Sistem penomoran kereta api di Indonesia

artikel daftar Wikimedia

Sistem penomoran kereta api di Indonesia adalah sistem penomoran yang digunakan pada lokomotif, kereta penumpang, gerbong barang, dan kereta dengan fasilitas dan fungsi yang lainnya. Pertama kali sistem penomoran berasal dari sistem penomoran Belanda yang digunakan oleh perusahaaan kereta api di Hindia-Belanda seperti Staatsspoorwegen (SS), Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS), Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS), dan lain-lainnya. Pada sistem penomoran lokomotif perusahaan Hindia-Belanda, sistem penomoran lokomotif adalah bedasarkan kelas dan nomor urut lokomotif milik perusahaan yang bersangkutan, misalnya lokomotif kelas SS 1700, NIS 1100, DSM 227, SCS 900, dan sebagainya. Kemudian pada masa penjajahan Jepang, sistem penomoran pada lokomotif mengalami perubahan. Sistem penomoran lokomotif Belanda pada masa penjajahan Jepang diganti dengan sistem penomoran sesuai dengan susunan roda AAR dan klasifikasi UIC, yaitu menurut jumlah sumbu/poros/as roda (gandar) penggerak. Sistem ini masih digunakan pada penomoran lokomotif diesel hingga masa kini.

Lokomotif diesel seri CC 201 yang bernomor CC 201 89 02.
Lokomotif diesel seri CC 201 yang bernomor CC 201 89 02.
Lokomotif diesel seri D301 yang bernomor D301 21.
Lokomotif diesel seri D301 yang bernomor D301 21.
Lokomotif listrik seri ESS 3200 yang bernomor ESS 3201.
Lokomotif listrik seri ESS 3200 yang bernomor ESS 3201.

Masa kini sunting

Seperti telah diketahui bahwa sarana perkeretaapian yang meliputi lokomotif, kereta, kereta penumpang dan gerbong beserta peralatan khusus perlu diberikan penomoran sebagai identitas dari sarana yang bersangkutan, maka menurut Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian [1] disusunlah identitas sarana perkeretaapian yang menggambarkan 4 poin utama sebagai berikut.

a. kodifikasi jenis sarana kereta api;
b. klasifikasi sarana kereta api;
c. tahun mulai beroperasinya sarana kereta api; dan
d. nomor urut sarana kereta api.

Sistem penomoran di atas terbagi menjadi 4 macam, antara lain sebagai berikut.

Lokomotif sunting

Format penomoran sarana lokomotif yang digunakan adalah:

[jumlah gandar penggerak dalam huruf] [klasifikasi lokomotif] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]

Keterangan:

  • Jumlah gandar penggerak menyatakan banyaknya gandar dalam satu bogie yang dinyatakan dalam huruf berupa "A" untuk 1 gandar penggerak, "B" untuk 2 gandar penggerak, "C" untuk 3 gandar penggerak, dan "D" untuk 4 gandar penggerak.
  • Klasifikasi lokomotif terdiri dari 3 digit angka. Angka pertama menunjukkan kode sistem penggerak lokomotif yaitu:
  • Sedangkan angka kedua dan ketiga yang diawali dengan angka 00 menunjukkan seri lokomotif.
  • Tahun mulai operasi/dinas menunjukkan angka tahun mulai beroperasinya lokomotif bersangkutan.
  • Nomor urut diberikan dalam 2 digit angka berdasarkan tahun mulai operasi/dinas.
  • Keterangan depo induk harus selalu diletakkan di bawah plat nomor, kecuali CC206 yang diletakkan di bawah logo KAI.

Contoh:

BB 200 57 01
DEPO INDUK LT
BB menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki 2 gandar penggerak, 200 menunjukkan jenis lokomotif diesel elektrik jenis 00 dengan tahun mulai operasi 1957 serta nomor urut 01. LT: Lahat
BB 300 59 01
DEPO INDUK TG
BB menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki 2 gandar penggerak, 300 menunjukkan jenis lokomotif diesel hidrolik jenis 00 dengan tahun mulai operasi 1959 serta nomor urut 01. TG: Tegal
CC 201 77 01R
DEPO INDUK SDT
CC menunjukkan lokomotif dengan 2 bogie dengan masing-masing bogie memiliki 3 gandar penggerak, 201 menunjukkan jenis lokomotif diesel elektrik jenis 01 dengan tahun mulai operasi 1977 serta nomor urut 01 dan telah menjalani mid overhaul. SDT: Sidotopo.

Kereta (penumpang) sunting

Format penomoran sarana kereta yang digunakan adalah:

[kelas kereta] [jenis kereta] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]

Keterangan:

  • Kelas kereta menunjukkan jenis kelas dan fasilitas dari kereta bersangkutan, dinyatakan dengan kode huruf dan satu digit angka yaitu
  • Kode huruf "K" menunjukkan kereta penumpang biasa,
  • Kode huruf "T" menunjukkan kereta penumpang kompartemen atau kereta tidur,
  • Kode huruf "M" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang makan dan dapur,
  • Kode huruf "P" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas genset diesel, dan
  • kode huruf "B" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang bagasi. (kode huruf ini bisa saling bersusun seperti KP, MP, KMP, dan BP).
  • kode huruf "KP" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas penumpang dan pembangkit.
  • kode huruf "MP" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang makan/dapur dan ruang Pembangkit.
  • kode huruf "KMP" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang penumpang, ruang makan/dapur dan ruang pembangkit.
  • kode huruf "KM" menunjukkan kereta yang dilengkapi fasilitas ruang penumpang dan ruang makan/dapur.
  • Jenis kereta menunjukkan kereta yang ditarik lokomotif atau memiliki penggerak sendiri dengan rincian:
  • Tahun mulai operasi dan nomor urut; cukup jelas.

