Taman Nasional Kepulauan Seribu

taman nasional di Indonesia

Taman Nasional Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 45 km sebelah utara Jakarta.

Taman Nasional Kepulauan Seribu
Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
IUCN Kategori II (Taman Nasional)
Peta Taman Nasional Kepulauan Seribu
Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Kepulauan Seribu
Peta memperlihatkan letak Taman Nasional Kepulauan Seribu
TN Laut Kepulauan Seribu
Lokasi di Pulau Jawa
LetakLaut Jawa, Indonesia
Kota terdekatJakarta
Koordinat5°44′44″S 106°36′55″E / 5.74556°S 106.61528°E / -5.74556; 106.61528Koordinat: 5°44′44″S 106°36′55″E / 5.74556°S 106.61528°E / -5.74556; 106.61528
Luas107,489 hektare (265,61 ekar)
Didirikan10 Oktober 1982 (1982-10-10)
Pengunjung777.008 (tahun 2019[1])
Pihak pengelolaKementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Situs webtnlkepulauanseribu.menlhk.go.id

Secara administratif, kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu berada dalam wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, terletak di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, dan mencakup tiga kelurahan yang berbeda, yaitu Kelurahan Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Kelapa, dan Kelurahan Pulau Harapan.[2]

Secara geografis Taman Nasional ini terletak pada 5°24’ - 5°45’ LS, 106°25’ - 106°40’ BT' dan mempunyai luas sekitar 107.489 ha,[a] yang terdiri atas wilayah perairan laut seluas 107.489 ha[b] dan 2 buah pulau, yaitu Pulau Penjaliran Barat dan Pulau Penjaliran Timur, seluas 39,50 ha. Dengan demikian, pulau-pulau lain (wilayah daratan) yang berjumlah 108, sesungguhnya tidak termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.

Sejarah Penunjukan Kawasan sunting

Untuk Kepulauan Seribu, usaha pengaturan wilayah perairan laut-nya sudah cukup lama dilakukan, baik melalui peraturan daerah maupun melalui peraturan pusat. Pengaturan pemanfaatan wilayah Kepulauan Seribu dari pemanfaatan SDA yang berlebihan dimulai oleh Pemerintah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta, antara lain sebagai berikut:

  1. PERDA Kotapraja Jakarta Raya Nomor 7 tahun 1962 tanggal 30 Maret 1962 tentang Pelarangan Pengambilan Batu Barang, Basir, Batu dan Kerikil dari Pulau-Pulau dan Beting-Beting Karang dalam Wilayah Lautan Kotapraja Jakarta Raya.
  2. Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Nomor Ib.3/3/26/1969 tanggal 3 Desember 1969 tentang Pengamanan Penggunaan Tanah di Kepulauan Seribu.
  3. Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Nomor Ca.19/1/44/1970 tanggal 6 Nopember 1970 tentang Penutupan Perairan di Sekeliling Taman-Taman Karang di Gugusan Kepulauan Seribu untuk Penangkapan Ikan Oleh Nelayan-Nelayan Sebagai Mata Pencaharian (Profesional).
  4. Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Nomor Ea.6/1/36/1970 tanggal 31 Desember 1970 tentang Larangan Penangkapan Ikan dengan Mempergunakan Alat Bagan di Lautan/Perairan Dalam Wilayah Daerah Ibu kota Jakarta.
  5. Keputusan Gubernur/Kepala Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Nomor Da.11/24/44/1972 tanggal 27 September 1972 tentang Ketentuan dan Persyaratan Pemberian Izin Penunjukkan Penggunaan Tanah Untuk Mengusahakan/ Menempati Pulau-Pulau di Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibu kota Jakarta.
  6. Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penataan dan Pengelolaan Kepulauan Seribu Kotamadya Jakarta Utara.

Dengan memperhatikan adanya indikasi potensi kawasan dan pemanfaatan SDA laut di wilayah Kepulauan Seribu yang tinggi, Pemerintah Pusat melakukan beberapa pengaturan antara lain sebagai berikut:

  1. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 527/Kpts/Um/7/1982 tanggal 21 Juli 1982, yang menunjukkan wilayah seluas 108.000 hektare Kepulauan Seribu sebagai Cagar Alam dengan nama Cagar Alam Laut Pulau Seribu.
  2. SK Menteri Kehutanan Ab 161/Kpts-II/95, tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu Seluas 108 ha menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
  3. Keputusan Direktur Taman Nasional dan Hutan Wisata Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan Nomor 02/VI/TN-2/SK/1986 tanggal 19 April 1986 tentang Pembagian Zona di Kawasan TNKpS.
  4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995 tanggal 21 Maret 1995 tentang Perubahan Fungsi Cagar Alam Laut Kepulauan Seribu yang Terletak di Kotamadya Daerah Tingkat II Jakarta Utara Daerah Khusus Ibu kota Jakarta Seluas +/- 108.000 (Seratus Delapan Ribu) Hektar Menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.
  5. Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor: 220/Kpts-II/2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan di Wilayah Provinsi Daerah Ibu kota Jakarta Seluas 108.475,45 Hektar.
  6. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Penetapan KPA Perairan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu seluas 107.489 (Seratus tujuh empat ratus delapan puluh sembilan) hektare di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta. Didasarkan atas berita acara tata batas KPA perairan Taman Nasional Kepulauan Seribu oleh Bupati Administrasi Kepulauan Seribu pada tahun 2001.
  7. Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Nomor: SK.05/IV-KK/2004 tentang Pembagian Zona Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu.
  8. Dalam rangka optimalisasi pengelolaan Taman Nasional sesuai dengan kekhasannya maka Direktorat Jenderal Perlindungan dan Kawasan Alam menetapkan di Taman Nasional model, melalui Keputusan Direktur Jenderal Nomor SK. 69/IV-Set/HO/2006 dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu merupakan salah satu Taman Nasional Model.

