Suku Walak

suku bangsa di Indonesia

Suku Walak adalah kelompok etnis yang tinggal di kawasan Pegunungan Tengah, Lembah Baliem. Lebih tepatnya Lembah Kobagma, Ilugwa, Eragayam, Wolo, dan Yalengga di pinggir Sungai Mamberamo, diantara Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Jayawijaya, dan Kabupaten Yalimo.[1][2]

Suku Walak
Walak Ab
Jumlah populasi
Sekitar 30.000 jiwa[1]
Daerah dengan populasi signifikan
 Indonesia (Papua Pegunungan)
Bahasa
bahasa Walak, bahasa Indonesia

Etimologi

sunting

Kata "Walak" berasal dari Wanlak atau Wanelak dalam bahasa Walak yang berarti "saya pergi ambil" atau "saya yang mengambil" (sedang berlangsung). Kata ini sendiri bisa juga berarti ungkapan selamat atau terima kasih.[2][3]

Sub-suku dan wilayah adat

sunting

Suku Walak sendiri memiliki 3 sub-suku yaitu:

  • Suku Walak Mbarlima
  • Suku Walak Iiluga Wologa
  • Suku Walak Ergarajam

Wilayah adat suku Walak dibagi menjadi enam, yaitu:[4]

Adat istiadat

sunting

Penamaan

sunting

Orang Walak secara umum memiliki tiga nama. Nama pertama tidak langsung diberikan saat lahir sehingga anak laki-laki dipanggil Paite, sedangkan anak perempuan Nona. Pemberian nama pertama tersebut biasa dilakukan pada acara makan-makan oleh kerabatnya, acara tersebut tidak besar karena nama pertama dianggap kurang penting dan jarang digunakan. Nama tersebut dapat berubah seperti saat ada kerabat yang meninggal. Saat masuk sekolah, bisa saja orang tersebut mendapat "nama sekolah". Nama kedua adalah "nama aluak" (terj. har.'kepala') atau klan, nama tersebut diwariskan oleh ayah. Aluak terbagi menjadi dua paroh masyarakat atau moietas yang tidak memiliki nama. Gombo dan Yikwa masuk kedalam moietas pertama, sedangkan Togodli, Karoba, dan Uaga masuk kedalam moeitas yang kedua. Kedua moietas ini memberlakukan eksogami, artinya seseorang harus mengawini pasangan dari moeitas yang berbeda. Setelah menikah wanita tetap mempertahankan nama aluaknya. Kedua nama ini yang ditulis dalam dokumentasi resmi seperti KTP.[3]

Nama ketiga adalah "nama panggilan" yang merupakan turunan feminin dari nama aluak sang wanita, atau turunan maskulin dari nama aluak ibu (bukan ayah) sang pria. Contoh turunan penamaan tersebut dapat dilihat di tabel. Karena ibu dari sang suami selalu berasal dari kelompok moietas yang sama atau bahkan kelompok Aluak yang sama oleh sang istri, nama panggilan keduanya sering kali akan memiliki kemiripan. Orang dewasa hanya dipanggil menggunakan nama panggilan tersebut, sedangkan anak-anak dipanggil menggunakan nama pertama, kodlak (perempuan) dan abedlak (laki-laki), atau panggilan saudara seperti kakak, adik, dll.[3]

Aluak Gombo Karoba Togodli
Maskulin Gomenak Karobanak Tabenak
Feminin Gomboge Karobage Tabuni

Politik dan kemasyarakatan

sunting

Suku Walak mengenal tiga kategori umur, anak-anak (kodlak= anak perempuan, abedlak = anak laki-laki), orang dewasa (kwe= wanita, ab = pria), dan orang tua (kwe angok= nenek, ab angok = kakek). Ap ngwok dalam suku Lani atau ap koktek dalam suku Dani, tidak memiliki arti yang sama dengan ab angok dalam suku Walak, pemimpin tersebut disebut kepala suku dalam Walak dan merupakan orang terpenting yang memimpin satu suku (klan) aluak atau umbu. Seseorang yang berasal dari aluak yang sama belum tentu memiliki hubungan darah, jika hubungan darah berasal dari satu nenek moyang bisa ditentukan maka disebut umbu. Dalam satu kampung terdapat posisi kepala desa, sekertaris, dan beberapa kepala suku yang mendapat gaji dari pemerintah yang dipilih oleh masyarakat satu desa. Selain itu terdapat juga jabatan dao kepala inombaye, seseorang yang dipilih untuk mengatur pembagian makanan dalam upacara bakar batu.[3] Masyarakat suku Walak terhimpun dalam satu organisasi yang disebut Ikatan Keluarga Suku Walak (IKSWAL).

