Pertempuran Biak
Pertempuran Biak merupakan bagian dari kampanye Niugini dalam Perang Dunia II. Pertempuran tersebut dilakukan oleh Angkatan Darat Amerika Serikat dan Angkatan Darat Kekaisaran Jepang dari 27 Mei 1944 hingga 20 Juni 1944. Di sinilah untuk pertama kalinya pihak Jepang menggunakan taktik penyergapan dalam skala besar di Perang Dunia II.
| ||||||||||||||||||||||||||||
Latar belakang
suntingPulau Biak mendominasi jalan masuk ke Teluk Geelvink, di dekat ujung barat Pulau Papua. Pulau tersebut dipertahankan oleh 11.000 pasukan Jepang di bawah komando Kolonel Kuzume Naoyuki. Karena ia tak menyukai doktrin penghancuran musuh di tepi perairan, ia memutuskan untuk membiarkan pihak Amerika mendarat ke pantai tanpa perlawanan, supaya mereka tanpa curiga melenggang masuk ke dalam perangkap yang telah ia persiapkan bagi mereka. Keputusan ini menyebabkan kawasan di sekitar lapangan udara yang vital di pulau tersebut diubah menjadi jaringan bawah tanah militer penuh gua dan kubu pertahanan, yang berisi infantri, senapan otomatis, artileri, regu-regu mortir, dan tank-tank ringan Tipe 95 Ha-Go. Naoyuki juga membekali posisi-posisi tersebut dengan amunisi, makanan dan minuman dalam jumlah berlimpah agar bisa bertahan selama berbulan-bulan. Di Biak, air minum tak tersedia dalam jumlah banyak, sehingga di sana hawa panas dan kelembapan akan mengakibatkan korban dalam jumlah yang hampir sama dengan peluru musuh.
Dari satu pesan bertanggal 4 Mei 1944 yang berhasil disadap, diketahui bahwa intelijen Komando Pasukan Area ke-2 AD Kekaisaran Jepang menyangka pendaratan Sekutu berikutnya akan dilakukan di Biak, sehingga pendaratan pendahuluan dilakukan terhadap Wakde pada tanggal 17 Mei, dalam perjalanan menuju Biak. Di sana sebuah lapangan terbang yang lebih kecil tersedia, yang bisa digunakan sebagai pangkalan garis depan hingga lapangan-lapangan terbang di Biak siap digunakan. Walaupun prakiraan intelijen memperkirakan pasukan musuh berjumlah sekitar 5000 orang, sebuah pesan yang berhasil disadap pada akhir bulan April mengungkapkan jumlah pasukan berdasarkan kebutuhan ransum sekitar 10.800 orang, walau angka tersebut dianggap mewakili proyeksi kekuatan, dan bukan kekuatan riil saat ini.[1]
Pertempuran
suntingResimen Infantri ke-162 dari Divisi ke-41 AD AS mendarat di Biak pada 27 Mei 1944, dan, pada pukul 5.15 sore, berhasil mendaratkan 12.000 orang pasukan, dengan 12 tank Sherman, 29 artileri lapangan, 500 kendaraan dan 2400 ton suplai. Salah satu suplai tersebut adalah es krim, yang langsung dibagikan pada hari pertama. Daratan pulau tersebut adalah karang yang keras, sehingga mesti diledakkan dengan dinamit supaya buldozer bisa bekerja di sana dengan lancar [2]
Mereka bergerak masuk ke dalam pulau dengan penuh percaya diri dalam keyakinan hanya akan menghadapi perlawanan ringan, hingga mereka mencapai lapangan terbang yang vital itu. Kemudian, dari dataran sekitar dan tepian-tepian puncak perbukitan di atas, muncul badai peluru dan proyektil meriam yang membuat mereka berlindung tanpa bisa ke mana-mana. Setelah malam tiba, barulah traktor-traktor amfibi berhasil mengeluarkan mereka dari jebakan tersebut. Pada hari berikutnya, mereka mencapai lapangan Mokmer, dengan sasaran lapangan Sorido. Pasukan Jepang tetap bertahan, dan menunda jatuhnya lapangan Mokmer selama sepuluh hari.[3]
Karena penundaan tersebut, markas Komando AU ke-5 di Nadzab mengatur agar Pulau Owi, yang berada di sebelah selatan pantai Bosnik (hanya beberapa kilometer sebelah timur Mokmer), direbut pada tanggal 2 Juni, lalu membangun dua landasan sepanjang 7.000 kaki di sana. Sebuah detasemen garis depan ditempatkan di sana bersama 15.000 orang pasukan, satu grup pesawat pengebom, dua grup pesawat pemburu, dan satu grup pesawat pemburu malam hari P-61 "Black Widow." [4]
