Uni Polandia-Swedia

Uni Polandia-Swedia adalah sebuah uni personal yang terdiri dari Persemakmuran Polandia-Lituania dan Kerajaan Swedia. Uni ini berdiri ketika Raja Polandia Sigismund III Vasa dimahkotai sebagai Raja Swedia pada tahun 1592. Namun, pada tahun 1599, setelah terjadinya perang saudara, ia dijatuhkan dari tahta Swedia dan harus kembali ke Warsawa.

Sigismund III Vasa, Raja Polandia (1587–1632), Raja Swedia (1592–1599), yang juga mengklaim gelar Raja Yerusalem.

Latar belakang

sunting

Setelah kematian Raja Johan III dari Swedia, anaknya yang bernama Sigismund menjadi penerus tahta Swedia. Sigismund pada saat itu sudah terpilih sebagai Raja Polandia (sejak tahun 1587). Sigismund sangat menghargai tahta Swedia. Setelah mendengar kabar mengenai kematian ayahnya dan keinginan pamannya, Adipati Karl dari Södermanland, untuk menjadi raja, Sigismund meminta kepada Sejm (parlemen Polandia) untuk memberikan izin kepadanya untuk meninggalkan Persemakmuran dan mendatangi Swedia. Izin diberikan, dan pada tanggal 3 Agustus 1593 Sigismund pindah ke Swedia bersama dengan istrinya, Anna dari Habsburg, dan pengikut-pengikutnya.

Di Swedia, ia menghadapi masalah yang besar akibat agamanya yang berbeda. Sigismund adalah seorang Katolik yang taat, sementara sebagian besar warga Swedia (termasuk Karl) sudah menjadi penganut Lutheranisme. Terdapat kekhawatiran bahwa Sigismund akan mendukung Katolik dalam upaya melawan kaum Protestan. Pada periode ini, Adipati Karl dan kawan-kawan Protestannya kalah jumlah bila dibandingkan dengan pendukung Sigismund. Meskipun begitu, setelah kematian Raja Johan, sebuah sinode yang dihimpunkan oleh Adipati Karl di Uppsala menolak liturgi baru dan membuat pernyataan iman anti-Katolik pada tanggal 5 Maret 1593. Kitab Suci dan tiga kredo Protestan dianggap sebagai fondasi iman Kristen yang sebenarnya, dan Pengakuan Iman Augsburg diterapkan pada tanggal 9 Januari 1594 di Uppsala. Selain itu, Sigismund ditentang oleh perwakilan kepercayaan Lutheran dan bangsawan rendah. Akibat ketegangan politik dan religius ini, pada tanggal 19 Februari Sigismund menyatakan kesediaannya untuk menjamin kebebasan beragama bagi orang-orang Protestan dan melarang orang Katolik menunjukkan imannya di muka umum atau memegang jabatan tinggi.

Persetujuan pada tanggal 19 Februari tampaknya telah menenangkan situasi dan Sigismund dimahkotai di Katedral Uppsala sebagai Raja Swedia. Kerajaan Swedia kini tergabung dalam uni personal dengan Polandia-Lituania. Pada bulan Juli, Sigismund kembali ke Polandia dan menyerahkan pemerintahan Swedia kepada dewan perwalian. Swedia diperintah oleh dewan penasihat dan paman Sigismund, Adipati Karl.

