Nukleosintesis Ledakan Dahsyat

peristiwa selama fase awal pembentukan alam semesta
(Dialihkan dari Nukleosintesis primordial)

Dalam kosmologi, nukleosintesis Big Bang atau nukleosintesis primordial (bahasa Inggris Big Bang Nucleosynthesis = BBN) merujuk pada produksi inti selain H-1, hidrogen normal, selama fase awal alam semesta, beberapa saat setelah Big Bang. Dipercaya bahwa peristiwa ini bertangungjawab pada pembentukan hidrogen (H-1 atau H) dan isotopnya yaitu deuterium (H-2 atau D), isotop helium He-3 dan He-4, dan isotop lithium Li-7.

Karakteristik nukleosintesis Big Bang

sunting

Terdapat dua karakteristik penting dari BBN:

  • BBN berlangsung hanya dalam waktu tiga menit (selama periode dari 100 hingga sekitar 300 detik dari awal ekspansi ruang); setelah itu, temperatur dan kerapatan alam semesta menurun hingga di bawah harga yang dibutuhkan untuk melangsungkan fusi nuklir. Peristiwa BBN yang singkat ini memainkan peranan penting dalam evolusi alam semesta karena mencegah terbentuknya elemen-elemen yang lebih berat daripada berilium di mana pada saat yang sama elemen ringan yang tidak ikut terbakar pada fusi nuklir awal, seperti deuterium, tetap eksis.
  • BBN berlangsung secara menyeluruh, mencakup seluruh alam semesta (saat itu).

Parameter kunci dalam menghitung efek BBN adalah jumlah foton per baryon. Parameter ini berhubungan dengan temperatur dan kerapatan alam semesta awal sehingga kondisi di mana fusi nuklir terjadi dapat ditentukan. Selanjutnya kita dapat menurunkan kelimpahan elemen. Perhitungan berdasarkan teori Big Bang yang kita yakini saat ini, peristiwa BBN menghasilkan sekitar 75% H-1, sekitar 25% helium-4, sekitar 0.01% deuterium, sedikit lithium dan berilium, dan tanpa elemen-elemen berat yang lain. Kelimpahan yang teramati saat ini konsisten dengan jumlah tersebut sehingga merupakan salah satu bukti yang mendukung teori Big Bang. Persentase kelimpahan ini merupakan presentasi massa.

Urut-urutan BBN

sunting

Nukleosintesis Big Bang dimulai satu menit setalah Big Bang, ketika alam semesta cukup dingin untuk membentuk proton dan netron, setelah bariogenesis. Dari perhitungan termodinamika sederhana, dapat dihitung fraksi proton dan netron berdasarkan temperatur pada saat itu. Fraksi ini dinyatakan dalam proton per netron, sebab netron yang bermassa lebih besar meluruh secara spontan dengan waktu paruh 15 menit. Salah satu ciri BBN adalah bahwa hukum-hukum fisika dan tetapan-tetapan yang mengatur kelakuan materi pada tingkatan energi saat itu telah dipahami dengan sangat baik, sehingga BBN bukan merupakan peristiwa yang spekulatif sebagaimana peristiwa-peristiwa lainnya di awal alam semesta.

Begitu alam semesta mengembang, dia mendingin. Netron bebas dan proton menjadi kurang stabil daripada inti helium, sehingga proton dan netron memiliki kecenderungan untuk membentuk helium-4. Namun pembentukan helium-4 membutuhkan langkah antara yaitu pembentukan deuterium. Pada saat nukleosintesis terjadi temperatur cukup tinggi, sehingga energi rata-rata per partikel lebih besar daripada energi ikat deuterium; oleh karenanya setiap deuterium yang terbentuk segera hancur kembali (situasinya dikenal sebagai deuterium bottleneck). Di sini, pembentukan helium-4 tertunda hingga alam semesta cukup dingin untuk membentuk deuterium (pada sekitar T = 0.1 MeV), di mana pembentukan elemen tersebut terjadi secara tiba-tiba dan dalam skala besar. Segera setelah itu, pada tiga menit setelah Big Bang, alam semesta menjadi terlalu dingin untuk reaksi fusi nuklir apa pun terjadi. Pada titik ini kelimpahan elemen menjadi konstan dan perubahan hanya terjadi dari peluruhan radioaktif beberapa produk BBN (seperti tritium).

Sejarah nukleosintesis Big Bang

sunting

Sejarah nukleosintesis Big Bang dimulai dengan perhitungan dari Ralph Alpher dan George Gamow pada 1940an.

Selama 1970an, terdapat masalah besar, yaitu kerapatan baryon, sebagaimana dihitung nukleosintesis Big Bang, kurang daripada massa yang teramati berdasarkan perhitungan laju ekspansi. Teka-teki ini dipecahkan melalui postulat adanya materi gelap.