Dari sebuah sadapan, Unit Nirkabel ke-1 RAAF mendapat informasi bahwa Letjen Takuzo Numata, Kepala Staf Komando Pasukan Area ke-2 AD sedang berada di pulau tersebut dalam sebuah tur inspeksi. Pangkatnya lebih tinggi dari Kolonel Kuzume, dan mengirim pesan yang memohon agar dirinya dievakuasi. Dirinya dievakuasi oleh pesawat amfibi dari Teluk Korin pada tanggal 20 Juni. Pada tanggal 22 Juni, Kolonel Kuzume membakar panji-panji kesatuan lalu melakukan hara kiri.[5]
Karena Laksamana Toyoda membutuhkan landasan-landasan di Biak untuk menyerang Armada Pasifik AS, ia melancarkan Operasi Kon, upaya untuk menyelamatkan Biak. Sebuah serangan pada tanggal 8 Juni berhasil dibendung oleh kekuatan laut Amerika dan Australia. Serangan pertama pada tanggal 1 Juni dibatalkan ketika sebuah pesawat Jepang memberi laporan keliru yang menyatakan kehadiran sebuah kapal induk AS, dan serangan ketiga pada tanggal 13 Juni dialihkan ke utara, ke Laud Filipina untuk menyerang kapal-kapal induk Armada ke-5 AS; serangan ini mestinya mengikutsertakan kapal-kapal tempur super Jepang, Yamato dan Musashi.[6]
Pasukan Amerika berhasil menembus pertahanan Jepang pada tanggal 22 Juni, di mana daerah pesisir dari Bosnik hingga Sorido berhasil direbut, termasuk tiga lapangan terbang di Sorido (4500 kaki), Borokoe (4500 kaki), dan Mokmer (8000 kaki). Masih tersisa sekitar 3.000 pasukan Jepang yang mencoba menggalang serangan balik penghabisan hingga 17 Agustus.[7] Bleakley mengenang bahwa dalam sebuah gubuk bambu berisi peralatan rekreasi Jepang, semacam PX atau toko khusus militer yang memuat "lusinan pasang sepatu skating" – "di sebuah pulau antah berantah di khatulistiwa!". Selama beberapa waktu ia menyimpan sepasang sebagai suvenir, dan berkata bahwa para prajurit Jepang diberitahu kalau mereka berada di sebuah pulau lepas pantai San Francisco, dan tak lama lagi akan menginvasi Amerika. Ia berada bersama Unit Nirkabel ke-1 RAAF, satu-satunya kesatuan Australia di pulau tersebut.[8]
Setelah pertempuran
suntingBagi pihak Amerika, perebutan Pulau Biak memakan korban 474 orang tewas dan 2.428 luka-luka. Pihak Jepang kehilangan 6.000 orang tewas dan 450 orang tertawan, sehingga lebih dari 4.000 orang lainnya tak diketahui nasibnya atau hilang dalam tugas dan diasumsikan tewas. Artinya, mereka dimusnahkan. Setelah itu, tak ada lagi serangan Banzai tanpa pikir panjang dan penuh emosi, yang biasanya membuat kekuatan Jepang terkuras hingga pupus. Biak merupakan pertempuran yang melelahkan dan alot. Taktik penyergapan atau menunda-nunda ini diulangi di Pertempuran Peleliu, Pertempuran Okinawa, dan Pertempuran Iwo Jima, yang sebelumnya diperkirakan Korps Marinir AS dan AD AS bisa dimenangkan hanya dalam beberapa hari atau minggu saja, tetapi justru berlanjut hingga berbulan-bulan, dengan kerugian yang sangat besar, bukan hanya karena menghabiskan waktu yang berharga, tetapi juga jatuhnya korban jiwa dan peralatan yang jauh lebih berharga.
Monumen dan peninggalan pertempuran di Pulau Biak
suntingDi pantai Paray, di antara desa Mokmer dan Bosnik, sekitar tujuh kilometer dari Biak Kota, terdapat sebuah monumen peringatan Perang Dunia II. Monumen ini dibangun pada tahun 1994 lewat kerjasama pemerintah Indonesia dengan pemerintah Jepang. Ada pula gua Jepang Binsari, yang terletak di Desa Sumberker, Samofa, sekitar lima kilometer dari Biak Kota.[9]
Referensi
sunting- ^ Bleakley hlm. 150
- ^ Bleakley hlm. 152, 157
- ^ Bleakley hlm. 153
- ^ Bleakley hlm. 155
- ^ Bleakley hlm. 153-4
- ^ Bleakley hlm. 154
- ^ Bleakley pp 149-159
- ^ Bleakley pp 166
- ^ "Melacak Perang di Tanah Biak", blog Biak Rasine
Daftar pustaka
sunting- Bleakley, Jack The Eavesdroppers (AGPS Canberra, 1991) ISBN 0-644-22303-0
- Catanzaro, Francis Bernard With the 41st Division in the Southwest Pacific: A Foot Soldier's Story (Indiana University Press, 2002) ISBN 978-0-253-34142-6
- Eggenberger, D.(ed.) An Encyclopedia of Battles. Dover Publications inc.,
- Leckie, Robert. Okinawa: The Last Battle of World War II. Penguin Books USA inc.
- Prefer, Nathan. MacArthur's New Guinea Campaign (Combined Publishing, 1995) ISBN 978-0-938289-51-7