Kondisi fisik sunting

Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu tersusun oleh ekosistem pulau-pulau sangat kecil dan perairan laut dangkal, yang terdiri dari gugus kepulauan dengan 78 pulau sangat kecil, 86 gosong pulau dan hamparan laut dangkal pasir karang pulau sekitar 2.136 hektare (reef flat 1.994 ha, laguna 119 ha, selat 18 ha dan teluk 5 ha), terumbu karang tipe fringing reef, hutan bakau dan lamun bermedia tumbuh sangat miskin hara/lumpur, dan kedalaman laut dangkal sekitar 20–40 m. Terdapat 3 (tiga) ekosistem utama pembentuk sistem ekologis kawasan TNKpS, yaitu: hutan pantai, hutan mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Secara ekologis ketiga ekosistem utama tersebut merupakan penyangga alami bagi daratan pulau yang memberikan sumbangan manfaat bagi manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.

Daratan gugus pulau-pulau di kawasan TNKpS bertopografi landai (datar), mempunyai tipe iklim A (Schmidt dan Ferguson, 1951) yaitu daerah iklim tropika basah di mana dipengaruhi oleh 2 (dua) musim yaitu musim barat (Januari - Februari) dan musim timur (Juli - Agustus). Kondisi iklim tahunan menunjukkan bahwa curah hujan di Jakarta dan Kepulauan Seribu setiap bulannya berkisar antara 124,78 mm (bulan Agustus) hingga 354,38 mm (bulan Januari) dengan rata-rata setiap tahunnya adalah 3.810,27 mm (BMG Jakarta, periode 1992 s/d 1996).

Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu pada musim Barat adalah sebesar 0,5-1,5 meter, sedangkan pada musim Timur adalah sebesar 0,5-1,0 m (Dihiros TNI-AL, 1986). Tinggi gelombang sangat bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya disebabkan oleh variasi kecepatan angin dan adanya penjalaran gelombang dan perairan sekitarnya, sesuai dengan letak gugusan Kepulauan Seribu yang berbatasan dengan perairan terbuka. Gelombang didominasi oleh arah Timur-Tenggara yang dipengaruhi oleh refraksi pada saat memasuki daerah tubir. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch Indonesia pada bulan Nopember 1998 - Agustus 1999 di Pulau Kelapa mencatat tinggi gelombang pada kisaran 0,05-1,03 meter dengan periode gelombang berkisar antara 2,13-5,52 detik.

Pengukuran pada tahun 1999 (Jurusan Teknik Geodesi-ITB) mencatat kecepatan arus di Pulau Pramuka, Pulau Panggang dan Pulau Karya pada kondisi pasang purnama (spring tide) sebesar 5 – 48 cm/dt dengan arah bervariasi antara 3 - 348°. Di lokasi yang sama pada kondisi pasang perbani (neep tide) kecepatan arus tercatat sebesar 4 – 30 cm/dt dengan arah bervariasi antara 16 - 350°. Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch – BPPT di P. Kelapa pada bulan November dan Desember 1998 mencatat kecepatan arus pada kisaran 0,6 cm/dt hingga 77,3 cm/dt dengan rata-rata kecepatan sebesar 23,6 cm/dt dengan dominasi arah arus ke arah Timur – Timur Laut.

Kawasan Kepulauan Seribu memiliki topografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0-2 meter d.p.l. dengan tingkat abrasi pulau-pulau termasuk dalam kategori sedang sampai dengan berat. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1-1,5 meter. Morfologi Kepulauan Seribu dengan demikian merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi karang yang membentuk atol maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir di seluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara lain di Pulau Pari, Pulau Kotok dan Pulau Tikus. Air tanah di Kepulauan Seribu dapat berupa air tanah tidak tertekan yang dijumpai sebagai air sumur yang digali dengan kedalaman 0,5 – 4 meter pada beberapa pulau berpenghuni. Air tanah tertekan juga dijumpai di beberapa pulau, seperti Pulau Pari, Pulau Untung Jawa dan Pulau Kelapa (Dinas Pertambangan DKI Jakarta). Keberadaan air tanah di Kepulauan Seribu terkait dengan penyebaran endapan sungai purba yang menjadi dasar tumbuhnya karang.

