Pulau Bontosua

pulau di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan

Bontosua adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Spermonde, perairan Selat Makassar dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Mattiro Bone, Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Bontosua memiliki wilayah seluas 59.905,5958394 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 4°55′12.800″LS,119°18′44.000″BT.[2] Pulau ini merupakan bagian dari Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan dengan dasar hukum penetapannya melalui Surat Keputusan Bupati Pangkajene dan Kepulauan Nomor 290 Tahun 2015 yang diterbitkan pada tanggal 2 Maret 2015.

Pulau Bontosua
Pulau Bontosua
Pulau Bontosua di Sulawesi Selatan
Pulau Bontosua
Pulau Bontosua
Pulau Bontosua di Sulawesi
Pulau Bontosua
Pulau Bontosua
Pulau Bontosua di Indonesia
Pulau Bontosua
Pulau Bontosua
Pulau Bontosua di Asia Tenggara
Pulau Bontosua
Pulau Bontosua
Geografi
LokasiSelat Makassar
Asia Tenggara
Samudra Hindia
Koordinat4°55′12.800″S 119°18′44.000″E / 4.92022222°S 119.31222222°E / -4.92022222; 119.31222222
KepulauanKepulauan Spermonde, Kepulauan Sunda Besar (Pulau Sulawesi dan Pulau-pulau Kecil di Sekitarnya), Kepulauan Indonesia
Dibatasi olehSelat Makassar
Luas59.906 meter persegi (0,059906 km2) km2[1]
Pemerintahan
Negara Indonesia
Provinsi Sulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
KecamatanLiukang Tupabbiring
DesaMattiro Bone
Kependudukan
Penduduk1.109 jiwa (2007)
BahasaMakassar, Bugis, dan lainnya
Kelompok etnikMakassar (mayoritas), Bugis, dan lainnya
Info lainnya
Zona waktu
Peta
Nomor 19 menunjukkan lokasi Pulau Bontosua

Demografi

sunting

Jumlah penduduk yang tercatat sebagai warga Desa Mattiro Bone mencapai 1.109 jiwa (229 KK) yang terdiri dari 536 laki-laki dan 573 perempuan (PMU Coremap II Kabupaten Pangkep, 2007). Penduduk yang beretnis Makassar mendominasi jumlah penduduk berdasarkan etnis. Etnis lainnya yang terdapat di desa ini adalah etnis Bugis. Tetapi kedua etnis tersebut telah mengalami perbauran melalui proses perkawinan antar mereka. Penduduk menggunakan bahasa Makassar dan juga Bugis dalam berkomunikasi antar warga pulau. Masyarakat mengakui beberapa orang warga sebagai tokoh masyarakat. Tokoh masyarakat ini senantiasa terlibat dalam pengambilan keputusan dalam kehidupan sosial masyarakat.

Ekosistem dan sumberdaya hayati

sunting

Pulau Bontosua adalah wilayah Desa Mattiro Bone dengan tipe terumbu fringing reef. Pada sisi barat lereng terumbu terjal yang didominasi oleh karang berbentuk foliosa dari jenis Pachyseris dan Montipora. Terumbu karang terdalam mencapai kedalaman 15 meter. Kondisi terumbu karang di Pulau Bontosua secara umum termasuk rusak, namun beberapa titik masih dalam kondisi baik yaitu sekitar 18–60 % karang keras. Jenis karang bervariasi tapi didominasi oleh genus Acropora dan Fungia. Indikasi kerusakan terumbu karang tercermin dari adanya karang mati tertutupi algae (dead coral alga). Diantara batu karang masif terumbu yang dangkal, masih ditemukan cukup banyak kima lubang (Tridacna crosea) dan beberapa kima sisik (Tridacna squamosa). Sekitar 343 individu dalam areal 500 m2 diantaranya famili Pomacentridae sebagai kelompok ikan mayor, ikan ekor kuning Caesionidae, Acanthuridae, Siganidae, dan Lutjanidae sebagai ikan konsumsi dan ikan kepe-kepe Chaetodontidae sebagai ikan indikator.

Aktivitas pengelolaan sumberdaya

sunting

Warga Desa Mattiro Bone sebagian besar adalah nelayan yang menggunakan alat tengkap berupa gae dan pancing. Lokasi penangkapan bagi pa'gae umumnya berada di sekitar Pulau Kapoposang dan sekitar Pulau Badi. Sedangkan nelayan pengguna pancing melakukan penangkapan pada daerah karang sekitar pulau. Mereka umumnya menangkap cumi- cumi yang banyak terdapat pada daerah karang di sekitar Pulau Bontosua. Menurut para nelayan, cumi-cumi tidak memiliki musim dan setiap waktu dapat diperoleh.

Selain nelayan cumi-cumi, ada pula nelayan purse seine, nelayan pancing ikan, pa'rawe (nelayan dengan alat tangkap rawai) dan pa'puka' (nelayan dengan alat tangkap pukat). Alat tangkap yang umum digunakan gae, pancing, jaring, dan lain-lain. Target tangkapan dari masing-masing alat tangkap bervariasi. Biasanya untuk jenis alat tangkap yang terbuat dari jaring target tangkapannya adalah ikan-ikan karang, ikan pada daerah lamun dan kadang-kadang ikan pelagis, sementara untuk pancing target tangkapannya adalah ikan karang utamanya ikan sunu dan ikan pelagis.

Kegiatan pemanfaatan hasil laut oleh masyarakat dilakukan dalam dua bentuk, pertama sebagai pengolah atau penangkap biota laut (ikan, cumi-cumi/sotong dan jenis moluska) dan sebagai pengumpul hasil tangkapan. Pedagang pengumpul hasil tangkapan disebut pa'balolang dan pengumpul lokal. Dalam operasi penangkapan, kapal yang digunakan adalah kapal motor 25 ton, jolloro' (kapal motor berukuran sedang antara 2 dan 5 ton) atau sampan kecil yang bermesin maupun yang tidak bermesin.

Referensi

sunting
  1. ^ a b Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 30 September 2022. 

Pranala luar

sunting