Pulau Hainan

pulau di Tiongkok

Pulau Hainan adalah sebuah pulau berukuran kecil yang terletak di Hainan, Tiongkok. Sekitar 17 ribu tahun yang lalu, Pulau Hainan merupakan bagian dari Nusantaria dan belum terbentuk sebagai pulau. Pulau Hainan terbentuk akibat keretakan tektonik dan erosi pantai di  Tiongkok Selatan yang membuatnya terpisah dari Tiongkok Daratan. Komoditas utama di Pulau Hainan adalah kelapa. Pada abad ke-19, sebagian leluhur dari Pulau Hainan telah melakukan migrasi ke Thailand selama berlangsungnya Peperangan Candu. Penduduk di Pulau Hainan telah menjalin hubungan dengan orang Hakka dan orang Tiochiu sejak dimulainya Ekspansi Mongol, dan dengan Kepulauan Nansha pada era Dinasti Yuan, Dinasti Ming dan Dinasti Qing.

Pembentukan sunting

Pulau Hainan belum terbentuk sekitar 17 ribu tahun yang lalu. Pada periode ini, daratan Pulau Hainan masih menyatu dengan daratan dari pulau-pulau lainnya, yaitu Sumatra, Jawa dan Taiwan. Laut Jawa dan Selat Malaka belum ada. Hanya Laut Tiongkok Selatan yang telah ada tetapi luasnya masih sempit. Daratan yang terbentuk pada periode ini disebut Nusantaria.[1] Pulau Hainan terbentuk karena keretakan tektonik disertai erosi pantai yang memisahkannya dengan Tiongkok Daratan.[2]

Geografi sunting

Administrasi sunting

Pulau Hainan terletak di Tiongkok Selatan.[3]  Letak Pulau Hainan berada di lepas pantai selatan Tiongkok Daratan dan menjadi bagian dari Provinsi Hainan di Laut Tiongkok Selatan.[4] Luas wilayahnya adalah 34.300 km2. Wilayah Pulau Hainan sebagai bagian dari Provinsi Hainan berbatasan langsung dengan Vietnam karena merupakan provinsi paling selatan di Tiongkok.[5]

Pulau Hainan sempat dikuasai oleh Taiwan. Namun berhasil diambil alih kembali oleh Tiongkok pada bulan April 1950.[6] Pengambil-alihan ini dilakukan oleh Partai Komunis Tiongkok dan mengakhiri Perang Saudara Tiongkok.[7]

Iklim sunting

Lokasi Pulau Hainan berada di sebelah timur Vietnam pada titik koordinat 19,5º Lintang Utara. Iklim di Pulau Hainan adalah tropis dan menjadi satu-satunya yang memiliki iklim ini di Tiongkok.[8] Angin topan sering menimpa Pulau Hainan.[9]

Perekonomian sunting

Kawasan ekonomi khusus sunting

Pada tanggal 16 Mei 1980, Pulau Hainan ditetapkan oleh Pemerintah Tiongkok sebagai salah satu kawasan ekonomi khusus. Penetapan ini dalam rangka industrialisasi di Tiongkok.[10]

Komoditas sunting

Pulau Hainan merupakan sentra utama penghasil komoditas kelapa di Tiongkok.[11] Jenis kelapa yang dominan dibudidayakan ialah kelapa dalam hainan. Ciri-ciri dari kelapa dalam hainan adalah tumbuh dengan tinggi, kuat menahan angin dan tidak mudah tumbang.[12] Tanaman kelapa tumbuh subur di Pulau Hainan karena wilayahnya beriklim tropis. Luas lahan yang digunakan untuk penanaman kelapa sekitar 36 ribu hektare.[8]

Flora dan fauna sunting

Nipah merupakan tumbuhan lokal di Pulau Hainan. Tumbuhan ini memang tersebar di kawasan pesisir Samudra Hindia bagian timur dan Samudra Pasifik bagian barat laut.[13]  Di Pulau Hainan juga ditemukan dua spesies Sargassum, yaitu Sargassum mcclurei dan Sargassum microcystum. Sargassum mcclurei ditemukan oleh William Albert Setchell, sedangkan Sargassum microcystum ditemukan oleh Jacob Georg Agardh.[14]

Di Pulau Hainan juga terdapat spesies kura-kura air tawar. Spesiesnya ialah Ocadia sinensis. Di Pulau Hainan, Ocadia sinensis hidup di kawasan pantai.[15]

Demografi sunting

Penduduk lokal sunting

Ada komunitas penduduk di Pulau Hainan yang leluhurnya berasal dari Kerajaan Champa.[16] Kerajaan Champa ini memiliki kekuasaan di sepanjang pantai Vietnam dan telah didirikan sejak tahun 192 Masehi.[17] Mereka berasal dari suku Cham yang leluhurnya melarikan diri dari Kerajaan Khmer selama Nam tiến oleh etnis Vietnam secara berangsur-angsur sejak abad ke-11 hingga awal abad ke-19 Masehi.[18]   

