Pengeboman Pangkalan udara Tan Son Nhut

Pengeboman Pangkalan Udara Tân Sơn Nhứt merupakan peristiwa yang terjadi pada tanggal 28 April 1975, hanya dua hari sebelum terjadinya peristiwa Kejatuhan Saigon. Operasi pengeboman tersebut dilakukan oleh Skuadron Quyet Thang dari Angkatan Udara Rakyat Vietnam (VPAF) dengan menggunakan pesawat rampasan jenis A-37 Dragonfly, milik Angkatan Udara Republik Vietnam (RVNAF) yang diterbangkan oleh pilot VPAF dan pilot-pilot RVNAF yang membelot. Serangan tersebut dipimpin oleh Nguyen Thanh Trung yang sebelumnya juga mengebom Istana Kepresidenan di Saigon pada 8 April 1975.

Pada tahun 1973, saat ditandatanganinya Persetujuan Damai Paris, Vietnam Selatan memiliki angkatan udara terbesar keempat di dunia. Bagaimanapun juga, terlepas dari ukuran jumlah armadanya, operasi RVNAF sangat dibatasi, karena adanya pengurangan dukungan dari pihak militer Amerika Serikat. Selain itu, RVNAF juga tidak boleh melakukan misi pengintaian dan misi dukungan darat karena ancaman yang ditimbulkan oleh senjata anti-pesawat tangguh yang akan dikerahkan oleh pihak militer Vietnam Utara. Ketika militer Vietnam Utara memperbarui persenjataan mereka pada awal tahun 1975, RVNAF menjadi lumpuh dan banyak pesawat-pesawat mereka yang hilang atau direbut saat pembentukan Tentara Rakyat Vietnam (PAVN) melanda Dataran Tinggi Tengah di Vietnam Selatan.

Latar belakang

sunting

Situasi strategis

sunting

Meskipun Persetujuan Damai Paris dimaksudkan untuk mengakhiri perang di Vietnam, pertempuran terus berlanjut antara Vietnam Selatan dan Vietnam Utara juga Viet Cong (VC). Meski mendapatkan janji dukungan dari Presiden Amerika Richard Nixon, bantuan militer ke Vietnam Selatan jauh berkurang.[2] Akhir tahun 1972, RVNAF merupakan angkatan udara terbesar keempat di dunia dengan jumlah armada hingga 2.075 pesawat dan lebih dari 61.000 personel.[3] Namun, operasi dan kegiatan RVNAF sangat dipengaruhi oleh pengurangan bantuan militer yang mengakibatkan jam terbang harus dikurangi hingga 51% dan beban kesenjataan pesawat tempur menjadi setengahnya, dari empat menjadi dua buah kesenjataan saja.[4]

Vietnam Utara terus membangun armada tempurnya di Vietnam Selatan. Dengan ancaman kekuatan udara AS dihapuskan, pihak militer Vietnam Utara memindahkan unit-unit anti-pesawatnya ke Vietnam Selatan dan mengerahkan jaringan sistem pertahanan udara canggih yang mencakup sistem rudal jarak jauh permukaan-ke-udara SA-2, sistem anti-pesawat yang dipandu radar dan peluncur rudal bahu SA-7 Grail.[5] Kehadiran kesenjataan anti-pesawat Vietnam Utara yang tangguh, mencakup sebagian besar wilayah di provinsi bagian paling utara Vietnam Selatan, memaksa pesawat pengintai RVNAF dan pesawat tempurnya, terbang di ketinggian jelajah yang lebih tinggi untuk menghindari sasaran tembakan rudal permukaan-ke-udara. Akibatnya, ketika Vietnam Utara melakukan serangan kembali pada tahun 1975, RVNAF menjadi sangat lumpuh.[6]

Kampanye Ho Chi Minh

sunting

Pada 9 Maret 1975, Kampanye Ho Chi Minh atau Serangan musim semi dimulai, menyusul penarikan Tentara Republik Vietnam (ARVN) dari Dataran Tinggi Tengah minggu berikutnya.[7] Divisi Angkatan Udara ke-6 RVNAF hanya diberi waktu 48 jam untuk mengevakuasi pesawat dan personelnya dari Pangkalan Udara Pleiku, sehingga meninggalkan 64 pesawat dalam keadaan utuh, termasuk 36 pesawat yang masih dapat terbang dalam hanggar dan tidak ada upaya yang dapat dilakukan untuk menerbangkan pesawat-pesawat tersebut.[8] Pada tanggal 27 Maret, komandan Divisi Angkatan Udara ke-1 RVNAF, Brigadir Jenderal Nguyen Duc Khanh bersama dengan pasukan Korps I Vietnam Selatan yang akan segera menghadapi kekalahan, memerintahkan untuk mengevakuasi seluruh pesawat yang masih dapat diterbangkan dari Huế dan Da Nang.[9]

