Artileri secara umum untuk bentuk persenjataan alat berat.

Meriam artileri klasik
M-115 Howitzer
Artileri KNIL di Peunayong di Kutaraja (kini Banda Aceh) tahun 1875 pada awal Perang Aceh

Pada awalnya, istilah artileri (bahasa Prancis: artillerie) digunakan untuk menyebut alat berat apapun yang menembakkan proyektil di medan perang. Istilah ini juga dipakai untuk mendeskripsikan tentara yang tugasnya menjalankan alat-alat tersebut. Dengan ditemukannya kendaraan terbang pada awal abad ke-20, artileri mulai digunakan juga untuk menyebut senjata darat anti-udara.

Artileri adalah bentuk tanah persenjataan darat paling mematikan dan paling efektif, dalam Perang Napoleon, Perang Dunia I dan Perang Dunia II . sebagian besar kematian disebabkan oleh pertempuran artileri. Pada tahun 1944, Joseph Stalin mengatakan dalam sebuah pidato yang artileri adalah "Dewa Perang".[1] Para perwira artileri paling terkenal dalam sejarah mungkin Napoleon.

Asal Nama sunting

Istilah ini pertama kali muncul pada abad pertengahan, mengarah kepada kata serapan dari bahasa Prancis Kuno atellier yang berarti "mengatur", dan attillement yang artinya "peralatan". Dari abad ke-13 seorang artillier adalah pembuat senjata perang apapun, dan 250 tahun kemudian, kata "artileri" sedikit berubah mencakup berbagai macam senjata perang.

Sejarah sunting

Sistem mekanik yang digunakan untuk melempar amunisi dalam perang kuno, juga dikenal sebagai "mesin perang", seperti ketapel, onager, manjanik, dan busur, juga disebut oleh sejarawan militer sebagai artileri.

Pada Abad Pertengahan Artileri dengan mesiu propelan digunakan pertama kali pada 28 Januari 1132 ketika Jenderal Han Shizhong dari Dinasti Song menggunakan escalade dan Huochong untuk menangkap sebuah kota di Fujian. Kemudian, senjata minyak mentah menyebar ke Timur Tengah dan mencapai Eropa pada abad ke-13, dengan cara yang sangat terbatas. Di Asia, Mongol mengadopsi artileri Cina dan digunakan secara efektif dalam penaklukan besar. Pada akhir abad ke-14, pemberontak Cina menggunakan artileri dan kavaleri terorganisir untuk mendorong Mongol keluar dari Cina.[2]

Tentara Mehmed II, yang menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453, termasuk artileri yang baik dan prajurit bersenjata dengan senjata bubuk mesiu. Dinasti Utsmaniyah melakukan pengepungan enam puluh sembilan senjata artileri di lima belas tempat terpisah dan melatih mereka di tembok kota.

Rentetan tembakan meriam Utsmaniyah berlangsung empat puluh hari, dan mereka diperkirakan telah menembakkan hingga 19.320 kali. Kejatuhan Konstantinopel itu mungkin peristiwa pertama yang sangat penting yang hasilnya ditentukan oleh penggunaan artileri ketika meriam perunggu besar Mehmed II, menghancurkan dinding kota, kemudian mengakhiri Kekaisaran Bizantium.[3]

Artileri diperkirakan masuk ke Nusantara pada saat invasi kerajaan Mongol Yuan tahun 1293.[4]:1–2[5][6] Pada saat itu tentara Mongol membawa meriam-meriam yang kemudian ditiru oleh orang-orang Majapahit menjadi cetbang. Cetbang awal ini disebut cetbang bergaya Timur, kebanyakan dibuat dari bahan perunggu dan merupakan meriam isian depan (muzzle-loading gun). Ia menembakkan proyektil berupa panah, namun peluru bulat dan proyektil co-viative[catatan 1] juga dapat digunakan. Panah ini dapat berujung pejal tanpa peledak, maupun disertai bahan peledak dan pembakar di belakang ujungnya. Di bagian dekat belakang, terdapat kamar atau bilik bakar, yang merujuk kepada bagian yang menggelembung dekat belakang meriam, dimana mesiu ditempatkan. Cetbang ini dipasang pada dudukan tetap, ataupun sebagai meriam tangan yang diletakkan di ujung galah. Ada bagian mirip tabung di bagian belakang meriam. Pada cetbang jenis meriam tangan, tabung ini digunakan sebagai tempat untuk menancapkan galah.[7]:94

