Panggung Krapyak

panggung di Yogyakarta, Indonesia

Panggung Krapyak (aksara Jawa: ꦥꦁ​ꦒꦸꦁ​ꦏꦿꦥꦾꦏ꧀) adalah sebuah bangunan bersejarah berbentuk ruangan menyerupai kubus. Pada masa Kesultanan Mataram, Panggung Krapyak digunakan oleh Raja-raja Mataram sebagai tempat pengintaian untuk berburu binatang, khususnya rusa atau menjangan. Oleh karena itu, masyarakat sekitar sering menyebut Panggung Krapyak dengan sebutan Kandang Menjangan.[1]

Panggung Krapyak
Nama asli
Jawa: ꦥꦁꦒꦸꦁꦏꦿꦥꦾꦏ꧀
LetakJalan Kyai Haji Ali Maksum
Panggungharjo, Sewon
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Indonesia
Kota terdekatYogyakarta
Luas17,6 m x 15 m
Tinggi10 m
PendiriSri Sultan Hamengkubuwana I
Dibangun1760
Cagar budaya Indonesia
Panggung Krapyak
KategoriBangunan
No. RegnasCB.1450
Lokasi
keberadaan
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
No. SKSK Menteri PM.89/PW.007/MKP/2011
Tanggal SK17 Oktober 2011
Pemilik Indonesia
Nama sebagaimana tercantum dalam
Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya

Panggung Krapyak secara administratif terletak di Kampung Krapyak, Kalurahan Panggungharjo, Kapanéwon Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.[2] Berdasarkan lokasinya, Panggung Krapyak berada di sebelah selatan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan berjarak kurang lebih satu kilometer dari alun-alun kidul (selatan).

Sejarah sunting

Panggung Krapyak dibangun sekitar tahun 1760 oleh Sri Sultan Hamengkubuwana I.[butuh rujukan] Panggung ini sebagai pos berburu sekaligus sebagai daerah pertahanan dari binatang buas. Pada zaman dulu, Krapyak adalah sebuah hutan lebat dengan berbagai jenis hewan liar seperti rusa atau dalam bahasa Jawa disebut menjangan. Tak heran bila wilayah ini dulu banyak digunakan sebagai tempat berburu oleh Raja-raja Mataram. Panggung Krapyak termasuk bangunan yang terletak di Garis Imajiner Yogyakarta, menghubungkan Gunung Merapi, Tugu Yogyakarta, Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Panggung Krapyak dan Pantai Parangtritis. Poros Panggung Krapyak hingga Keraton menggambarkan perjalanan manusia dari lahir hingga dewasa.[3] Wilayah sekitar panggung melambangkan kehidupan manusia saat masih dalam kandungan, ditandai dengan adanya kampung Mijen di sebelah utara Panggung Krapyak sebagai lambang benih manusia. Mengunjungi Panggung Krapyak, berarti mengunjungi salah satu bangunan penting bagi Keraton Yogyakarta.

Bangunan sunting

 
Bagian dalam Panggung Krapyak

Panggung Krapyak berbentuk menyerupai kotak. Ukuran luasnya adalah 17,6 m x 15 m.[butuh rujukan] Ketinggian bangunannya adalah 10 m.[4] Arsitektur bangunannya cukup unik. Setiap sisi bangunan memiliki sebuah pintu dan dua buah jendela. Pintu dan jendela ditutup dengan pagar besi yang tidak rapat sehingga bagian dalam bisa terlihat dari luar. Bagian bawah pintu dan jendela berbentuk persegi tetapi bagian atasnya melengkung, seperti rancangan pintu dan jendela di masjid. Bangunan ini terdiri dari dua lantai. Pada lantai atas berupa ruangan terbuka yang cukup luas dan dibatasi pagar dengan ketinggian sedang.

Penduduk di sekitar Panggung Krapyak dan para peneliti berasumsi bahwa dahulu pada abad ke-18 Masehi, bangunan ini dikelilingi oleh pagar berupa tembok. Sisa-sisa struktur tembok tersebut berada di sisi selatan dan barat Panggung Krapyak. Sayangnya, struktur tersebut tidak dapat dilihat karena tertutup warung dan rumah warga. Selain struktur tembok, ditemukan juga sumur dan sisa-sisa kolam yang masih berasosiasi dengan bangunan Panggung Krapyak ini.

Rujukan sunting

  1. ^ Syauqi, 16512044 Muhammad (2020). "Perancangan "Culture of Forest" Community hub Di Kawasan Panggung Krapyak Bantul Yogyakarta Dengan Pendekatan Passive Design" (dalam bahasa Inggris). 
  2. ^ Buku Panduan Pariwisata Kecamatan Mantrijeron (PDF). Pemerintah Kota Yogyakarta. 
  3. ^ Syauqi, 16512044 Muhammad (2020). "Perancangan "Culture of Forest" Community hub Di Kawasan Panggung Krapyak Bantul Yogyakarta Dengan Pendekatan Passive Design" (dalam bahasa Inggris). 
  4. ^ Erikha, F., dan Lauder, M. R. M. T. (Januari 2022). Toponimi di Jantung Kota Yogyakarta dari Perspektif Kebahasaan hingga Psikologi Sosial. Jakarta: LIPI Press. hlm. 33. doi:10.55981/brin.337. ISBN 978-602-496-289-0. 

Pranala luar sunting