Pada tanggal 28 Maret, pasukan PAVN bergerak mendekati Da Nang dan mengakibatkan Pangkalan Udara Da Nang dibombardir oleh artileri berat. Dalam kondisi terburuk, RVNAF hanya dapat mengevakuasi sekitar 130 pesawat ke luar kota, tetapi mereka harus meninggalkan sejumlah 180 pesawat, termasuk di antaranya 33 pesawat A-37 Dragonfly, karena kekacauan, kesimpangsiuran, ketidaktertiban dan rusaknya keamanan lapangan terbang.[10] Keesokan harinya, tanggal 29 Maret, PAVN merebut Da Nang, menyusul pendudukan Quy Nhon pada 1 April dan Tuy Hòa dan Nha Trang pada hari berikutnya tanggal 2 April.[11] Divisi Udara ke-2 RVNAF melanjutkan pertempuran dengan pasukan PAVN di Pangkalan Udara Phan Rang selama dua hari, hingga unit darat ARVN menyerah. Elemen Divisi Lintas Udara ARVN juga terlibat dalam pertempuran, tetapi mereka dikalahkan oleh PAVN dan Pangkalan Phan Rang diduduki pada 16 April.[12]

Serangan terhadap Istana Kepresidenan

sunting
 
Lingkaran merah menandakan titik ledakan dari salah satu bom Nguyen Thanh Trung di atap Istana Kepresidenan.

Pada 8 April, formasi tiga pesawat pembom tempur RVNAF F-5E Tiger berbaris di Pangkalan Udara Bien Hoa, masing-masing dipersenjatai dengan empat bom seberat 250 pon (110 kg) untuk menyerang posisi PAVN di Provinsi Binh Thuận.[13] Sebelum pesawat kedua lepas landas, Letnan Satu Nguyen Thanh Trung, yang mengemudikan pesawat ketiga, melaporkan bahwa pesawatnya mengalami masalah afterburner. Trung lepas landas menyusul setelah pesawat kedua lepas landas, tetapi terbang menuju Saigon, alih-alih bergabung dengan formasi dua pesawat lainnya.[13] Sekitar pukul 8.30 waktu setempat, Trung bermanuver menukik ke Istana Kepresidenan dan menjatuhkan dua bom; bom pertama meledak di halaman Istana dan mengakibatkan beberapa kerusakan, tetapi bom kedua gagal meledak. Trung terbang ke ketinggian lebih dari 1,000 meter (3 ft 3,4 in) sebelum membuat putaran kedua, kali ini kedua bom meledak, menyebabkan kerusakan struktural kecil tetapi tidak ada korban jiwa. Setelah serangan tersebut, Trung terbang keluar dari Saigon dan melakukan pendaratan di pinggiran kota di distrik Nha Be dekat fasilitas penyimpanan minyak, lantas ia membuang amunisi untuk meriam 20mm.[14]

Tak lama kemudian, Trung lepas landas lagi dan terbang ke Provinsi Phước Long, yang dikuasai oleh Pemerintah Revolusioner Sementara, karena pasukan PAVN telah mendudukinya pada awal tahun dan Trung disambut dengan hangat oleh tentara PAVN.[14] Vietnam Utara mengklaim bahwa Trung telah menjadi agen VC sejak 1969 dan disusupi ke RVNAF, kemudian bergabung dengan Skuadron Tempur ke-540 dari Divisi Angkatan Udara ke-3. Trung kemudian mengungkapkan bahwa ia berasal dari Provinsi Bến Tre di wilayah Mekong dan ayahnya pernah menjabat sebagai sekretaris distrik Partai Revolusioner Rakyat.[15] Trung marah dengan kematian ayahnya yang dibunuh dan tubuhnya dimutilasi oleh Polisi Vietnam Selatan pada 1963 dan ia bersumpah untuk membalas dendam pada Pemerintah Vietnam Selatan. Sehingga pada 1969, Trung diam-diam bergabung dengan VC setelah ia diterima di RVNAF.[16]

Pertempuran

sunting

Persiapan misi

sunting
 
Jenis pesawat tempur F-5 yang diterbangkan Nguyen Thanh Trung dalam misinya melakukan pengeboman Istana Kepresidenan.