Fauna sunting

Kawasan TNKpS termasuk wilayah perairan Laut Jawa di bagian utara Teluk Jakarta. Karena termasuk dalam Paparan Sunda, maka perairan laut di kawasan ini merupakan perairan laut dangkal dengan pulau-pulau karang dan paparan karang serta terumbu karang (reef flat dan coral reef). Taman Nasional ini mempunyai SDA yang khas yaitu keindahan alam laut dengan ekosistem karang yang unik seperti terumbu karang, ikan hias dan ikan konsumsi, echinodermata, crustacea, molusca, penyu, tumbuhan laut dan darat, mangrove, padang lamun, dan lain-lain.

Berdasarkan kriteria kegiatan budidaya perikanan berupa kondisi fisik geofisik (keterlindungan, kedalaman perairan, dan substrat dasar laut), oceanografis (kecepatan arus), dan kualitas air (kecerahan dan salinitas), kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan budidaya perikanan laut seluas 904,17 ha, di antaranya 622,49 ha (66%) dalam kawasan TNKpS. Berdasarkan kriteria kepariwisataan berupa keindahan alam, keaslian panorama alam, keunikan ekosistem, tidak adanya gangguan alam yang berbahaya, dan ketersediaan sarana dan prasarana pendukung, kapasitas Kepulauan Seribu untuk pengembangan pariwisata seluas 872,06 ha dengan kapasitas pengunjung 2.318 orang per hari, di antaranya 795,38 ha dan 1.699 Orang per hari (73%) adalah kapasitas dalam kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu.

Ekosistem terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu pada umumnya berbentuk fringing reef (karang tepian) dengan kedalaman 1 - 20 meter. Bentukan terumbu karang seperti ini secara tidak langsung dapat mengurangi deburan ombak yang dapat mengikis bagian pantai pulau-pulau di Kepulauan Seribu yang termasuk dalam kategori pulau-pulau sangat kecil. Jumlah jenis karang keras (hard coral) yang ditemukan di perairan TNKpS adalah sebanyak 62 marga dengan kelimpahan 46.015 individu/ha (pada tahun 2005) dan 61 marga dengan kelimpahan 35.878 individu/ha. Jenis-jenis karang keras yang dapat ditemukan seperti karang batu (massive coral) misalnya Montastrea dan Labophyllia, karang meja (table coral), karang kipas (Gorgonia), karang daun (leaf coral), karang jamur (mushroom coral), dan jenis karang lunak (soft coral) sebanyak 29 marga dengan kelimpahan 62.985 individu/ha. Beberapa tipe koloni karang yang ada antara lain Acropora tabulate, Acropora branching, Acropora digitate, Acropora submassive, branching, massive, encrusting, submassive, foliose dan soft coral. Beberapa jenis karang yang telah menjadi komoditas komersial antara lain Acropora sp., Porites sp., Favia sp., Gorgonian sp., dan Akar Bahar atau Black Coral (Antiphates sp.) yang merupakan salah satu jenis biota laut yang masih dalam Appendix 2 CITES. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kondisi rata-rata tutupan karang di TNKpS mengalami peningkatan. Adapun perkembangan tutupan karang padatan pada tahun 2003 sampai dengan 2009, yaitu 33,00% (2003), 31,98% (2005), 33,44% (2007) dan 34,60% (2009). Kondisi tutupan karang di Zona Pemanfaatan Wisata adalah 30,67% (2003), 40,05% (2005), 31,50% (2007) dan 38,6% (2009). Adapun kondisi tutupan karang di Zona Permukiman adalah 40,63% (2003), 31,98% (2005), 33,44% (2007) dan 34,1% (2009).

Keanekaragaman dan kelimpahan organisme ikan karang di perairan kawasan TNKpS pada tahun 2007 di perairan Zona Inti sebesar 29.382 individu ikan/ha, perairan Zona Pemanfaatan Wisata sebesar 49.600 individu ikan/ha, dan perairan Zona Permukiman sebesar 32.280 individu ikan/ha. Jenis ikan hias yang hidup di kawasan TNKpS antara lain kepe-kepe (famili Chaetodontide), ikan serinding (famili Apogonidae), ikan betok (famili Pomacentride) dan ikan ekor merah (famili Caesiodidae). Sedangkan jenis ikan untuk konsumsi antara lain adalah baronang (Siganus sp.), tenggiri (Scomberomorus sp.), ekor kuning (Caesio spp.), kerapu (Famili Serranidae) dan tongkol (Eutynus sp.). Moluska (binatang lunak) yang dijumpai terdiri dari Gastropoda, Pelecypoda, termasuk jenis yang dilindungi di antaranya adalah kima raksasa (Tridacna gigas) dan kima sisik (Tridacna squamosa). Ada sekitar 295 jenis Gastropoda, 97 jenis Pelecypoda, 20 jenis Bivalvia seperti kima sisik (Tridacna squamosa), kima pasir (Hippopus hippopus) dan kima raksasa (T. gigas) serta beberapa jenis Chepalopoda seperti cumi-cumi (Loligo vulgaris), sotong (Sepia sp.) dan gurita (Octopus sp.). Jenis reptil antara lain adalah penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), ular sanca (Python sp.) dan biawak (Varanus sp.). Mamalia yang dijumpai adalah kucing hutan (Felis bengalis) dan lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus). Echinodermata yang banyak dijumpai di antaranya adalah bintang laut, lili laut, teripang dan bulu babi yang juga merupakan indikator kerusakan terumbu karang. Crustacea yang banyak dikonsumsi antara lain kepiting, rajungan (Portumus sp.) dan udang karang (Spiny lobster). Burung-burung air juga banyak ditemukan di Kepulauan Seribu, antara lain jenis camar (Sterna sp.) dan cikalang (Fregata spp.).

