesatuan masyarakat petani/pekebun. Yang menjadi Timani atau sesepuh adalah seorang yang bernama Estevanus Rumiap Ticoalu. Estevanus Rumiap Ticoalu ini jugalah yang berperan sebagai Teterusan atau Hukum Tua yang kemudian membentuk satu pemerintahan dengan mengangkat Hermanus Koloay sebagai Kepala Jaga 1 dan Bastian Tangkudung sebagai Kepala Jaga 2 serta dilengkapi dengan pandai besi Bastian Kasegeran dan Yosup Paruntu sebagai Tonaas atau tukang berobat. Selain itu diangkat pula Nenek Mondor (Maramis Angkouw) sebagai Biang Kampung atau orang yang menangani proses persalinan. Inilah yang menjadi latar belakang dijadikannya 1 september sebagai Hari Ulang Tahun Desa Watudambo.
Kehidupan kelompok masyarakat ini terus berlanjut serta semakin berkembang dan Estevanus Rumiap Ticoalu memegang peranan sebagai Hukum Tua selama 21 tahun hingga 1909. Selanjutnya posisi Hukum Tua beralih ke Wellem Ticoalu mulai tahun 1909 sampai 1921 atau selama 12 tahun. Dari tahun 1921 sampai 1928 jabatan Hukum Tua dipegang oleh Jacob Ngangi. Pada masa ini wilayah Sagerat yang sebelumnya bagian dari Watudambo akhirnya berpisah dan membentuk pemerintahannya sendiri pada tahun 1926. Tahun 1928 dilakukan pemilihan Hukum Tua dan Arnoldus Mekel terpilih dan menjalankan tugasnya sebagai Hukum Tua selama 14 tahun hingga tahun 1942.
Pada pemilihan Hukum Tua Tahun 1942, terpilih Barthes Oleysorot dan bertugas hingga tahun 1950. Demikian halnya pada pemilihan Hukum Tua tahun 1950, terpilih pada waktu itu adalah Intama Ngangi, tetapi sebelum masa baktinya berakhir terjadilah pergolakan Permesta di Sulawesi Utara pada awal 1957 dimana pada saat itu Desa Watudambo menjadi wilayah yang saling diperebutkan antara pasukan Permesta dan pasukan pemerintah pusat. Akibat situasi ini, maka warga desa Watudambo melakukan pengungsian, ada yang ke arah barat diseputaran Kauditan/Kema dan ke arah Timur mendekati Bitung. Di wilayah pengungsian ini, struktur pemerintahan dipengungsian terbentuk dan yang menjadi Penjabat Hukum Tua di Wilayah Timur adalah Robert Jules Ticoalu dan di Wilayah Barat adalah Wolter Paruntu.
Setelah berakhirnya pergolakan Permesta, maka tahun 1962 dilakukan Pemilihan Hukum Tua dan yang terpilih adalah Gerson Mengko dan jabatan ini disandang hingga tahun 1973. Pemilihan Hukum Tua tahun 1973 dimenangi oleh Johny Mekel, tetapi masa jabatannya hanya sampai tahun 1975 dan diteruskan oleh Alex Tuwaidan antara Januari 1975 sampai Maret 1975 serta Robert Mekel antara Maret 1975 hingga tahun 1977. Pada saat pemilihan Hukum Tua Tahun 1977 terpilih Welly Mengko sebagai Hukum Tua namun hanya dijalani setahun hingga tahun 1978 dan diteruskan oleh Jos Corneles Paruntu sebagai Penjabat hingga tahun 1979. Berhubung Jos Corneles Paruntu masuk dalam calon hukum tua, maka penjabat hukum tua diteruskan oleh Joost Sumampouw hingga tahun 1981 yang pemilihan Hukum Tua-nya dimenangkan oleh Jos C. Paruntu. Jos C. Paruntu memerintah sebagai Hukum Tua hingga tahun 1986 dan pada masa pemerintahnya dibangunlah Balai Desa sekaligus sebagai Kantor Desa yang berdiri hingga saat ini dan digunakan oleh Desa Watudambo Dua. Selain itu didirikan juga sarana halte bagi masyarakat yang menunggu kendaraan serta pembuatan lampu jalan yang artistik serta pembuatan bilik-bilik pemandian di lokasi pancuran desa.
Ketika tahun 1986 diadakan pemilihan Hukum Tua, maka tampillah Joutje Mengko sebagai pemenangnya. Pada masa ini telah diadakan pembebasan lahan untuk ladang pekuburan yang baru dengan luas kurang lebih 1 Ha dan juga pengadaan lahan untuk Stadion Mini dengan luas kurang lebih 1 Ha. Pada tahun 1994 dibangun stadion "Simaru Siendo" yang diresmikan oleh Bupati Minahasa yaitu Drs. Karel L. Senduk pada tanggal 25 Juni 1994. Pada saat pemilihan Hukum Tua tahun 1994, untuk pertama kalinya Desa Watudambo dipimpin oleh seorang perempuan, Corlien Mekel, dan dijalani hingga 8 tahun. Joutje Mengko untuk kedua kalinya terpilih sebagai Hukum Tua pada pemilihan tahun 2003.
Pada tahun 2007 telah dihibahkan tanah stadion kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Minahasa Utara dengan luas lebih dari 7.000 m² untuk pembangunan SMP Negeri 3 Kauditan di Watudambo yang disetujui oleh BPD serta masyarakat pada masa itu. Perkembangan penduduk yang semakin pesat telah membuat Desa Watudambo layak untuk dimekarkan. Pada tahun 2008, seiring dengan masa jabatan Joutje Mengko yang segera berakhir, akhirnya Desa Watudambo dibagi dua desa, dengan Surat Keputusan Bupati Nomor 68 Tahun 2008 tanggal 17 Maret 2008 yang didukung oleh Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Minahasa Utara Nomor 2 Tahun 2008 tanggal 26 Pebruari 2008 yang menyetujui tujuh desa pemekaran termasuk Watudambo Dua. Pemekaran ini dibagi di bagian timur tetap dengan nama Watudambo dan di sebelah barat menjadi Watudambo Dua.
Sebagai Penjabat Hukum Tua di Watudambo adalah Frans Longdong yang dijabat hingga akhir Tahun 2009 akibat meninggal dunia. Januari 2010 hingga Maret 2010 Penjabat Hukum Tua dipercayakan kepada Maxmillian Lumempouw yang bertugas penting untuk mengadakan Pemilihan Hukum Tua tahun 2010 yang dalam pemilihan tersebut menghasilkan Maxy Herman Mawuntu sebagai Hukum Tua terpilih yang dijabat selama 6 Tahun hingga Tahun 2016. Dalam Tahun 2016, pemilihan Hukum Tua di Kabupaten Minahasa Utara dilaksanakan serentak dan untuk mengisi kekosongan jabatan Hukum Tua yang ditinggalkan oleh Maxy Herman Mawuntu pada bulan Maret 2016. Maka ditunjuk Herman Mengko, SIP, MSi yang merupakan sekretaris Kecamatan Kauditan sebagai Penjabat Hukum Tua, sekaligus mempersiapkan pelaksanaan Pemilihan Hukum Tua di Desa Watudambo. Pemilihan Hukum Tua Tahun tanggal 3 Mei 2016 menghasilkan Merry Tumatar sebagai Hukum Tua terpilih untuk periode hingga tahun 2022 dan dilantik oleh Bupati Vonnie Anneke Panambunan di Kantor Bupati pada tanggal 12 Mei 2016.