Contoh:

K1 0 18 01 JAKK
Kode di atas menunjukkan kereta kelas eksekutif (K1) yang ditarik lokomotif dengan tahun mulai operasi 2018 dan nomor urut 01. JAKK: kepemilikan depo Jakarta Kota.
K3 1 97 11 BUD
Kode di atas menunjukkan kereta rel listrik (KRL) dengan fasilitas ruang penumpang kelas ekonomi (K3) dengan tahun mulai operasi 1997 dan nomor urut 11. BUD: kepemilikan depo Bukit Duri.
K3 3 13 05 SDT
Kode di atas menunjukkan kereta rel diesel hidraulik (KRDH) dengan fasilitas ruang penumpang kelas ekonomi (K3) dengan tahun mulai operasi 2013 dan nomor urut 05. SDT: kepemilikan depo Sidotopo.
T1 0 08 02 JAKK
Kode di atas menunjukkan kereta kelas tidur compartement suite (T1) yang ditarik lokomotif dengan tahun mulai operasi 2008 dan nomor urut 02. JAKK: kepemilikan depo Jakarta Kota.

Gerbong (barang) sunting

Format penomoran sarana gerbong yang digunakan adalah:

[jenis gerbong] [kapasitas muat] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]

Keterangan:

  • Jenis gerbong menunjukkan jenis bentuk gerbong bersangkutan dengan rincian:
    • GD untuk gerbong datar (PPCW, PKPKW, dsb.);
    • GB untuk gerbong terbuka (YYW, ZZOW, TTW, KKBW, dsb.);
    • GT untuk gerbong tertutup (GW, GGW, GR, dsb.); dan
    • GK untuk gerbong tangki/silinder.
  • Kapasitas muat menunjukkan daya angkut maksimum dalam satuan ton, dinyatakan dalam dua digit angka.
  • Tahun mulai operasi dan nomor urut; cukup jelas.

Contoh:

  • GD 30 56 010 LT

Kode ini menunjukkan gerbong datar dengan kapasitas muat maksimum 30 ton, mulai dioperasikan sejak 1956 dengan nomor urut sarana 10. LT: kepemilikan depo Lahat.

  • GD 42 12 501 JAKG

Kode ini menunjukkan gerbong datar dengan kapasitas muat maksimum 42 ton, mulai dioperasikan sejak 2012 dengan nomor urut sarana 501. JAKG: kepemilikan depo Jakarta Gudang.

Peralatan khusus sunting

Format penomoran sarana peralatan khusus yang digunakan adalah:

[kode sarana khusus] [jenis sarana khusus] [tahun mulai operasi/dinas] [nomor urut]

Keterangan:

  • Kode sarana khusus dinyatakan dalam 2 huruf sebagai berikut:
    • SI untuk kereta inspeksi (KAIS);
    • SN untuk kereta penolong (NR, NW, dsb);
    • SU untuk kereta ukur;
    • SC untuk kereta derek;
    • SR untuk kereta pemeliharaan jalan rel;
    • SK untuk kereta khusus.
  • Jenis sarana khusus dinyatakan seperti halnya jenis sarana kereta, yaitu:
    • 0 untuk sarana khusus yang ditarik lokomotif;
    • 1 untuk sarana khusus berpenggerak listrik;
    • 2 untuk sarana khusus berpenggerak diesel elektrik;
    • 3 untuk sarana khusus berpenggerak diesel hidraulik.
  • Tahun mulai operasi dan nomor urut; cukup jelas.

Contoh:

  • SU 3 95 01 BD

Kode di atas menunjukkan kereta ukur dengan sistem penggerak diesel hidraulik yang mulai beroperasi sejak 1995 dengan nomor urut 01. BD: kepemilikan depo Bandung.

  • SI 0 09 01 NBO

Kode di atas menunjukkan kereta inspeksi dengan sistem ditarik lokomotif yang mulai beroperasi sejak 2009 dengan nomor urut 01. NBO: kepemilikan depo Ngrombo.

Ketentuan tambahan sunting

Penulisan sistem penomoran ini memiliki ketentuan bentuk huruf yang digunakan adalah Arial dengan ukuran 140. Huruf dan angka menggunakan warna putih dengan latar belakang warna hitam.

Referensi sunting

  1. ^ Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 45 Tahun 2010 tentang Standar Spesifikasi Teknis Penomoran Sarana Perkeretaapian

2. Peraturan Menteri Perhubungan No.PM 54 Tahun 2016 tentang Standar Spesifikasi Teknis Identitas Sarana Perkeretaapian (mencabut KM.45 Tahun 2010)