Kawasan TNKpS merupakan habitat bagi penyu sisik (Eretmochelys imbricata) yang dilindungi, dan keberadaannya cenderung semakin langka. Dalam upaya pelestarian satwa ini, selain dilakukan perlindungan terhadap tempat-tempat penelurannya seperti Pulau Peteluran Timur, Penjaliran Barat, Penjaliran Timur dan Pulau Belanda, telah dilakukan juga pengembangan pusat penetasan, pembesaran dan pelepasliaran penyu sisik di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa. Kegiatan di Pulau Pramuka dan Pulau Sepa tersebut dilakukan dengan cara mengambil telur dari pulau-pulau tempat bertelur untuk ditetaskan secara semi alami. Anak penyu (tukik) hasil penetasan tersebut kemudian sebagian dilepaskan kembali ke alam, dan sisanya dipelihara untuk dilepaskan secara bertahap.

Flora sunting

Jenis-jenis vegetasi yang dapat dijumpai di Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu adalah pandan laut (Pandanus tectorius), butun (Barringtonia asiatica), cemara laut (Casuarina equisetifolia), mengkudu (Morinda citrifolia), sentigi (Pemphis acidula), ketapang (Terminalia Catappa) dan seruni (Wedelia biflora). Ekosistem mangrove asli dalam kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu hanya terdapat di 11 pulau, yaitu Pulau Penjaliran Barat, Penjaliran Timur, Jagung, Sebaru Besar, Puteri Barat, Pemagaran, Melintang, Saktu, Harapan, Kelapa, Tongkeng. Terdapat 15 jenis mangrove sejati yaitu, Avicennia marina (Forssk.) Vierh, Bruguiera gymnorrhiza (L.) Lam., Bruguiera cylindrica (L.) Blume, Ceriops tagal C.B. Rob, Rhizophora stylosa Griff., Rhizophora apiculata Blume., Sonneratia alba J. Sm., Sonneratia caseolaris (L.) Engl., Lumnitzera racemosa Willd., Xylocarpus granatum Koen., Xylocarpus molluccensis (Lam.) M. Roem., Xylocarpus rumphii (Kostel.) Mabb., Aegiceras corniculatum L. Blanco, Pemphis acidulata J. R. Forst. & G. Forst., Excoecaria agallocha L.. Jenis mangrove yang paling dominan dalam kawasan TNKpS adalah jenis Rhizophora stylosa Griff. Untuk jenis tumbuhan laut, kawasan TNKpS ditumbuhi 7 jenis lamun dan 18 jenis alga (rumput laut). Jenis lamun yang dapat teridentifikasi yaitu Thalassia hemprichii (Ehrenb.) Asch., Cymodocea rotundata Ehrenb. & Hempr. ex Asch., Cymodocea serrulata (R.Br.) Asch. & Magnus, Enhalus acoroides (L.F.) Royle, Halophila ovalis (R. Brown) J.D. Hooker, Syringodium isoetifolium (Ascherson) Dandy, Halodule uninervis (Forsk.) Asch. Sedangkan jenis alga (rumput laut) dapat dipisahkan ke dalam tiga kelompok, yaitu 9 jenis alga hijau (Chlorophyta), 3 jenis alga coklat (Phaeophyta) dan 6 jenis alga merah (Rhodophyta).

Pemanfaatan dan Status Lahan sunting

Pulau-pulau dalam kawasan TNKpS dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, yaitu resort wisata, permukiman penduduk Kepulauan Seribu, dan beberapa pulau sebagai tempat peristirahatan pribadi. Sedangkan perairan dalam kawasan TNKpS di Zona Permukiman digunakan sebagai tempat budidaya perikanan alami tradisional dan areal penangkapan ikan penduduk lokal Kepulauan Seribu.

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat sunting

Sebaran dan Komposisi Penduduk sunting

Jumlah penduduk pada Kecamatan Kepulauan Seribu Utara berdasarkan data dari Kecamatan Kepulauan Seribu Utara tahun 2008 secara keseluruhan berjumlah 13.190 jiwa yang tersebar di tiga Kelurahan yaitu Kelurahan Pulau Panggang (5.486 jiwa), Kelurahan Pulau Kelapa (5.555 jiwa) dan Kelurahan Pulau Harapan (2.149 jiwa). Kalau dilihat dari kepadatan penduduk terlihat seolah-olah kepadatan penduduk rendah, tetapi dari beberapa pulau yang berada dalam satu kelurahan hanya pulau-pulau tertentu yang ditempati untuk permukiman sehingga kepadatan penduduk pada pulau-pulau tersebut tinggi.

Pendidikan sunting

Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu bulan Maret tahun 2010, menyatakan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Kepulauan Seribu relatif rendah yaitu 46,33% merupakan lulusan SD. Hal ini mengindikasikan bahwa sumber daya manusia masih memprihatinkan, sehingga perlu peningkatan dan perhatian yang cukup serius. Rendahnya pendidikan ini berkaitan dengan mata pencaharian penduduk yang sebagian besar adalah nelayan.