Namun, Sigismund mulai mengingkari janjinya dengan membuka sekolah-sekolah Katolik dan memberikan jabatan penting kepada orang-orang Katolik. Sementara itu, Karl masih belum menyerah dan ingin mewujudkan ambisi politiknya. Pada 18 Mei 1595, Karl menandatangani Traktat Teusina dengan Moskwa yang mengakhiri Perang Rusia-Swedia (1590–95) dengan menyerahkan wilayah di sekitar Teluk Finlandia (Ingria). Keputusan ini berlawanan dengan rencana Sigismund, karena ia telah berjanji dalam pacta conventanya saat terpilih sebagai Raja Persemakmuran bahwa ia akan menyerahkan Kadipaten Estonia kepada Persemakmuran, dan sebagai gantinya Swedia akan memperoleh wilayah dari Moskwa. Pada tahun 1595, Karl secara terbuka menentang raja dengan menghimpunkan pertemuan Riksens ständer di Söderköping. Riksdag tahun 1595 menyatakan Karl sebagai wali, walaupun Sigismund sebelumnya menolak memberikan jabatan tersebut kepada Karl. Walaupun didukung oleh banyak kaum Protestan dan sebagian besar kelas bawah, Karl ditentang oleh sebagian besar bangsawan, orang Katolik, wilayah Finlandia modern, dan sebagian besar warga Stockholm. Swedia pun berada di ambang perang sadara.

Adipati Karl ingin mengakhiri konflik dengan cara militer, tetapi tidak didukung oleh dewan penasihat. Riksdag baru yang ia himpunkan di Arboga pada tahun 1597 (sekali lagi berlawanan dengan perintah raja) tidak dihadiri oleh banyak orang, dan hanya dihadiri oleh satu orang dari dewan penasihat. Meskipun tidak didukung, Karl tetap melancarkan aksi militer. Sebagian wilayah Swedia selatan berhasil direbut. Beberapa anggota dewan penasihat melarikan diri ke Polandia untuk meyakinkan Sigismund agar ia mengambil tindakan balasan. Sigismund mengirim misi diplomatik untuk menyelesaikan konflik lewat negosiasi. Pada awalnya Karl sepertinya siap untuk bernegosiasi, tetapi sebenarnya ia sedang mencoba menunda waktu agar kekuasaannya dapat dikonfirmasikan oleh Riksdag di Arboga. Ia juga sedang mencoba merekrut para petani untuk bergabung dengan pasukannya.

Pada tahun 1598, Sejm memberikan izin kepada Sigismund untuk melancarkan operasi militer melawan musuh-musuhnya di Swedia; namun, Sejm menolak memberikan bantuan. Pasukan Sigismund sebagian besar terdiri dari tentara bayaran (Jerman dan Hungaria) yang didukung oleh pasukan Polandia yang relatif kecil (walaupun mereka memiliki artileri).

Kampanye militer Sigismund tidak direncanakan dengan baik. Ia gagal mengkoordinasikan pergerakan pasukannya dengan pendukungnya, terutama Klaus Fleming yang seharusnya menyerang Karl dari Finlandia. Walaupun pada awalnya cukup berhasil (kota Kalmar direbut dan pasukan Karl berhasil dikalahkan di Stegeborg), pasukan Sigismund pada akhirnya mengalami kekalahan pada tanggal 25 September 1598 dalam Pertempuran Stångebro. Sigismund ditangkap dan terpaksa menyerahkan beberapa pengikutnya, seperti Kanselir Swedia Erik Larsson Sparre (1550–1600). Pada Mei 1599, pasukan Karl merebut benteng terakhir Sigismund di Kalmar. Pada 24 Juli 1599, Riksdag di Stockholm secara resmi menurunkan Sigismund dari tahta. Raja Swedia yang baru adalah Karl IX dari Swedia, dan Uni Polandia-Swedia dibubarkan setelah tujuh tahun berdiri. Pada Maret 1600, beberapa pendukung Sigismund dihukum mati, termasuk lima senator. Peristiwa ini disebut Pertumpahan Darah Linköping (Linköpings blodbad).

Akibat

sunting

Sigismund diperbolehkan kembali ke Polandia, tetapi ia masih berupaya merebut kembali tahta Swedia. Akibatnya, meletus peperangan Polandia-Swedia yang mencapai puncaknya pada masa kekuasaan anak laki-lakinya, Johan II Kasimir dari Polandia, yang disebabkan oleh invasi besar-besaran Swedia ke Polandia. Peristiwa ini disebut "Air Bah".

Referensi

sunting