Revolusi Anyelir

pergerakan revolusi politik di Portugal

Revolusi Anyelir (bahasa Portugis: Revolução dos Cravos) (bahasa Inggris: Carnation Revolution), juga dikenal sebagai 25 de Abril (25 April), adalah sebuah kudeta[1] yang bermula pada tanggal 25 April 1974, di Lisboa, Portugal, bersamaan dengan kampanye resistansi sipil yang meluas dan tidak tertanggulangi. Bangsa Portugis merayakan Hari Kebebasan setiap tanggal 25 April, dan hari tersebut menjadi hari libur nasional di Portugal.

Revolusi Anyelir
Bagian dari transisi Portugal menuju demokrasi dan Perang Dingin
"25 April selamanya!" 1978
Tanggal25 April 1974; 50 tahun lalu (1974-04-25)
LokasiPortugal
Sebab
MetodeKudeta, revolusi damai
Hasil
Pihak terlibat
Tokoh utama
Jumlah korban
4 terbunuh

Nama "Revolusi Anyelir" berasal dari fakta bahwa tidak ada tembakan yang diletuskan dan ketika orang-orang mulai turun ke jalanan untuk merayakan akhir kediktatoran dan perang di wilayah-wilayah jajahan, bunga anyelir diletakkan di moncong senjata dan juga di seragam. Peristiwa ini secara efektif mengubah rezim Portugis dari kediktatoran otoriter (Estado Novo) menjadi demokrasi, dan menghasilkan perubahan besar pada sendi-sendi sosial, ekonomi, kewilayahan, kependudukan, dan politik di negara ini, setelah dua tahun masa peralihan yang disebut sebagai PREC, Processo Revolucionário Em Curso, atau Proses Revolusioner yang Sedang Berjalan), dicirikan oleh gejolak sosial dan sengketa kekuasaan antara kekuatan politik sayap kiri dan kanan.

Meskipun terdapat upaya-upaya pengimbang yang berulang-ulang dari kaum revolusioner melalui seruan radio kepada rakyat agar tetap diam di rumah, ribuan orang Portugis turun ke jalanan, bercampur baur dengan pihak militer yang memberontak.[2]

Kudeta yang dipimpin oleh militer ini berhasil mengembalikan demokrasi kepada Portugal, mengakhiri Perang Kolonial yang tidak memihak kepada rakyat di mana ribuan serdadu Portugis diwajibkan mengemban tugas kemiliteran, dan mengganti rezim otoriter Estado Novo (Negara Baru) dan polisi rahasianya yang menekan kebebasan sipil dan kebebasan politik yang bersifat asasi. Kejadian ini bermula sebagai protes kelas profesional[3] dari para kapten Angkatan Darat Portugis melawan sebuah undang-undang dekret: Dec. Lei nº 353/73 tahun 1973.[4][5]

Sekelompok petugas Portugis berpangkat rendah yang terhimpun dalam Movimento das Forças Armadas (MFA – Pergerakan Angkatan Darat), termasuk unsur-unsur yang telah turut berjuang memerangi gerilyawan pro-kemerdekaan di wilayah Imperium Portugis di Afrika,[6] bangkit untuk mengambil-alih kekuasaan dari korporat dan otoritarian rezim Estado Novo yang telah memerintah Portugal sejak dasawarsa 1930-an. Rezim Portugal yang baru berjanji untuk mengakhiri peperangan kolonial dan memulai perundingan dengan Pergerakan kemerdekaan Afrika. Pada akhir tahun 1974, tentara Portugis ditarik dari Guinea Portugis yang segera kemudian menjadi anggota PBB. Kejadian ini diikuti oleh kemerdekaan Tanjung Verde, Mozambik, Sao Tome dan Principe, dan Angola pada tahun 1975. Revolusi Anyelir di Portugal juga mengharuskan Portugis angkat kaki dari Timor Timur di Asia Tenggara. Peristiwa-peristiwa ini memicu eksodus besar-besaran warga negara Portugal dari wilayah-wilayah Portugal di Afrika (terutama dari Angola dan Mozambik), menghasilkan lebih dari satu juta pengungsi yang melarat — Retornados.[7][8]