Sebelum peristiwa pengeboman Istana Kepresidenan, Jenderal Vietnam Utara Văn Tiến Dũng dan para panglimanya telah mendiskusikan kemungkinan penempatan unit VPAF, untuk menyerang target berharga di Vietnam Selatan untuk mendukung PAVN. Pertimbangan atas penggunaan pesawat tempur MiG-17 Soviet, karena pilot-pilot VPAF telah memiliki pengalaman tempur yang signifikan dengan jenis pesawat tersebut.[17] Namun, terdapat masalah untuk memindahkan MiG dari pangkalan mereka di Vietnam Utara, karena pertahanan Vietnam Selatan dikerahkan jauh lebih cepat dari waktu yang diperkirakan, hanya ada sedikit waktu untuk mengerahkan MiG sebagai dukungan unit Vietnam Utara yang mengepung Saigon. Akhirnya diputuskan untuk menggunakan sejumlah besar pesawat buatan Amerika milik RVNAF yang dirampas dari Pangkalan Udara Pleiku dan Da Nang sebagai gantinya.[18]

Keputusan untuk menggunakan pesawat hasil rampasan tersebut menghadirkan tantangan bagi pasukan VPAF, karena mereka kurang berpengalaman dalam mengoperasikan pesawat-pesawat buatan Amerika milik RVNAF, Selain itu, para pilot VPAF juga tidak mahir berbahasa inggris karena telah terbiasa dengan pelatihan peralatan menggunakan Bahasa Rusia.[19] Jenderal Dung memutuskan bahwa Trung yang akan melakukan pelatihan konversi bagi pilot-pilot VPAF, setelah ia menerima berita tentang aksi Trung pada 8 April. Pelatihan tersebut dimaksudkan agar pilot-pilot VPAF dapat menerbangkan pesawat A-37 Dragonfly sesuai dengan rencana operasi yang akan dilakukan. Trung kemudian dikirim ke Pangkalan Udara Da Nang dan ia bergabung dengan Letnan Tran Van On dan Tran Van Xanh, keduanya merupakan mantan pilot RVNAF yang ditangkap ketika Pangkalan Da Nang diduduki pada 29 Maret. Trung, Xanh dan On ditugaskan untuk menerjemahkan panduan dari bahasa Inggris ke bahasa Vietnam, serta menerjemahkan instruksi instrumen yang ada di pesawat A-37 ke dalam bahasa Vietnam.[20]

Pada 19 April, Komando VPAF diperintahkan untuk mempersiapkan operasinya di Vietnam Selatan, kemudian sekelompok pilot dari Skuadron 4 Resimen Tempur 923 VPAF, dipilih untuk melakukan pelatihan konversi di Pangkalan Da Nang dan membentuk skuadron baru untuk operasi tersebut. Kelompok pilot yang terpilih, dipimpin oleh Kapten Nguyen Van Luc bersama dengan Tu De, Tran Cao Thang, Han Van Quang dan Hoang Mai Vuong.[17] Bersama dengan mantan pilot RVNAF Trung and On, kelompok tersebut akan membentuk Skuadron Quyet Thang yang berarti "Bertekad untuk Menang". Pilot-pilot VPAF tiba di Pangkalan Udara Da Nang pada 22 April dan mulai berlatih dengan dua pesawat A-37 yang telah diperbaiki dan dipulihkan dalam kondisi laik terbang dengan dukungan dari Trung, On, Xanh dan beberapa teknisi Vietnam Selatan yang ditangkap. Pilot-pilot VPAF mampu menerbangkan pesawat A-37 secara mandiri hanya jangka waktu lima hari tanpa dukungan dari mantan pilot-pilot RVNAF.[20]

Ketika pilot-pilot VPAF menyelesaikan fase-fase akhir pelatihan konversinya, Komando VPAF memilih untuk menyerang Pangkalan Udara Tân Sơn Nhứt di Saigon. Kemudian para pilot diterbangkan ke Pangkalan Udara Phù Cát yang terletak di Provinsi Binh Dinh pada 27 April, untuk menerima arahan dari Panglima VPAF Mayor Jenderal Le Van Tri tentang rencana operasi yang akan dijalankan.[17] Tri juga memberi instruksi kepada para pilot untuk memastikan bahwa serangan bom mereka tidak mengenai wilayah sipil di Saigon. Dari kelompok asli peserta pelatihan, Luc, De, Quang, Vuong, Trung dan On terpilih untuk turut ambil bagian dalam operasi serangan tersebut. Sementara itu, On dan Xanh juga diinstruksikan untuk melakukan uji terbang lima pesawat pengebom A-37 hasil rampasan, yang akan menjadi andalan Skuadron Quyet Thang. Kemudian pada pagi hari tanggal 28 April ketika kepindahan pasukan ke Pangkalan Udara Phan Rang, Skuadron Quyet Thang mulai beroperasi dengan Luc yang bertindak sebagai komandan skuadron.[20]

Operasi serangan

sunting
 
Hasil rampasan pesawat berjenis A-37 Dragonfly yang digunakan dalam operasi skuadron Quyet Thang pasukan VPAF dalam serangannya ke Pangkalan Udara Tân Sơn Nhứt, pada 1975.