Hubungan masyarakat sunting

Era Ekspansi Mongol sunting

Pulau Hainan mulai menjadi lokasi penjualan beras setelah dimulainya Ekspansi Mongol. Beras ini dijual oleh orang Hakka yang bermigrasi dari bagian utara Shanxi menuju ke wilayah pegunungan Jiangxi untuk menyelamatkan diri Ekpansi Mongol. Orang-orang Hakka kemudian menetap dan bertani beras untuk kemudian dijual ke orang Tiochiu. Pengiriman beras dilakukan dengan memanfaatkan aliran Sungai Han. Pemasaran beras dilakukan oleh orang Tiochiu menggunakan perahu yang berlabuh ke daerah pesisir. Setelah terjadi subordinasi antara orang Hakka dan orang Tiochiu, mereka bersama-sama mengadakan pemasaran beras ke Pulau Hong Kong dan Pulau Hainan.[19]

Era Dinasti Yuan, Dinasti Ming dan Dinasti Qing sunting

Berdasarkan catatan dari Dinasti Yuan, Dinasti Ming dan Dinasti Qing, para pelaut dari Pulau Hainan sering mendatangi Kepulauan Nansha. Mereka melakukan berbagai aktivitas di kepulauan tersebut dan ada pula yang menetap. Para pelaut dari Pulau Hainan mulai mendatangi Kepulauan Nansha sejak tahun 1275 hingga 1911.[20]

Migrasi sunting

Leluhur dari penduduk asli Pulau Hainan memulai migrasi ke Thailand selama berlangsungnya Peperangan Candu pada 1839–1842 dan 1856–1860. Peperangan ini menjadi penyebab pelabuhab-pelabuhan pesisir di Tiongkok memberikan akses migrasi bagi warga lokal. Migrasi juga didukung oleh penggunaan kapal penumpang berjenis kapal uap yang mulai beroperasi di Asia sejak dekade 1840-an dan umum penggunaannya pada dekade 1960-an. Salah satu rute migrasi ini dari Haikou di Pulau Hainan menuju ke Bangkok, Thailand.[21]  

Perdagangan sunting

Pulau Hainan merupakan pusat perdagangan minyak serai oleh orang Tiongkok.[22] Pulau Hainan menjadi salah satu rute pelabuhan kapal dari Tiongkok menuju ke kawasan Asia Tenggara selama kedatangan orang Tiongkok ke wilayah Indonesia. Kapal-kapal dari pesisir Tiongkok berlabuh ke Guangdong bagian tengah. Setelah itu, kapal-kapal ini melanjutkan perjalanan dan berlabuh ke Pulau Hainan sebelum meneruskannya lagi sepanjang pantai Kerajaan Champa dan Pulau Condore di wilayah Vietnam bagian selatan. Perjalanan kemudian diteruskan ke salah satu dari tiga arah, yaitu ke Kerajaan Siam, ke bagian barat laut Pulau Kalimantan, atau ke pantai timur Malaysia.[23]