Budaya

sunting

Busana

sunting

Untuk menutup aurat lelaki dewasa, suku Walak menggunakan pakaian tradisional koteka yang disebut hebe atau kebe, sedangkan pakaian tradisional wanita adalah rok rumput yang disebut sali atau wah.[5]

Rumah adat

sunting

Rumah-rumah suku walak yang berkerabat berkumpul kedalam satu unit gugus yang disebut lokasi, gugus tersebut bisa ditempati satu keluarga inti, atau beberapa keluarga inti yang berhubungan dekat. Rumah honai laki-laki suku Walak disebut belamu dan biasanya terletak di ujung berlawanan dari pintu masuk. Belamu akan diapit oleh rumah-rumah wanita yang disebut uma. Rumah memasak yang disebut konela biasa terletak diantara rumah wanita atau dipinggir. Selain itu gugus tersebut akan memiliki kandang babi dan kebun kecil. Biasanya laki-laki akan tidur di belamu dan wanita dan anak-anak tidur di uma. Akan tetapi paraturan tidur suku Walak cukup fleksibel, sehingga bisa saja laki-laki tidur di lantai dua dan wanita tidur di lantai satu honai yang sama, ketika situasi mendesak.[3]

Tarian Ambiaro

sunting

Sebuah tarian yang dibawakan 24 orang, 12 laki-laki dan 12 perempuan. Mereka berbentuk lingkaran dan 1 hingga 2 orang mengitari dan berperan sebagai panglima perang yang melindungi kaumnya. Lalu tarian ini biasa diiringi oleh musik Goknggaik dan lagu Wasioayamari (mari kita bersatu).[6]

Tarian ini menceritakan tentang nenek moyang orang Papua yang diyakini datang dari Yunnan, melintasi Taiwan, Filipina, Papua Nugini, dan dari timur menuju Pulau Ifala, lalu ke Genyem. Dari Genyem lalu menyebar ke berbagai pelosok pulau Papua.[6]

Kostum yang digunakan yaitu cawat untuk menutup bagian bawah kaum wanita, sedangkan untuk pria pakaian aslinya menggunakan koteka dengan membawa alat perang berupa tombak yang terbuat dari kayu yang panjangnya 3-4 meter. Pada bagian kepala mereka menggunakan ikat kepala yang terbuat dari bulu binatang, untuk pria menggunakan warna merah yang ditambahi dengan buluh burung dan untuk wanita menggunakan warna putih. Badan diwarnai coklat dan hitam. Warna hitam berasal dari campuran minyak kelapa dan arang, sedangkan coklat berasal dari tanah liat.[6]

Referensi

sunting
  1. ^ a b "Tarian Asmat dan Walak Mamberamo Meriahkan FDS". Antara News. 2010-06-20. Diakses tanggal 2023-02-02. 
  2. ^ a b Bael, Wandikbo (2016-03-05). "Suku Walak dan Keberadaan Suku Walak". the Walak. Diakses tanggal 2023-02-02. 
  3. ^ a b c d e Shah, Rachel (2016-12-08). An Ethnographic Analysis of the Use of Schooling as an International Development Tool in Eragayam Tengah, Papua (Tesis). Durham University. https://etheses.dur.ac.uk/11893/. Diakses pada 2024-08-30. 
  4. ^ "Puluhan Masyarakat Adat Hadiri Serah Terima Jabatan Keluarga Suku Walak". Reformasi Aktual. 2022-03-27. Diakses tanggal 2023-02-06. 
  5. ^ Karoba, Litari; Yuliana, Y.; Manalip, Lenny M.M. (December 2020). "Modernisasi Pendidikan Bagi Perempuan Suku Walak di Distrik Wollo Kabupaten Jayawijaya". Cenderawasih: Jurnal Antropologi Papua. 1 (2): 65–80. doi:10.31947/jap.v1i2.xxxx . Diakses tanggal 2024-08-30. 
  6. ^ a b c "Tarian Ambiaro". Warisan Budaya Takbenda. Diakses tanggal 2023-02-02.