Luc menyerahkan rencana penyerangan skuadron ke Komando VPAF setibanya di Pangkalan Udara Phan Rang. Formasi tempur akan dipimpin oleh Trung di pesawat terdepan karena ia akrab dengan wilayah terbang di atas kota Saigon. De akan diposisikan di belakang pesawat Trung, lalu diikuti oleh Luc di formasi pesawat ketiga. Kemudian Vuong dan On bersama-sama di formasi baris keempat dan pesawat terakhir dalam susunan formasi tersebut akan dipiloti oleh Quang.[21] Pada 28 April sekitar pukul 16:05, lima pesawat pengebom A-37 dari Skuadron Quyet Thang, yang masing-masing dipersenjatai dengan empat bom seberat 110 Kg, lepas landas dari Pangkalan Udara Phan Rang dengan jarak antar pesawat berkisar antara 600 meter (2.000 ft) hingga 800 meter (2.600 ft) terpisah satu sama lain. Formasi lima pesawat pengebom tersebut hanya terbang pada ketinggian jelajah 1.000 meter. Titik navigasi pertama formasi pesawat adalah Vũng Tàu, yang akan langsung berbelok ke arah Pangkalan Udara Tân Sơn Nhứt. Ketika skuadron terbang di atas Pangkalan Udara Bien Hoa, dua pesawat RVNAF A-1 Skyraider terlihat melakukan serangan mendadak pengeboman di dekat wilayah tersebut, tetapi formasi tempur tidak diizinkan untuk terlibat.[18]

Tak lama setelah pukul 17:00 waktu setempat, formasi tersebut dapat mendekati Pangkalan Udara Tân Sơn Nhứt tanpa hambatan, karena pesawat mereka masih mengenakan nomor kode Vietnam Selatan. Dari sekitar ketinggian 2,000 meter (6 ft 6,7 in) di atas target, pesawat Trung menukik ke titik sasaran pengeboman, tetapi bomnya tidak dapat dilepaskan dari dudukannya, sehingga Trung terpaksa menarik pesawatnya ke ketinggian lagi.[20] Pesawat berikutnya adalah De, yang mampu menjatuhkan seluruh muatan bomnya tepat pada titik sasaran, diikuti oleh Luc menukik ke titik sasaran, tetapi ia juga mengalami kendala dengan sistem pelepasan senjata, sehingga hanya dua bom yang dapat dijatuhkan pada sasaran. Setelah dua baris formasi pesawat terakhir yang dipiloti oleh Vuong, Quang dan On berhasil mencapai sasaran, mereka menembaki pesawat di landasan dengan berondongan tembakan. Trung dan Luc kemudian melakukan putaran kedua serangan, setelah putaran pertama gagal, tetapi sekali lagi mereka menghadapi hal yang sama karena terdapat masalah dengan sistem pelepasan bom pada pesawatnya.[20]

Atas serangan tersebut, Vietnam Selatan menanggapinya dengan menembakkan senjata antipesawat mereka, sehingga Luc memerintahkan formasi skuadron mundur saat Trung melakukan satu upaya terakhir untuk menjatuhkan muatannya menggunakan mode darurat. Beberapa pesawat F-5 RVNAF dikerahkan untuk mengejar skuadron Quyet Thang, tetapi mereka berhasil lolos tanpa kerusakan apapun.[21] Quang bertindak sebagai pemimpin formasi dalam perjalanan kembali ke Pangkalan, diikuti oleh Luc, De dan Vuong dan On. Sementara Trung, yang telah kembali atas upaya pengeboman putaran ketiga, membuntuti di belakang formasi. Mereka harus terbang di ketinggian jelajah yang lebih rendah untuk menghindari kesalahan terkena tembakan senjata antipesawat pasukan PAVN, ketika mereka terbang di wilayah udara Phan Thiết.[20] Saat formasi skuadron berada dalam jarak 40 kilometer dari Pangkalan Udara Phan Rang, De diberikan izin untuk mendarat terlebih dahulu karena ia hanya memiliki sisa bahan bakar sekitar 600 liter, menyusul komandan skuadron Luc yang berada di belakang De, melakukan pendaratan berikutnya, diikuti oleh Vuong dan On, kemudian Quang serta Trung, yang memimpin serangan selama operasi tempur, adalah pesawat terakhir yang tiba kembali ke pangkalan.[20] Tanggal 28 April, pukul 18:00 seluruh pilot Skuadron VPAF Quyet Thang telah mendarat di Phan Rang dan berhasil menyelesaikan serangan udara pertama Vietnam Utara terhadap Saigon sepanjang Perang Vietnam.[22]