Elemen Berat

sunting

Nukleosintesis Big Bang tidak menghasilkan elemen-elemen yang lebih berat daripada berilium. Tidak ada inti stabil di alam yang mengandung 8 nukleon, sehingga terdapat bottleneck yang menghentikan proses nukleosintesis hanya sampai di sini. Pada reaksi fusi nuklir yang terjadi di dalam bintang, bottleneck tersebut dilewati melalui proses triple-alpha, yaitu proses reaksi nuklir yang melibatkan tumbukan tiga inti helium-4. Namun proses triple alpha tidak dapat mengubah sejumlah besar helium menjadi karbon hanya dalam orde waktu beberapa menit. Proses triple-alpha memakan waktu puluhan ribu tahun untuk dapat mengubah helium menjadi karbon dalam jumlah yang signifikan.

Helium-4

sunting

Nukleosintesis Big Bang memperkirakan terdapat sekitar 25% helium-4 di alam semesta, dan jumlah ini tidak bergantung pada kondisi awal alam semesta. Hal ini disebabkan helium-4 sangatlah stabil sehingga hampir semua netron akan bergabung dengan proton untuk membentuk helium-4. Sebagai tambahan, dua atom helium-4 tidak dapat bergabung untuk membentuk atom stabil, sehingga sekali helium-4 terbentuk dia tetap akan menjadi helium-4. Hal ini dapat digambarkan dengan menganalogikan helium-4 sebagai abu. Jumlah abu yang dihasilkan sebatang ranting yang dibakar adalah tetap, tidak bergantung pada bagaimana cara ranting itu dibakar.

Pengetahuan mengenai kelimpahan helium-4 menjadi penting karena ternyata didapati bahwa kelimpahan helium-4 di alam semesta lebih besar daripada yang diperkirakan dari nukleosintesis bintang. Sebagai tambahan, kelimpahan ini menjadi sebuah batu uji penting bagi teori Big Bang. Jika kelimpahan helium-4 jauh berbeda dari angka 25%, maka akan menghadirkan tantangan serius bagi teori Big Bang.

Deuterium

sunting

Kebalikan dari helium-4, deuterium sangatlah tidak stabil dan sangat mudah hancur. Karena helium-4 sangat stabil, ada kecenderungan kuat bagi dua inti deuterium untuk membentuk helium-4. Satu-satunya alasan BBN tidak mengubah semua deuterium di alam semesta menjadi helium-4 adalah ekspansi membuat alam semesta mendingin dan memotong pengubahan ini. Tidak seperti helium-4, jumlah deuterium di alam semesta bergantung pada kondisi awal alam semesta. Makin padat alam semesta, makin banyak deuterium yang terkonversi.

Sampai kini tidak diketahui proses yang dapat memproduksi deuterium dalam jumlah signifikan selain proses BBN. Pengamatan kelimpahan deuterium menyarankan bahwa usia alam semesta tidaklah tidak terbatas, yang sesuai dengan teori Big Bang.

Selama dekade 1970an, dilakukan upaya besar untuk menemukan proses yang dapat memproduksi deuterium, yang pada gilirannya menjadi upaya untuk memproduksi isotop yang lebih berat daripada deuterium. Masalahnya adalah ketika konsentrasi deuterium di alam semesta konsisten dengan model Big Bang, harga tersebut terlalu tinggi untuk konsisten dengan model yang menduga bahwa kebanyakan alam semesta terdiri dari proton dan netron. Jika kita mengasumsikan bahwa alam semesta keseluruhannya terdiri dari proton dan netron, kerapatan alam semesta akan sedemikian sehingga kebanyakan deuterium yang teramati sekarang sudah terbakar menjadi helium-4.

Ketidakkonsistenan antara pengamatan deuterium dan pengamatan laju ekspansi alam semesta membawa kepada usaha untuk menemukan proses memproduksi deuterium. Setelah satu dekade usaha ini, konsensus akhir adalah bahwa proses ini tidak mungkin terjadi, dan penjelasan standar yang sekarang digunakan tentang kelimpahan deuterium adalah bahwa alam semesta kebanyakan tidak terdiri dari baryon, dan bahwa materi non-baryonik (disebut juga sebagai materi gelap) mendominasi massa materi alam semesta.

Sangat sulit menjelaskan proses fusi nuklir yang dapat menghasilkan deuterium. Proses ini mensyaratkan temperatur yang cukup tinggi bagi terbentuknya deuterium, tetapi tidak cukup tinggi bagi produksi helium-4, dan proses ini harus terdinginkan secara tiba-tiba hingga mencapai temperatur non-nuklir tidak lebih dari beberapa menit saja dan juga diperlukan kondisi agar deuterium segera tersapu keluar dari proses sebelum bergabung dengan yang lain membentuk helium-4.