Meskipun polisi politik rezim, PIDE, menewaskan empat orang sebelum menyerah, revolusi ini tidaklah biasa, karena tindakan revolusioner yang diambil tidak menggunakan kekerasan secara langsung untuk mencapai tujuan mereka. Dengan memegang anyelir (cravos dalam bahasa Portugis) berwarna merah, banyak orang ikut bergabung dengan para serdadu revolusioner di jalanan di Lisboa, dalam riuh kegembiraan dan eforia yang nyaring.[9] Merah adalah warna simbolik bagi sosialisme dan komunisme, yang pada saat itu menjadi kecondongan ideologis utama dari banyak pemberontak anti-Negara Baru.[10] Ini adalah akhir dari Estado Novo (Negara Baru), rezim otoriter terlama di Eropa Barat, dan pembubaran pamungkas Imperium Portugis. Akibat dari revolusi adalah dibentuknya konstitusi baru, penyensoran secara resmi dilarang, kebebasan bersuara dimaklumatkan, tahanan politik dilepaskan dan wilayah-wilayah seberang lautan Portugis di Afrika Sub-Sahara diberi kemerdekaan sebagai negara-negara komunis. Timor Timur juga diberi kemerdekaan, meskipun kemudian direbut oleh Indonesia, tetangganya, dan dijadikan provinsi ke-27 selama 23 tahun.

Peristiwa

sunting
 
Helikopter AUPo di Afrika

Pada bulan Februari 1974, Caetano bertekad untuk menyingkirkan Jenderal António de Spínola dalam menghadapi meningkatnya penentangan dengan Spinola atas promosi perwira militer dan arah kebijakan kolonial Portugis. Pada titik ini, beberapa perwira militer sayap kiri yang menentang perang membentuk konspirasi Movimento das Forças Armadas (MFA, "Gerakan Angkatan Bersenjata"), untuk menggulingkan pemerintah dengan kudeta militer. MFA ini dipimpin oleh mayor Vitor Alves dan Otelo Saraiva de Carvalho dan kapten Vasco Lourenço dan bergabung dengan Salgueiro Maia. Gerakan ini secara signifikan dibantu oleh petugas lain dalam tentara Portugis yang didukung Spinola dan reformasi sipil dan militer yang demokratis. Beberapa pengamat berspekulasi bahwa Costa Gomes sebenarnya memimpin revolusi.

 
Koloni Portugis di Afrika di bawah rezim Estado Novo

Ada dua sinyal rahasia dalam kudeta militer: pertama ditayangkan (pada 10:55) oleh Emissores Associados de Lisboa dari lagu E Depois do Adeus oleh Paulo de Carvalho, masuknya Portugal pada 6 April 1974, yang memperingatkan kapten dan tentara pemberontak untuk memulai kudeta. Selanjutnya, pada tanggal 25 April 1974 di 00:20, siaran Radio Renascença Grandola, Vila Morena, sebuah lagu oleh Zeca Afonso, seorang musisi rakyat politik berpengaruh dan penyanyi yang dilarang di radio Portugis pada saat itu. Ini adalah sinyal bahwa MFA memberikan untuk mengambil alih titik-titik strategis dari kekuasaan di negara itu dan "mengumumkan" bahwa revolusi telah dimulai dan tidak akan menghentikannya kecuali "kemungkinan represi rezim ini".

Enam jam kemudian, rezim Caetano mengalah. Meskipun permohonan berulang dari "kapten April" (MFA) di radio memperingatkan penduduk untuk tetap berada di dalam rumah mereka, ribuan warga Portugis turun ke jalan, berbaur dengan para pemberontak militer dan mendukung mereka. Salah satu poin utama dari pertemuan tersebut adalah pasar bunga Lisbon, kemudian penuh persediaan dengan bunga anyelir (yang sedang dalam musim). Beberapa pemberontak militer akan menempatkan bunga di barel senjata mereka, gambar yang ditampilkan pada televisi di seluruh dunia. Ini akan menjadi asal nama ini "Revolusi Mawar". Meskipun tidak ada demonstrasi massa oleh masyarakat umum sebelum kudeta, keterlibatan sipil spontan berubah dari kudeta militer menjadi sebuah kejadian dengan partisipasi rakyat yang tak terduga.