Dari sebaran penduduk tersebut dapat dijelaskan dari dua sudut, pertama terdapat penduduk yang sudah mengikuti pendidikan pada berbagai tingkatan, kedua terdapat sejumlah penduduk yang tidak menyelesaikan pendidikannya hingga Sekolah Dasar. Sebagai salah satu Kabupaten Administratif dari DKI, Kepulauan Seribu memiliki sisi positif dan juga negatif. Segi positif yang dimiliki adalah sebagai kawasan urban yang dekat dengan ibu kota negara, maka Kabupaten Administratif memiliki masyarakat dengan corak yang beragam suku mulai dari Betawi, Bugis hingga Jawa. Wilayah ini juga mempunyai keuntungan dari akses yang relatif mudah, sehingga menyebabkan mobilitas penduduk dari pulau ke daratan (Jakarta) cukup tinggi. Arus wisatawan (baik asing maupun lokal) juga cukup tinggi, didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Keuntungan lain adalah dari besarnya alokasi APBD dan cukup banyaknya lembaga-lembaga (seperti LIPI, Perguruan Tinggi, sektor swasta, ormas keagamaan dan politik, serta LSM) yang melakukan kegiatan di kawasan ini.

Dampak negatif yang sudah dirasakan berupa pencemaran sampah (terutama berasal dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta) dengan volume mencapai 120 ton BOD per hari (anonymous, 1994), aktivitas wisatawan yang merusak, tumpang tindih program dan kebijakan antar lembaga dan instansi, serta tingginya pertambahan jumlah penduduk akibat perpindahan penduduk dari daratan maupun tingginya angka kelahiran dan tidak adanya relokasi penduduk karena semua pulau telah dimiliki oleh perorangan maupun swasta. Berdasarkan data statistik (2009) jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Seribu sebanyak 22.705 jiwa, dengan luas wilayah 8,70 km2, berarti kepadatan penduduknya 2.610 jiwa/km2. Pulau Panggang memiliki kepadatan penduduk tertinggi dengan 9.193 jiwa/km2. Dalam hal pendidikan, porsi terbesar adalah tamat SD atau sederajat yaitu sekitar 33.52% dan berpendidikan tamat SLTP 17,79%, SLTA sebanyak 16,61% serta yang berpendidikan akademi/universitas sebanyak 4,58%. Karena wilayahnya berupa kepulauan kecil maka sarana perhubungan untuk kegiatan pemerintahan dan perekonomian dilakukan dengan angkutan laut (kapal dan perahu motor) baik milik pemerintah daerah, swasta maupun nelayan. Dalam perekonomian daerah, kegiatan yang menonjol adalah usaha perikanan dan pariwisata. Masyarakat Kepulauan Seribu sebagian besar berprofesi sebagai nelayan, khususnya di tiga kelurahan pada Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, yakni jumlahnya mencapai 67%, umumnya berupa nelayan tradisional.

Pariwisata sunting

Kawasan TNKpS berpotensi besar untuk pengembangan wisata bahari, mengingat letaknya yang dekat dengan ibu kota negara (Jakarta), sehingga menjadikan kawasan ini mempunyai peluang pengembangan yang baik. Sejalan dengan perkembangan kota-kota besar, maka semakin banyak orang yang menginginkan kembali ke alam. Kegiatan-kegiatan wisata bahari yang dapat dilakukan di dalam kawasan taman nasional antara lain menyelam (scuba diving) pada beberapa spot selam (terdapat 26 spot selam), snorkeling, memancing, wisata pendidikan (penanaman lamun, mangrove, serta rehabilitasi karang, penyu sisik, elang bondol), berjemur di pantai, berkemah, dan lain-lain. Panorama laut di wilayah ini menjadi daya tarik alamiah bagi wisatawan. Panorama seperti pada saat matahari terbit dan matahari terbenam menjadi daya tarik tersendiri. Beberapa pulau di dalam kawasan Taman Nasional telah dikembangkan menjadi resort-resort wisata, dengan sarana pariwisata antara lain dengan dibangunnya dermaga, anjungan pengunjung, restoran dan pondok-pondok inap oleh pihak swasta. Jumlah pulau yang wilayah perairannya berada di kawasan TNKpS berjumlah 76 buah di mana dari jumlah tersebut tercatat 20 buah yang telah dikembangkan sebagai pulau wisata, 6 buah pulau yang dihuni penduduk dan sisanya dikuasai perorangan atau badan usaha.

Dinamika kehidupan masyarakat setempat sebagai masyarakat bahari sesungguhnya dapat menjadi daya tarik wisata. Kegiatan masyarakat sebagai nelayan dapat menjadi daya tarik tersendiri, khususnya di pulau-pulau permukiman. Berbagai jenis ikan dan hasil laut bisa menjadi komoditas yang memiliki nilai jual untuk ditawarkan kepada para wisatawan. Sementara itu, alat perlengkapan penangkapan ikan dapat diperkenalkan kepada para pendatang/wisatawan, seperti, karamba jaring apung, bagan, alat pancing serta perahu. Perkembangan jumlah wisatawan yang datang ke Kepulauan Seribu dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

Fasilitas Pariwisata Yang Tersedia Di Pulau Seribu sunting

Wisata alam terbuka dan wisata sejarah bisa dinikmati di Kepulauan Seribu ini, di mana orang bisa bersantai dan memanjakan diri sambil mencari hiburan di sini. Berikut fasilitas yang ada di pulau seribu.