Memproduksi deuterium dari fisi nuklir juga sangat sulit. Deuterium sangat tunduk pada proses nuklir, dan tumbukan di antara inti atom mungkin menghasilkan penyerapan inti, atau pelepasan netron-netron bebas atau partikel alpha. Selama 1970an, usaha-usaha dilakukan dengan menggunakan sinar kosmik yang ditumbukkan pada sebuah objek (cosmic ray spallation) untuk menghasilkan deuterium. Usaha-usaha ini gagal tetapi secara tidak terduga menghasilkan elemen-elemen ringan yang lain.

Status dan Implikasi BBN

sunting

Teori BBN memberikan deskripsi matematik yang detail mengenai produksi elemen-elemen ringan seperti deuterium, helium-3, helium-4, dan lithium-7. Lebih Khusus lagi, BBN menghasilkan prediksi kuantitatif yang teliti mengenai komposisi elemen-elemen tersebut pada masa-masa awal terbentuknya alam semesta, yang disebut juga sebagai kelimpahan primordial.

Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam gambaran standar BBN, semua kelimpahan elemen ringan bergantung pada jumlah materi biasa (baryon) relatif terhadap radiasi (foton). Karena berdasarkan prinsip kosmologi alam semesta adalah homogen, maka ia akan mempunyai satu harga yang unik untuk rasio baryon terhadap foton (tetapi harga ini masih belum diketahui). Pertanyaan berikut dapat diajukan untuk menguji teori BBN terhadap pengamatan: dapatkah semua pengamatan elemen ringan dijelaskan dengan sebuah "harga tunggal" rasio baryon terhadap foton? Atau lebih tepat lagi, untuk mendapatkan satu rentang ketelitian tertentu dari prediksi dan pengamatan, dapat ditanyakan: adakah suatu "rentang" harga rasio baryon terhadap foton yang dapat berlaku untuk seluruh pengamatan?

Jawaban saat ini adalah ya: prediksi elemen ringan BBN dapat dipersatukan dengan pengamatan untuk sebuah rentang harga baryon terhadap foton, dengan ketidakpatian teoretis dan pengamatan dimasukkan ke dalam perhitungan. Kecocokan ini merupakan keberhasilan kosmologi modern: BBN berhasil mengekstrapolasikan kandungan dan kondisi alam semesta sekarang (yang berusia sekitar 14 miliar tahun) kembali hingga saat dia baru berumur satu detik, dan hasilnya sesuai dengan pengamatan.

Teori BBN non-standar

sunting

Sebagai tambahan pada skenario BBN standar, terdapat beberapa skenario BBN yang tidak standar. Terdapat berbagai macam alasan dalam meneliti BBN non-standar. Pertama, lebih bersifat sejarah, adalah untuk memecahkan ketidakkonsistenan antara prediksi BBN dan pengamatan. Tetapi hal ini telah dibuktikan oleh metode dan instrumen pengamatan yang makin baik. Yang kedua, merupakan fokus pengembangan teori BBN non-standar di awal abad ke-21, yaitu menggunakan BBN untuk mencari batas-batas fisika spekulatif. Sebagai contoh, BBN standar mengasumsikan bahwa tidak ada partikel hipotetik eksotik yang terlibat dalam BBN, tetapi seseorang dapat memasukkan partikel hipotetik (seperti neutrino masif) dan melihat apakah yang akan terjadi.

Pranala luar

sunting
  • R. A. Alpher, H. A. Bethe, G. Gamow, The Origin of Chemical Elements Diarsipkan 2013-02-07 di Wayback Machine., Physical Review 73 (1948), 803. Paper αβγ (dari Alpher, Bethe, Gamow), di mana Alpher dan Gamow menyarankan bahwa elemen-elemen ringan diciptakan oleh ion-ion hidrogen yang menangkap netron pada saat awal alam semesta yang masih panas dan rapat. Nama Bethe ditambahkan agar lengkap menjadi αβγ.
  • G. Gamow, The Origin of Elements and the Separation of Galaxies Diarsipkan 2012-01-25 di Wayback Machine., Physical Review 74 (1948), 505. Dua paper tahun 1948 ini meletakkan dasar pengetahuan mengenai nukleosintesis big bang.
  • G. Gamow, Nature 162 (1948), 680.
  • R. A. Alpher, "A Neutron-Capture Theory of the Formation and Relative Abundance of the Elements," Physical Review 74 (1948), 1737.
  • R. A. Alpher and R. Herman, "On the Relative Abundance of the Elements," Physical Review 74 (1948), 1577. Paper ini memuat estimasi pertama mengenai temperatur masa kini alam semesta.
  • R. A. Alpher, R. Herman, and G. Gamow Nature 162 (1948), 774.
  • Kalkulator kelimpahan elemen Big Bang