Nazam adalah salah satu karya sastra membudaya turun-menurun yang merupakan salah satu bagian dari persajakan Aceh dan Gayo yang umumnya ditulis dan dibaca secara berirama. Nazam ini umumnya sarat akan nuansa nilai-nilai spiritualitas (khususnya religi keislaman). Bahkan hampir semua nazam Aceh memaparkan tentang petuah-petuah keagamaan, hukum, sejarah, moral, dan adat etnis Aceh yang bersendikan agama.

Ciri-ciri

sunting

Karakteristik nazam yang membedakan dari karya sastra lainnya ialah nazam umumnya terdiri atas dua belas larik, berima dua-dua, ataupun empat-empat. Isinya biasanya cenderung mengenai suatu kisah, anjuran, dan sebagainya.

Contoh bait

sunting

Berikut merupakan contoh-contoh bait dari nazam:

bahasa Aceh Arti dalam bahasa Indonesia
Leupah that susah watéé mak kandöng.

Dari buleuen phön hingga kuluwa.
Ban lahéé sinyak neuwa ngon neucöm neuikat ayön neudoda gata.
Poma meupantön peuayön gata.

Begitu susah ibu mengandung.

Dari bulan pertama hingga melahirkan.
Ketika lahir beliau peluk dan cium.
Memasang ayunan meninabobokan kamu.
Ibu berpantun saat meninabobokan kamu.

bahasa Aceh Arti dalam bahasa Indonesia
Mate mate geutanyoe mate.

Koen udeep sabee sinoe di donya.
Nyoe gampong donya teumpat singgahan.
Akhirat taulan yang keukai baka.

Mati mati kita akan mati.

Tidak hidup selamanya di dunia.
Dunia hanyalah tempat singgahan.
Akhirat taulan tempat hidup kekal.

Sejarah

sunting

Asal-usul

sunting

Berdasarkan sejarahnya, nazam dipercayai berasal dari wilayah Persia yang disebarkan oleh orang-orang Parsi (komunitas atau pengikut Zoroaster) ke wilayah Aceh di sebelah ujung utara pulau Sumatra sejak zaman kuno jauh sebelum ajaran Muhammadinisme (atau kini disebut Islam) muncul.

Perkembangan zaman modern

sunting

Pada abad ke-21, pemerintahan Republik Indonesia melalui Balai Bahasa Provinsi Aceh melakukan penggiatan revitalisasi nazam yang dianggap sebagai salah satu karya sastra penting bagi masyarakat etnis Aceh dan Gayo khususnya dalam bidang pengetahuan agama.

Referensi

sunting