  • Selam permukaan dan selam skuba
  • permainan / olahraga air
  • memancing
  • aquarium bawah laut di pulau Putri
  • barbeque sambil menyalakan api unggun
  • pasir pantai pulau Seribu
  • berkeliling pulau dengan menggunakan sepeda
  • berenang
  • mengunjungi tempat bersejarah

Sarana Prasarana sunting

Sarana Transportasi sunting

  • Angkutan darat

Fasilitas jalan setapak yang terdapat di pulau permukiman merupakan perkerasan dengan menggunakan material semen, namun ada sebagian yang menggunakan material aspal. Sedangkan untuk pulau wisata cenderung menggunakan material konblok sebagai jalan setapak.

  • Angkutan Laut

Pelabuhan yang mempunyai akses ke Kepulauan Seribu yaitu Marina, Kaliadem, Muara Angke, Rawasaban, Muara Kamal, Keronjo dan Maok.

  • Angkutan Udara

Fasilitas umum airstrip untuk masyarakat Kepulauan Seribu berada di Pulau Panjang, tetapi karena kondisinya saat ini sudah tidak layak pakai dan belum dipergunakan lagi. Selain itu terdapat helipad pada beberapa resort wisata yang juga digunakan sebagai sarana transportasi umum.

Sarana Jasa Pelayanan sunting

  • Pos dan Giro

Di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara hanya terdapat 1 (satu) Kantor Pos dan Giro yang bertempat di Pulau Pramuka Kelurahan Pulau Panggang.

  • Telekomunikasi

Sarana telekomunikasi sudah ada di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara terutama di pulau-pulau permukiman penduduk yaitu di Pulau Pramuka, P. Panggang, P. Kelapa dan P. Harapan dan beberapa pulau resort wisata.

  • Listrik

Semua rumah tangga di pulau-pulau permukiman penduduk sudah menggunakan listrik sebagai alat penerangannya. Sumber listrik ini berasal dari PLN.

  • Sarana air bersih

Dari hasil pengamatan di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara hampir seluruh masyarakat Kepulauan Seribu menggunakan air tanah untuk keperluan MCK, sedangkan untuk konsumsi menggunakan air mineral. Ketersediaan air ini memang cukup tetapi kualitas dari segi kesehatannya perlu mendapat perhatian dari semua pihak. Oleh sebab itu perlu diupayakan alternatif lain dalam penyediaan air minum bersih, misalnya dengan pembangunan instalasi air PAM.

  • Pasar dan Lembaga Keuangan

Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Utara tidak memiliki pasar yang merupakan fasilitas dalam perekonomian. Selama ini untuk memenuhi kebutuhan pokok dan menjual hasil penangkapan ikan, sebagian besar penduduk terpaksa menyeberang ke pasar-pasar yang ada di sekitar Jakarta dan Tangerang. Namun untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terdapat warung-warung kecil. Lembaga keuangan berupa Bank sudah tersedia di Pulau Pramuka yatu Kantor Cabang Bank DKI.

Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan sunting

Fasilitas pendidikan formal dan sarana kesehatan masih relatif minim, pada saat ini di Pulau Pramuka sudah tersedia Rumah Sakit. Di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara terdapat 19 Posyandu.

Kebijakan Pengelolaan Taman Nasional Kepulauan Seribu sunting

Kebijakan Umum sunting

Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang KSDAHE, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan KSA dan KPA, mengamanatkan beberapa ketentuan yang berkaitan dengan pengelolaan TNKpS sebagai berikut:

  • TNKpS adalah KPA yang mempunyai fungsi:
    • (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan,
    • (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, dan
    • (3) pemanfaatan secara lestari SDA hayati dan ekosistemnya.
  • Di dalam TNKpS dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, budaya, dan wisata alam, dengan tanpa mengurangi fungsi pokok dari masing-masing kawasan.
  • Zonasi adalah penetapan zona pengelolaan TNKpS sesuai dengan fungsi dan peruntukkannya.
  • Dalam keadaan tertentu dan sangat diperlukan untuk mempertahankan atau memulihkan kelestarian SDA hayati dan ekosistemnya, Pemerintah dapat menghentikan kegiatan pemanfaatan dan menutup TNKpS, sebagian atau seluruhnya untuk selama waktu tertentu.

