Tambling Wildlife Nature Conservation

taman konservasi di Indonesia


Tambling Wildlife Nature Conservation (bahasa Indonesia: Kawasan Pelestarian Alam Satwa Liar Tambling) atau disingkat TWNC adalah hutan tempat pengembangbiakan alam margasatwa yang hidup liar dan di laut seluas 45.000 hektare yang bertempat di Kabupaten Pesisir Barat ujung selatan pulau Sumatra. Daerah ini adalah daerah terpencil di mana tidak ada satupun alat angkutan umum yang tersedia.[1] Sejak tempat ini dikaryakan pada tahun 1996 serta dikelola dan didanai sekaligus oleh Yayasan Artha Graha Peduli sampai tahun 2010, TWNC menjadi bagian dari acara go-green AGP yang merupakan sebuah perjanjian kerjasama antara TWNC dan Yayasan AGP.

Kawasan Pelestarian Alam Satwa Liar Tambling
Tambling Wildlife Nature Conservation
Geografi
LokasiArtha Graha Building Jl. Pangeran Jayakarta 115; Jakarta 12190 - Indonesia
Koordinat8°33′S 119°27′E / 8.55°S 119.45°E / -8.55; 119.45
KepulauanSumatra
Luas45.000 Ha km2
Pemerintahan
NegaraIndonesia
Peta

Merujuk pada perjanjian kerjasama antara Kementerian Kehutanan Republik Indonesia dan TWNC tertanggal 17 Juli 2008, keseluruhan jangkauan kawasan TWNC yang terbentang seluas 45.000 hektare hutan merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan yang seluas 365.000 hutan dan memiliki wilayah pelestarian laut seluas 14.082 hektare.

Latar Belakang Riwayat Perjalanan TWNC

sunting

Dulu, banyak kegiatan pelanggaran terjadi di TWNC seperti perburuan liar, pembalakan liar, penangkapan ikan liar dan penggunaan lahan yang tak terawasi. Akibat dari sejumlah kegiatan pelanggaran ini adalah:

  1. Penggundulan 20% hutan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan
  2. Rusaknya sebanyak 20.000 hektare terumbu karang alami akibat bom ikan.[2]

Peran Melestarikan Hutan, Kehidupan Liar dan Wilayah Laut

sunting

Himpunan kemasyarakatan Go-Green sebagai salah satu rancangan atas upaya yang dijalankan Yayasan Artha Graha Peduli dengan melaksanakan kegiatan penghijauan kembali (atau lebih dikenal dengan sebutan go-green) telah dimulai sejak tahun 1998. Perbaikan daerah ini bisa dikatakan sangat lambat karena keadaan daerah yang sangat rusak akibat kegiatan pelanggaran yang telah terjadi. Berkat prasetia yang diikrarkan sepenuhnya oleh AGP, sekurang-kurangnya berhasil memantapkan tingkat penggundulan hutan yang semakin berkurang di daerah tempat pelestarian alam ini.

Daya upaya tersusun dan usaha dari AGP yang telah dilakukan di TWNC adalah:[3].