Kesudahan

sunting

Serangan terhadap Pangkalan Udara Tân Sơn Nhứt mengakibatkan pangkalan tersebut ditutup sementara dan beroperasi kembali dalam waktu singkat. Vietnam Utara mengeklaim bahwa mereka telah menghancurkan sejumlah 24 pesawat dan menewaskan sekitar 200 anggota pasukan Vietnam Selatan,[18] tetapi sumber Amerika menyatakan bahwa hanya 3 pesawat jenis Fairchild AC-119 dan beberapa pesawat jenis Douglas C-47 yang hancur, tanpa menyebutkan jumlah korban.[23]

Pada malam 28 April, Tân Sơn Nhứt dihantam artileri dan roket Vietnam Utara, lalu pagi harinya saat fajar tanggal 29 April, RVNAF mulai kocar-kacir meninggalkan pangkalan ketika pesawat-pesawat A-37, F-5, C-7, C-119 dan C-130 lepas landas menuju Thailand, sementara helikopter UH-1 terbang dalam pencarian armada evakuasi Gugus Tugas 76.[24] Bagaimanapun juga, beberapa pesawat RVNAF, tetap tinggal dan terus melawan PAVN yang bergerak maju. Satu pesawat tempur AC-119 pada malam 28/29 April melontarkan suar dan menembaki pasukan PAVN yang mendekat. Saat fajar 29 April, dua A-1 Skyraiders mulai berpatroli di perimeter Tân Sơn Nhứt pada ketinggian jelajah 2,500 kaki (0,762 m), hingga salah satunya ditembak jatuh, mungkin oleh rudal SA-7. Kemudian sekitar pukul 07:00, satu pesawat jenis AC-119 yang menembaki formasi PAVN di sebelah timur pangkalan, juga dihantam rudal SA-7 dan jatuh terbakar.[25] Karena situasi yang terus memburuk di Tân Sơn Nhứt, evakuasi fixed-wing Saigon dibatalkan dan dimulainya Operasi Frequent Wind.[25]

Referensi

sunting

  Artikel ini berisi bahan berstatus domain umum dari situs web atau dokumen Air Force Historical Research Agency.

  1. ^ "Captured U.S. Planes Bomb Saigon Airport". The Desert Sun (dalam bahasa Inggris). 28 April 1975. Diakses tanggal 21 Mei 2022. Military sources said later they were flown by Communists. The sources said the air strikes destroyed three F5 Freedom Fighter jets, four C119 Flying Boxcars, three C47 aircraft and a DC3. 
  2. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 61.
  3. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 60.
  4. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 62.
  5. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 57.
  6. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 58.
  7. ^ Dương 1980, hlm. 166.
  8. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 75.
  9. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 76.
  10. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 77.
  11. ^ Dương 1980, hlm. 203.
  12. ^ Momyer & Des Brisay 1985, hlm. 78.
  13. ^ a b Tambini 2001, hlm. 38.
  14. ^ a b Tambini 2001, hlm. 39.
  15. ^ Burchett, Wilfred G. (1978). Catapult to Freedom (dalam bahasa Inggris). Quartet Books. hlm. 186. ISBN 9780704321564. LCCN 78314576. OL 4287661M. 
  16. ^ Tié̂n Dũng 1977, hlm. 171.
  17. ^ a b c Boniface 2008, hlm. 155.
  18. ^ a b c Tié̂n Dũng 1977, hlm. 172.
  19. ^ Tié̂n Dũng 1977, hlm. 170.
  20. ^ a b c d e f g Boniface 2008, hlm. 156.
  21. ^ a b Darling 2005, hlm. 45.
  22. ^ Boniface 2008, hlm. 157.
  23. ^ Leeker, Dr Joe F (2009). Air America in South Vietnam III: The Collapse (PDF). University of Texas at Dallas. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2010-11-05. 
  24. ^ Tobin, Laehr & Hilgenburg 1978, hlm. 81.
  25. ^ a b Tobin, Laehr & Hilgenburg 1978, hlm. 82.

Pustaka

sunting