Karena dekatnya hubungan maritim Nusantara dengan wilayah India Barat, setelah tahun 1460 jenis senjata bubuk mesiu baru masuk ke Nusantara melalui perantara orang Arab. Senjata ini sepertinya adalah meriam dan bedil tradisi Turki Usmani, misalnya prangi, yang merupakan meriam putar isian belakang.[7]:94-95

Cetbang pasca tahun 1460 merupakan meriam putar yang diisi dari belakang (breech-loading swivel gun) dan memiliki panjang antara 0,6–2,2 meter.[7]:97 Mereka adalah meriam yang ringan dan mudah dipindahkan, sebagian besar dari mereka dapat dibawa dan ditembak oleh satu orang,[8]:505 namun penggunaannya tidak seperti bazooka karena daya tolak balik yang terlalu tinggi dapat mematahkan tulang manusia.[7]:97 Meriam ini dipasang di garpu putar (disebut cagak), bagian bawahnya dipasang ke lubang atau soket di kota mara kapal atau tembok benteng.[9] Setelah runtuhnya Majapahit pada 1527, mulai bermunculan meriam pengisian depan (muzzle loader) yang bernama Lela dan Rentaka. Meriam lela biasanya berukuran lebih kecil dari meriam Eropa abad ke-16, tetapi memiliki motif yang menarik. Sedangkan rentaka adalah meriam putar, ukurannya lebih kecil lagi dari lela. Karena mudah diputar, rentaka ini menjadi penangkal efektif bajak laut yang biasanya menggunakan kapal-kapal kecil.

Jenis Artileri sunting

Artileri Meriam pada dasarnya dibagi menjadi 3, yaitu.

  • Gun, adalah artileri yang memiliki laras panjang, kecepatan peluru yang tercepat, dan memiliki trajektori peluru yang cenderung lurus. Kini untuk pagelaran artileri medan, jenis artileri ini jarang digunakan karena berat dan terlalu besar dan panjang untuk dibawa.
  • Howitzer, adalah artileri yang memiliki laras yang relatif pendek, kecepatan peluru yang sedang, dan trajektori yang di desain lebih melengkung. Singkat kata, howitzer merupakan campuran dari Gun dengan Mortir. Menjadi favorit karena dengan laras yang lebih pendek dan berat ekuivalen dengan Gun, howitzer memakai kaliber yang jauh lebih besar dan lebih mematikan.
  • Mortir, adalah artileri yang memiliki laras paling pendek (L/14 ke bawah), kecepatan peluru yang lambat, dan trajektori sangat parabolik

Artileri juga dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:

  • Artileri Gunung (Mountain Artillery), yaitu artileri yang bisa dibawa dalam medan yang sulit. Artileri Bongkar-pasang (Pack Artillery) juga memiliki definisi yang sama. Namun, tidak semua Artileri Bongkar-pasang adalah Artileri Gunung
  • Artileri Swa-gerak (Self-propelled Artillery), merupakan jenis artileri yang dipasang di atas kendaraan dan bergerak mandiri baik beroda karet maupun memakai roda rantai. Contohnya adalah CAESAR.
  • Artileri Tarik (Towed Artillery), berbeda dengan Artileri Swa-gerak, Atileri Tarik tidak dapat bergerak sendiri dan harus ditarik oleh truk.
  • Artileri Anti-tank (Anti-tank Artillery), adalah artileri yang tujuannya khusus untuk menghancurkan tank. Biasanya dipakai jenis Gun.
  • Artileri Anti Pesawat (Anti Aircraft Artillery), biasa disebut AA atau Arhanud. Adalah artileri yang digunakan untuk menyerang target diudara.
  • Artileri Rel (Railway Artillery), hampir sama dengan Artileri Tarik, hanya ini ditaruh di rel kereta api dan ditarik oleh Lokomotif.
  • Artileri Laut (Naval Artillery), adalah artileri yang terpasang di kapal perang dan digunakan untuk menyerang kapal lain atau bantuan pasukan darat.
  • Artileri Roket (Rocket Artillery), yaitu jenis artileri yang menggunakan roket sebagai alatnya. Berbeda dengan artileri berbasis meriam yang memiliki akurasi yang baik. Artileri Roket hanya mempunyai fungsi saturasi.

