Pulau Balang Lompo

pulau di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan

Balang Lompo (Makassar: ᨅᨒ ᨒᨚᨄᨚ, translit. Balang Lompo, har. 'tempat genangan air yang besar') atau Balang Besar adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Spermonde, perairan Selat Makassar dan secara administratif masuk pada wilayah Kelurahan Mattiro Sompe, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 4°56′38.000″LS,119°23′54.000″BT.

Balang Lompo
Koordinat4°56′38.000″LS,119°23′54.000″BT
NegaraIndonesia
Gugus kepulauanSpermonde
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
Luas223.192,2485980 m²
Populasi4.050, termasuk penduduk Pulau Balang Caddi (tahun 2007)
Peta
Nomor 16 menunjukkan lokasi Pulau Balang Lompo

Pulau Balang Lompo memiliki wilayah seluas 223.192,2485980 m2.[1] Pulau ini merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan dasar hukum penetapannya melalui Surat Keputusan Bupati Pangkajene dan Kepulauan Nomor 290 Tahun 2015 yang diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2015.

Pulau Balang Lompo merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Mattiro Sompe. Untuk menuju pulau tersebut dapat dilakukan dengan berbagai akses. Pulau Balang Lompo dan Pulau Balang Caddi dapat ditempuh dengan perahu tradisional jollloro' dalam waktu ± 15 menit. Pulau Balang Lompo dapat dijangkau dari Pangkajene (ataupun yang berlabuh di sungai Pangkep) maupun dari Kota Makassar (Pelabuhan Paotere), selama ± 1 jam dan 1,5 jam. Baik dari Kota Pangkep ataupun Kota Makassar menuju Pulau Balang Lompo ataupun sebaliknya, kapal penumpang dan jolloro' berlabuh setiap hari.

Demografi sunting

Jumlah penduduk secara total (Pulau Balang Lompo dan Pulau Balang Caddi) adalah 4.050 jiwa yang terdiri atas 2.020 laki-laki dan 2.030 perempuan (PMU Coremap II Kabupaten Pangkep, 2007). Penduduk pulau ini mayoritas beretnis Bugis dan Makassar dan bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Makassar.

Ekosistem dan sumberdaya hayati sunting

Pulau Balang Lompo, merupakan ibukota Kecamatan Liukang Tuppabiring. Secara ekologi rataan terumbu karang di Pulau Balang Lompo cukup luas dihuni oleh ekosistem padang lamun dan didiminasi oleh algae Sargassum. Kondisi terumbu karang tergolong rusak hingga sedang. Di beberapa bagian terumbu karang masih ditemukan kelimpahan yang tinggi, sementara di bagian tubir terumbu mulai terjadi rekolonisasi. Karang berbentuk masif dominan ditemukan di daerah tubir dan rataan terumbu pada kedalaman 2 m. Pemandangan umum ditemukan hancuran karang sebagai bukti aktivitas pengrusakan terumbu karang. Genera karang yang banyak ditemukan, antara lain; Montipora, Acropora, Porites cylindrica, Favia, Goniastrea, dan Porites (massive).

Ikan karang sangat mudah ditemukan dalam jumlah yang cukup banyak yakni 1042 individu, terutama dari keranjang/hari, dan dengan adanya jolloro' setiap hari hasil diambil dan dibawa ke Makassar. Sebuah kapal bagang, lengkap dengan mesinnya berharga Rp 80.000.000,- sampai Rp 100.000.000,- per unit, tergantung pada kapasitas dan jenis bahan yang digunakan. Dengan investasi yang tinggi ini, maka bagang hanya dimiliki oleh para ponggawa atau juragan kapal. hasil tangkapan, umumnya, langsung dijual tanpa penanganan pasca panen, karena jarak daerah tangkapan dengan tempat penjualan relatif dekat. Jikapun ada proses pengolahan, berupa penggaraman dan pengeringan, ini hanya dilakukan oleh masyarakat pulau dalam jumlah terbatas data hanya untuk konsumsi rumah tangga nelayan saja jenis ikan ekonomis (Caesionidae). Ikan betok laut Pomacentridae dan ikan apogon Apogonidae yang menjadi karakteristik ikan terumbu karang umumnya banyak ditemukan juga Ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan ikan sunu (Lutjanidae).

Aktivitas pengelolaan sumberdaya sunting

Penduduk setempat umumnya berprofesi sebagai nelayan penangkap yang melakukan penangkapan ikan dengan pancing untuk cumi-cumi dan ikan karang yang dilakukan di sekeliling pulau. Selain pancing, penangkapan ikan pelagis juga dilakukan dengan menggunakan bagang serta pukat yang dioperasikan di sekitar bagang. Saat musim Barat (Januari-Maret), Pa'bagang (sebutan nelayan khusus dengan menerapkan bagang) tidak melaut, kecuali pada musim Timur (Juni-Oktober) yang relatif tenang. Pada musim bulan terang, aktivitas penangkapan juga tidak berlangsung. Masa ini digunakan untuk memperbaiki alat tangkap yang rusak dan beristirahat. Jenis ikan yang diperoleh adalah jenis ikan pelagis kecil, seperti ikan kembung, ikan layang, ikan mairo (teri). Penangkapan dilakukan selama kurang lebih 20 hari, dengan memasang bagang di sekitar Pulau Badi, Pulau Bone Tambung, Pulau Balang Caddi, Pulau Sanane, Pulau Bontosua, Pulau Podang-Podang Lompo, dan Pulau Podang-Podang Caddi serta Pulau Langkae.[2]

Referensi sunting

  1. ^ Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 26 September 2022. 

Pranala luar sunting