  • Program penghutanan kembali, menanam lebih dari 10.000 pohon yang telah tumbuh sejak tahun 1998. Meliputi beberapa varietas endemik flora seperti Waru (Hibiscus tiliaceus), Bayur (Pterospermum javanicum) dan Nyamplung (Calophyllum inophyllum)
  • Melindungi hutan, dengan membantu Polisi Hutan Indonesia dengan bantuan personel dan peralatan dasar. Usaha personel AGP dalam menjaga dan melindungi konservasi TWNC tidak hanya melalui pendekatan keras, tapi juga melalui cara halus seperti memberikan kursus dan pelatihan singkat mengenai pengetahuan penting dan mendasar pada penduduk di sekitar TWNC
  • Program Konservasi dan Penyelamatan Hewan Terancam Punah, seperti penyelamatan Harimau Sumatra. Berdasarkan WWF/IUCN, pada tahun 2010 populasi Harimau Sumatra hanya tinggal 300-400 ekor. Dalam penyelamatan Harimau Sumatra, AGP dan TWNC bekerjasama dengan Phantera (sebuah LSM yang berfokus pada Kucing Besar) dengan melakukan misi menyelamatkan dan melindungi sebanyak mungkin Harimau Sumatra. Sejak 1998, AGP dan TWNC telah merlokasi setidaknya delapan Harimau Sumatra, lima di antaranya telah dilepas kembali ke habitatnya. Di area TWNC ada sekitar 30-40 Harimau Sumatra yang kadang-kadang tertangkap kamera. Pada 2011, telah terjadi kelahiran 3 anak harimau secara alami dari Harimau Sumatra yang telah diselamatkan di fasilitas penyelamatan Harimau Sumatra yang berlokasi di TWNC
  • Selain Harimau Sumatra, AGP dan TWNC juga sudah melepaskan hewan langka lainya termasuk trenggiling (Manis javanica) dan penyu (Chelonioidea) ke habitatnya masing-masing.
  • Program Pemberdayaan Masyarakat, untuk memberdayakan masyarakat/penduduk sekitar TWNC, agar dapat bekerja mendukung aktivitas go-green AGP dalam merevitalisasi hutan yang sudah digunduli.
  • Program spesial untuk memberdayakan mantan pecandu narkoba melalui Program Rehabilitasi Narkoba dalam aktivitas konservasi. Ini merupakan Program Kerjasama antara AGP-TWNC dan Badan Narkotika Nasional.Tujuan dari program ini adalah untuk mengurangi jumlah mantan pecandu yang kambuh dan untuk melibatkan mereka dalam kerja bersama AGP di TWNC atau area konservasi lainnya. Program ini menyatukan antara rehabilitasi narkoba dengan alam konservasi TWNC, hal ini untuk mendorong mantan pecandu menata kembali hidup dan gaya hidup mereka melalui kerja dan hidup di area konservasi TWNC dan melalui program eco-tourisme. Program ini telah dipresentasikan oleh pendiri Artha Graha Peduli, Tomy Winata, dalam pertemuan tahunan UNODC (United Nation on Drugs and Crime/Badan PBB yang mengurus Narkoba dan Kejahatan) 2013 di Vienna, Austria pada. Direktur Eksekutif UNODC, Yuri Fedotov memberikan apresiasi tinggi pada program TWNC ini. Dia dengan tegas menyatakan bahwa UNODC akan mendorong negara lain mengunjungi Tambling untuk mempelajari model dari Program Pasca Rehabilitasi Narkotik ini.
  • Program Eco Tourisme, berbasis keuntungan lingkungan dengan membatasi jumlah orang yang berkunjung dan menyediakan produk dan aktivitas yang ramah lingkungan seperti produk yang dapat terurai alami dan aktivitas menanam pohon sebagai program komplementer bagi pengunjung

Kawasan Pelestarian Hutan Terbaik di Indonesia

sunting

Sekarang, masyarakat dapat melihat pengelolaan hutan liar yang baik, rantai makanan yang komplet[4] yang ditandai dengan tidak adanya konflik harimau di TWNC, konservasi laut yang terlindungi dan terpelohara dan banyak lagi fasilitas lain di TWNC. Sebagai bukti, kondisi ini telah menarik banyak orang, institusi nasional dan internasional mengunjungi TWNC, di antaranya adalah UNESCO,[5] IUCN, Bank Dunia, Phantera,[6] UNODC dan beberapa selebritis. Tahun 2012, Kylie Minogue mengunjungi TWNC ketika tur di Indonesia. Setidaknya 15 Duta besar dari beberapa negara telah mengunjungi TWNC ketika diadakan Festival Krakatau pada tahun 2009.[7] Media-media utama yang mewakili nasional dan internasional telah berkunjung dan meliput, di antaranya The New York Time,[8] International Herald Tribunes,[9] National Geographic, dan CCTV 4.[10]

Tantangan yang Dihadapi

sunting

Meskipun AGP telah menjalankan TWNC sejak 1998, masih banyak tantangan yang dihadapi. Di antaranya adalah mengatasi Mantangan (Meremia peltata)[11] yang tumbuh dan menyebar secara agresif menutupi pohon dan bahkan menyebabkan matinya beberapa pohon. Selain itu, TWNC juga menghadapi erosi daerah pantai. Beberapa pantai di area TWNC telah tererosi sepanjang 20 meter. Hal ini merupakan bagian dari efek pemanasan global yang terjadi di daerah pantai. Akibat pemanasan global, Indonesia yang asalnya memiliki 17.508 pulai sekarang berkurang menjadi 17.400 pulau karena naiknya permukaan laut.[12]

Dukungan Mancanegara

sunting

Sebagai negara dunia ketiga yang telah diklasifikasikan dan ditunjuk sebagai negara paru-paru dunia, Indonesia menghadapi beberapa tantangan dan kesulitan dalam memelihara hutan untuk keuntungan seluruh umat manusia. Salah satu isu penting dan utama adalah pendanaan yang harus menjadi pemikiran semua negara, institusi dan individu yang peduli dan mendukung aktivitas go-green.[13][14]

TWNC sebagai konservasi hutan terbaik di Indonesia telah menunjukan da menampilkan pada dunia bagaimana merevitalisasi dan memeliara hutan liar yang telantar, namun demikian, namun demikian usaha TWNC ini butuh dukungan dan bantuan yang besar dari semua stakeholder. Tanpa dukungan dan bantuan dunia, usaha yang telah dilakukan akan sia-sia karena habisnya dana dan masyarakat akan menderita dalam menyelamatkan aset bumi, Hutan.[15]

Referensi

sunting