Keputusan Direktur Jenderal PHPA Nomor 129/Kpts/DJ-VI/1996 tanggal 31 Desember 1996 tentang Pola Pengelolaan KSA, KPA, Taman Buru dan Hutan Lindung, mengamanatkan beberapa prinsip dasar pengelolaan taman nasional sebagai berikut:

  • Pendayagunaan potensi taman nasional untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penyedia plasma nutfah untuk budidaya, dan wisata alam diupayakan agar tidak mengurangi luas kawasan, tidak menyebabkan berubahnya fungsi, dan tidak memasukkan jenis tumbuhan maupun satwa yang tidak asli.
  • Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan taman nasional ditata ke dalam zona inti, zona rimba/zona bahari, dan zona pemanfaatan.
  • Dalam zona inti hanya dapat dilakukan

(1) kegiatan monitoring SDA hayati dan ekosistemnya, (2) membangun sarpras untuk monitoring, (3) kegiatan yang tidak mengubah bentang alam.

  • Dalam zona perlindungan (rimba/bahari) dapat dilakukan kegiatan

(1) penelitian, pendidikan, wisata terbatas dan kegiatan penunjang budidaya, (2) membangun sarpras untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas, (3) membangun yang tidak mengubah bentang alam, dan (4) pemanfaatan tradisional.

  • Dalam zona pemanfaatan dapat dilakukan kegiatan

(1) pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam, (2) pengusahaan wisata alam oleh dunia usaha, (3) penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan restocking, (4) membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam, (5) membangun yang tidak mengubah bentang alam, dan (6) pemanfaatan tradisional.

Masyarakat sekitar secara aktif diikutsertakan dalam pengelolaan kawasan taman nasional sejak perencanaan, pelaksanaan dan pemanfaatannya.

Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan Nomor SK.05/IV-KK/2004 tanggal 27 Januari 2004 tentang Zonasi Pengelolaan TNKpS mengamanatkan beberapa pengaturan zonasi pengelolaan TNKpS sebagai berikut:

  • Sesuai dengan kondisi dan fungsi SDA hayati dan ekosistemnya, serta tujuan pengelolaannya, kawasan TNKpS dibagi atas 4 (empat) zona, yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Permukiman.
  • Kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan pulau, yang berada dalam TNKpS, harus sesuai dengan pengaturan Zonasi TNKpS, yaitu Zona Inti, Zona Perlindungan, Zona Pemanfaatan Wisata, dan Zona Permukiman.

Kebijakan pengelolaan pada setiap zona sunting

Zona Inti Taman Nasional (4.449 ha) adalah bagian kawasan taman nasional yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.

  • Zona Inti I (1.389 ha) meliputi perairan sekitar Pulau Gosong Rengat dan Karang Rengat pada posisi geografis 5°27'00" - 5°29'00" LS dan 106°26'00" - 106°28'00" BT, yang merupakan perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan ekosistem terumbu karang.
  • Zona Inti II (2.490 ha) meliputi Pulau Penjaliran Barat dan Penjaliran Timur serta perairannya, dan perairan sekitar Pulau Peteluran Timur, Peteluran Barat, Buton, dan Gosong Penjaliran, pada posisi 5°26'36" - 5°29'00" LS dan106°32'00" - 106°36'00" BT, yang merupakan perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata), ekosistem terumbu karang, dan ekosistem hutan mangrove.
  • Zona Inti III (570 ha) meliputi perairan sekitar Pulau Kayu Angin Bira, Belanda dan bagian utara Pulau Bira Besar, pada posisi 5°36'00"-5°37'00" LS dan 106°33'36"-106°36'42" BT, yang merupakan perlindungan perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata), dan ekosistem terumbu karang.

Untuk pengelolaan dalam Zona Inti, hanya dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: (a) Pendidikan, penelitian, dan penunjang budidaya;(b) Monitoring SDA hayati dan ekosistemnya; (c) Membangun sarana prasarana untuk monitoring, yang tidak mengubah bentang alam.

Zona Perlindungan

Taman Nasional (26.284, 50 ha) adalah bagian kawasan taman nasional yang berfungsi sebagai penyangga zona inti taman nasional. Zona Perlindungan meliputi perairan sekitar Pulau Dua Barat, Dua Timur, Jagung, Gosong Sebaru Besar, Rengit, dan Karang Mayang, pada posisi geografis5°24'00"-5°30'00" LS dan 106°25'00"-106°40'00" BT, dan daratan Pulau Penjaliran Barat dan Penjaliran Timur seluas 39,5 ha. Pengelolaan dalam zona perlindungan, dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut:

(a) Pendidikan, penelitian, wisata terbatas, dan penunjang budidaya; (b) Membangun sarana prasarana untuk kepentingan penelitian, pendidikan dan wisata terbatas, yang tidak mengubah bentang alam; (c) Pembinaan habitat, pembinaan populasi, dan pemanfaatan jasa lingkungan.

Zona Pemanfaatan Wisata Taman Nasional (59.634,50 ha) adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat rekreasi dan kunjungan wisata. Zona Pemanfaatan Wisata meliputi perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar, Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka, Hantu Timur, Hantu Barat, Gosong Laga, Yu Barat/Besar, Yu Timur, Satu/Saktu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung, Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa Timur/Kecil, Sepa Barat/Besar, Gosong Sepa, Melinjo, Melintang Besar, Melintang Kecil, Perak, Kayu Angin Melintang, Kayu Angin Genteng, Panjang, Kayu Angin Putri, Tongkeng, Petondan Timur, Petondan Barat/Pelangi, Putri Kecil/Timur, Putri Barat/Besar, Putri Gundul, Macan Kecil, Macan Besar/Matahari, Genteng Besar, Genteng Kecil, Bira Besar, Bira Kecil, Kuburan Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Ketamba, Gosong Munggu, Kotok Besar, dan Kotok Kecil, pada posisi geografis 5°30'00"-5°38'00" LS dan 106°25'00"-106°40'00" BT, dan 5°38'00"-5°45'00" LS dan 106°25'00"-106°33'00" BT.