Caetano ditemukan berlindung di kantor polisi militer utama Lisbon di Largo do Carmo. Bangunan ini dikelilingi oleh MFA, yang memaksanya untuk menyerahkan kekuasaan kepada Jenderal Spínola. Caetano (perdana menteri) dan Américo Tomás (Presiden) melarikan diri ke Brazil. Caetano menghabiskan sisa hidupnya di Brasil, sementara Tomás kembali ke Portugal beberapa tahun kemudian.

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "1974: Rebels seize control of Portugal", On This Day, April 25, BBC, 25 April 1974, diakses tanggal 2 January 2010 
  2. ^ Birmingham, David (1996), A Concise History of Portugal, JHU Press, hlm. 184, ISBN 978-0-8018-5158-2, Almost immediately, massive crowds filled the streets, supporting the junior officers, crowds that put carnations in the soldiers' guns, thus helping legitimate and make irreversible the "carnation revolution". 
  3. ^ (Portugis) Kronologi: Pergerakan para kapten Diarsipkan 2017-10-19 di Wayback Machine., Pusat Dokumentasi 25 April, Universitas Coimbra
  4. ^ (Portugis) Arsip Elektronik: Otelo Saraiva de Carvalho Diarsipkan 2017-10-19 di Wayback Machine., Pusat Dokumentasi 25 April, Universitas Coimbra
  5. ^ (Portugis) Perang Kolonial di Guinea Bissau (07 de 07), Otelo Saraiva de Carvalho tentang Undang-Undang Dekret, televisi RTP 2, youtube.com.
  6. ^ Manuel Amaro Bernardo, Guerra, Paz e Fuzilamentos dos Guerrilheiros
  7. ^ Flight from Angola, The Economist (16 Agustus 1975).
  8. ^ Dismantling the Portuguese Empire Diarsipkan 2013-07-23 di Wayback Machine., Time Magazine (Senin, 7 Juli 1975).
  9. ^ Cheers, Carnations and Problems Diarsipkan 2013-05-21 di Wayback Machine., Time Magazine (13 Mei 1974)
  10. ^ Stewart Lloyd-Jones, ISCTE (Lisboa), Sejarah Portugal sejak tahun 1974, "Partai Komunis Portugis (PCP–Partido Comunista Português), yang telah membujuki dan menyusupi MFA sejak permulaan revolusi, memutuskan bahwa saat itulah waktu yang tepat untuk merebut inisiatif. Banyak semangat radikal yang terlepas mengikuti kudeta Spínola didorong oleh PCP sebagai bagian dari agenda mereka untuk menyusupi MFA dan mengemudikan revolusi menurut kehendak mereka.", Pusat Dokumentasi 25 April, Universitas Coimbra

Pustaka lanjutan

sunting
  • Green, Gil. Portugal's Revolution. 99 pages. International Publishers. First Edition, 1976. ISBN 0-7178-0461-5.
  • Barker, Collin. Revolutionary Rehearsals. 266 Pages. Haymarket Books. First Edition, December 1, 2002. ISBN 1-931859-02-7.
  • Ferreira, Hugo Gil, and Marshall, Michael William. "Portugal's Revolution: 10 years on". Cambridge University Press, 303 pages, 1986. ISBN 0-521-32204-9
  • Maxwell, Kenneth, 'Portugal: “The Revolution of the Carnations”, 1974-75’, in Adam Roberts and Timothy Garton Ash (eds.), Civil Resistance and Power Politics: The Experience of Non-violent Action from Gandhi to the Present. Oxford & New York: Oxford University Press, 2009, pp. 144–61. ISBN 978-0-19-955201-6.
  • Wise, Audrey. Eyewitness in Revolutionary Portugal. Bertrand Russell Peace Foundation for Spokesman Books, 72 pages, 1975
  • George Wright, The Destruction of a Nation: United States Policy Towards Angola Since 1945, ISBN 0-7453-1029-X

Pranala luar

sunting
Film