Sistem Artileri Medan sunting

Karena artileri lapangan menggunakan tembakan tidak langsung, senjatanya harus menjadi bagian dari sistem yang memungkinkan mereka untuk menyerang sasaran yang tidak terlihat. Fungsi utama dalam sistem artileri lapangan adalah:

  • Komunikasi
  • Perintah: Kewenangan untuk mengalokasikan sumber daya;
  • Penargetan: Mendeteksi, mengidentifikasi dan menyimpulkan lokasi target;
  • Pengendalian: Kewenangan untuk menentukan target dan membagikan unit untuk menyerangnya;
  • Perhitungan data penembakan: Untuk memberikan tembakan dari unit ke target;
  • Unit penembak: Senjata, peluncur, atau mortir yang dikelompokkan bersama-sama;
  • Layanan spesialis: menghasilkan data untuk memproduksi data agar bisa menembak dengan akurat;
  • Jasa logistik: Untuk menyediakan pasokan perang, khususnya amunisi, dan dukungan peralatan.

Secara organisasi dan spasial, fungsi tadi dapat diatur dengan berbagai cara. Sejak penciptaan senjata penembak tidak langsung, setiap tentara melakukannya secara berbeda pada waktu yang berbeda dan di tempat yang berbeda. Teknologi sering menjadi faktor, begitu juga isu militer-sosial. Biaya juga menjadi masalah karena artileri mahal karena jumlah besar amunisi yang digunakan memang mahal.

Daftar negara di urutan jumlah artileri:[10]

  1. Rusia – 26,121[11]
  2. Korea Utara– 17,900+[12]
  3. China – 17,700+[13]
  4. India – 11,258+[14]
  5. Korea Selatan – 10,774+[15]
  6. AS – 8,137[16]
  7. Turki – 7,450+[17]
  8. Israel – 5,432[18]
  9. Mesir – 4,480[19]
  10. Pakistan – 9,291+[20]

Catatan sunting

  1. ^ Salah satu jenis peluru sebar — saat ditembak mengeluarkan semburan api, serpihan dan butiran peluru, dan bisa juga panah. Ciri-ciri proyektil ini adalah pelurunya tidak menutupi keseluruhan lubang laras. Needham, Joseph (1986). Science and Civilisation in China, Volume 5: Chemistry and Chemical Technology, Part 7, Military Technology: The Gunpowder Epic. Cambridge: Cambridge University Press. Hal. 9 dan 220.

Lihat pula sunting

Referensi sunting

  1. ^ Christopher Bellamy, Oxford Companion to Military History: artillery
  2. ^ Needham 1987, hlm. 314–316
  3. ^ Nicolle, David (1983). Armies of the Ottoman Turks 1300–1774. Osprey, pp. 29–30. IISBN 0-85045-511-1.
  4. ^ Schlegel, Gustaaf (1902). "On the Invention and Use of Fire-Arms and Gunpowder in China, Prior to the Arrival of European". T'oung Pao. 3: 1–11.
  5. ^ Lombard, Denys (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 208.
  6. ^ Reid, Anthony (2011). Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680 Jilid II: Jaringan Perdagangan Global. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hal. 255.
  7. ^ a b c d Averoes, Muhammad (2020). Antara Cerita dan Sejarah: Meriam Cetbang Majapahit. Jurnal Sejarah, 3(2), 89 - 100.
  8. ^ Ooi, Keat Gin (2004). Southeast Asia: A Historical Encyclopedia, from Angkor Wat to East Timor. ABC-CLIO. ISBN 9781576077702. 
  9. ^ "Cannons of the Malay Archipelago". www.acant.org.au. Diakses tanggal 2020-01-25. 
  10. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010; Note: Only conventional tube ordnance is given, in use with land forces
  11. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.223; Note: the number given is for Land Forces only. Naval Infantry and Coastal Defense forces, Federal Border Guard Service, and Interior Troops use an additional 500+ ordnance pieces
  12. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.412
  13. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.400
  14. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.360
  15. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.414
  16. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.33; Note: the total is composed of 6,270+ ordnance used by the US Army, Army Reserve and National Guard with 1,867 used by the USMC
  17. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.165
  18. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.255
  19. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.248; Note: Syria, Egypt's strategic partner in the past wars against Israel, uses 3,440+ artillery pieces, and is the 11th ranking artillery user in the World
  20. ^ Hackett, James, (ed.), The Military Balance 2010, The International Institute for Strategic Studies, 2010, p.368