Pengelolaan dalam zona pemanfaatan wisata, dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: (a) Pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari; (b) Pengusahaan wisata alam/bahari oleh dunia usaha; (c) Penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan restocking; (d) Membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari, yang tidak mengubah bentang alam; (e) Pembinaan habitat, pembinaan populasi, dan pemanfaatan jasa lingkungan; (f) Pemanfaatan tradisional.

Zona Pemukiman Taman Nasional (17.121 ha) adalah bagian kawasan taman nasional yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan dan perumahan penduduk masyarakat. Memperhatikan Permenhut No 56 Tahun 2006 tentang Pedoman Zonasi Taman Nasional, Zona Permukiman dimaksud identik dengan Zona Khusus. Zona Khusus adalah bagian dari taman nasional yang karena kondisi yang tidak dapat dihindarkan telah terdapat kelompok masyarakat dan sarana penunjang kehidupannya yang tinggal sebelum wilayah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional antara lain sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. Zona Permukiman di Taman Nasional Kepulauan Seribu meliputi perairan sekitar Pulau Pemagaran, Panjang Kecil, Panjang, Rakit Tiang, Kelapa, Harapan, Kaliage Besar, Kaliage Kecil, Semut, Opak Kecil, Opak Besar, Karang Bongkok, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak Daun, Layar, Sempit, Karya, Panggang, dan Pramuka, pada posisi geografis 5°38'00"-5°45'00" LS dan 106°33'00"-106°40'00" BT.

Pengelolaan dalam zona permukiman, dapat dilakukan kegiatan sebagai berikut: (a) Pemanfaatan kawasan dan potensi dalam bentuk kegiatan penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari; (b) Pengusahaan wisata alam/bahari oleh dunia usaha; (c) Penangkaran jenis untuk menunjang kegiatan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan restocking; (d) Membangun sarpras pengelolaan, penelitian, pendidikan dan wisata alam/bahari, yang tidak mengubah bentang alam; (e) Pembinaan habitat dan pembinaan populasi, serta pemanfaatan jasa lingkungan; (f) Pemanfaatan tradisional; (g) Budidaya kelautan alami tradisional, budidaya kelautan alami tradisional diatur melalui rambu-rambu sebagai berikut: berlokasi dalam Zona Permukiman TNKpS, mengedepankan upaya pemberdayaan masyarakat secara nyata (adanya transfer teknologi dan siap menjadi bapak angkat usaha budidaya masyarakat, menggunakan jaring apung dan bangunan yang tidak merusak terumbu karang dan padang lamun, melakukan restocking (pelepasan bibit ke alam/laut bebas) sekitar 1% hasil budidaya, membangun sarana yang dapat dijadikan sebagai objek wisata alam bahari, biota laut yang dibudidayakan adalah jenis biota lokal (bukan jenis introduksi atau baru), melakukan konservasi ekosistem perairan laut dan atau mengadakan dana konservasi, secara periodik dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Balai TNKpS.

Penangkaran penyu sunting

Benthik sunting

Galeri sunting

Flora
 
Mengkudu
 
Cemara
laut
 
Nyamplung
 
Ketapang
 
Butun atau
Putat Laut
 
Kelapa
 
Bintaro
 
Pandan
laut
 
Waru
 
Alga merah
 
Rumput
laut
 
Rumput laut
Lamun
 
Alga hijau


Fauna
 
Biawak Air
 
Penyu sisik
 
Penyu hijau
 
penyu Tempayan
 
penyu Lekang
 
Elang Bondol
 
Burung pecuk ular
 
Burung roko-roko
 
Kakap merah
 
Cakalang
 
Tenggiri
 
Ikan Napoleon
 
Baronang
 
Kepe-Kepe

Lihat pula sunting

Catatan sunting

  1. ^ Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002.
  2. ^ Mencakup 22,65% dari luas perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.

Referensi sunting

  1. ^ "Kabupaten Kepulauan Seribu Dalam Angka 2020". BPS Kepulauan Seribu. 20 Mei 2020. Diakses tanggal 24 September 2020. 
  2. ^ "Profil". Pengelola TNL Kepulauan Seribu. Diakses tanggal 24 September 2020. 

Bacaan lanjut sunting

  • Tomascik, Tomas (1997). The ecology of the Indonesian seas, Part 1. Periplus Editions. hlm. 656. ISBN 9789625930787. 
  • Tomascik, Tomas (1997). The ecology of the Indonesian seas, Part 2. Tuttle Publishing. hlm. 1388. ISBN 9789625931630. 
  • Jordan, Clifton F. (1998). The sedimentology of Kepulauan Seribu: a modern patch reef complex in the West Java Sea, Indonesia. Indonesian Petroleum Association. hlm. 81.