Referensi sunting

  1. ^ Bowring, Philip (Maret 2022). Nusantaria: Sejarah Asia Tenggara Maritim [Empire of the Winds]. Diterjemahkan oleh Prasetyo, Febri Ady. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 1. ISBN 978-602-481-802-9. 
  2. ^ Saputra, Y. W., dan Azmi, M. (Februari 2022). Setiawan, I., dan Elyana, K., ed. Geografi Sejarah Peradaban Dunia Kuno. Samarinda: Borneo Riset Edukasi. hlm. 51. ISBN 978-623-99117-2-0. 
  3. ^ Wong, H. S., dan Slamet, G. (Januari 2013). Paimin, Fendy R., ed. Rumah Hoki Menurut Pandangan Feng Shui dan Arsitektur. Depok: Griya Kreasi. hlm. 106. ISBN 978-979-661-207-9. 
  4. ^ Jacques, Martin (Juni 2011). Ketika China Menguasai Dunia: Kebangkitan Dunia Timur dan Akhir Dunia Barat. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. hlm. 327. ISBN 978-979-709-576-5. 
  5. ^ Mandryk, Jason (2013). Operation World: Panduan untuk Mendoakan Semua Bangsa di Dunia. Katalis Media & Literature. hlm. 364. ISBN 978-602-925-412-9. 
  6. ^ Tanasaldy, Taufiq, ed. (November 2017). Hubungan Luar Negeri Taiwan: Penentu Kebijakan dan Studi Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 73. ISBN 978-602-433-550-2. 
  7. ^ Hasmand, Fedrian (Agustus 2017). Tim Pustaka Al-Kautsar, ed. Kronologi Sejarah Islam dan Dunia (571 M s/d 2016 M). Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar. hlm. 440. ISBN 978-979-592-774-7. 
  8. ^ a b Simpala, M. M., Darmans, S. dan Rafik, B. (2021). Mayasari, Lidya, ed. Panduan Teknis Lengkap Budidaya Kelapa yang Baik. Yogyakarta: Lily Publisher. hlm. 2. ISBN 978-623-7267-80-5. 
  9. ^ Atmadjati, Arista (September 2013). Fenomena Perkembangan Bisnis Maskapai di Indonesia. Sleman: Penerbit Deepublish. hlm. 281. ISBN 978-602-280-762-9. 
  10. ^ Wicaksono, Michael (2017). Republik Rakyat China: Dari Mao Zedong sampai XI Jinping. Jakarta: Penerbit PT Elex Media Komputindo. hlm. 430. ISBN 978-602-04-4730-8. 
  11. ^ Simpala, Mawardin M. (2020). Mayasari, L., ed. Dahsyatnya VCO: Gempur Covid-19 dan Penyakit Lainnya. Yogyakarta: Lily Publisher. hlm. 1. ISBN 978-623-7267-33-1. 
  12. ^ Novarianto, Hengky (2021). Tjen, Patricia Susi, ed. Pembangunan Perkebunan Kelapa Hibrida Berkelanjutan. Yogyakarta: Lily Publisher. hlm. 45. ISBN 978-623-7267-84-3. 
  13. ^ Tolangara, A., dkk. (September 2022). Sudjud, S., dan Rasyid, R., ed. Ekologi Kepulauan (Terintegrasi Pendidikan Karakter Kebangsaan). Yogyakarta dan Makassar: Rizmedia Pustaka Indonesia. hlm. 307. ISBN 978-623-8050-04-8. 
  14. ^ Susila, W. A., dkk. (Juli 2019). Kasanah, Noer, ed. Sargassum: Karakteristik, Biogeografi, dan Potensi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 43. ISBN 978-602-386-219-1. 
  15. ^ Redaksi AgroMedia (2010). Memilih dan Merawat Kura-Kura, Ular, dan Gecko. Jakarta Selatan: PT AgroMedia Pustaka. hlm. 22. ISBN 979-006-321-0. 
  16. ^ Aizid, Rizem (Agustus 2021). Hanafi, Amar, ed. Sejarah Peradaban Islam Terlengkap: Periode Klasik, Pertengahan dan Modern. Yogyakarta: DIVA Press. hlm. 479. ISBN 978-623-293-230-2. 
  17. ^ Sumaryoto, Sri (April 2015). 9 Sunan. Sukoharjo: Penerbit BornWin's Publishing. hlm. 19. ISBN 978-602-9468-75-5. 
  18. ^ Musa, M. Z., dkk. (Juni 2021). Sugiarti dan Andalas, E. F., ed. Internasionalisasi Bahasa Indonesia: Perspektif Lintas Negara. Malang: UMM Press. hlm. 1. ISBN 978-979-796-614-0. 
  19. ^ Seagrave, Sterling (November 2015). Sepak Terjang Para Taipan [Lord of the Rim: The Invisible Empire of the Overseas Chinese]. Diterjemahkan oleh Musthofa, Y., dan Basyaib, H. Tangerang Selatan: PT Pustaka Alvabet. hlm. 128. ISBN 978-602-9193-77-0. 
  20. ^ Pamungkas, C., dkk. (2020). Analisis Budaya dan Implikasi Sosia Ekonomi dalam Praktik Sabuk Jalan. Surabaya: Penerbit Airlangga University Press. hlm. 150. ISBN 978-602-473-648-4. 
  21. ^ Studwell, Joe (Februari 2017). Indahrini, Julie, ed. Asian Godfathers: Menguak Tabir Perselingkuhan Pengusaha dan Penguasa [Asian Godfathers: Money and Power in Hong kong and South-east Asian]. Diterjemahkan oleh Musthofa, Yanto. Tangerang Selatan: PT Pustaka Alvabet. hlm. 9. ISBN 978-602-9193-76-3. 
  22. ^ Sastrohamdijojo, Hardjono (Februari 2021). Kimia Minyak Atsiri. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. hlm. 65. ISBN 978-979-420-551-8. 
  23. ^ Kuardhani, Hirwan (2021). Mengenal Teater Boneka Potehi dan Budaya Tionghoa Peranakan di Indonesia. Yogyakarta: Mirra Buana Media. hlm. 4. ISBN 978-623-323-180-0.