Mustadjab Budhrasa

Mustadjab Budhrasa atau M. Budhrasa (lahir di Tegal, 13 April 1901 - wafat di Jakarta, 12 September 1977) adalah seorang pemain, sutradara, penulis naskah film Indonesia.[1][2][3]

M. Budhrasa
LahirMustadjab Budhrasa
(1901-04-13)13 April 1901
Tegal, Jawa Tengah, Hindia Belanda (kini Indonesia)
Meninggal12 September 1977(1977-09-12) (umur 76)
Jakarta, Indonesia
PendidikanPGNS (19??-1918)
Pekerjaan
Tahun aktif1931-1977
AnakEndang Kusdiningsih

Biografi

sunting

Awal Karier

sunting

Mustadjab Budhrasa lahir di Tegal pada 13 April 1901. Saat menginjak pada masa-masa remaja, dia masuk ke Sekolah Guru Normal dan lulus pada 1918. Sebagai informasi, sekolah Guru Normal adalah sekolah yang melatih lulusan SMA untuk menjadi guru. Kalau zaman sekarang, setara dengan perguruan tinggi keguruan. Lulus dari sini, Mustajab menjadi guru Sekolah Dasar di Pekalongan sampai 1925.

Ditulis surat kabar Merdeka, Mustajab sangat pengin untuk mencapai kemerdekaan. Karena itu, dia bergabung dengan Sarekat Rakyat yang merupakan pecahan Sarekat Islam yang mengusung Semaoen. Dia ini ketua umum pertama Partai Komunis Indonesia.

Begitu bergabung, Mustajab menjabat sebagai ketua cabang Tegal. "Berhubung dengan itu ia lalu meninggalkan kalangan perguruan dan dengan adanya pemberontakan pada tahun 1926, oleh pemerintah penjajah sdr. Moestajab diasingkan ke Boven Digul," demikian tulis Merdeka, 12 Feb 1947.

kemudian ia dibebaskan dari Boven Digul pada 1931, setelah bebas dari Boven Digul, Ia bergabung dengan kelompok sandiwara Dardanella. Bersama kelompok sandiwara yang sedang booming itu, Mustajab diajak tur ke Malaya, Muangthai, hingga India pada 1934. Selang dua tahun yaitu pada tahun 1938, Mustajab mendirikan kelompok sandiwara bersama Bachtiar Effendi yang dinamai Bolero.

Namun, Perang Dunia II pecah ketika dia sedang pentas di Singapura. Mustajab baru bisa pulang usai perang mereda pada akhir 1945. Setelah pulang dari Singapura, dia bergabung dengan kelompok sandiwara Dewi Mada, tapi itu nggak lama. Dia bergabung dengan kelompok Bintang Surabaya dan Irama Masa. Karena dianggap berpengalaman, dia diangkat menjadi pemimpin di dua kelompok tersebut.

Bisa dibilang, karier Mustajab di dunia sandiwara cukup panjang. Setelah berganti-ganti kelompok sandiwara, akhirnya dia lantas bergabung dengan sandiwara Pantjawarna dan Bintang Timur pimpinan Djamaludin Malik. Dia kemudian dipercaya Djamaludin untuk memimpin Pantjawarna.

Masuk dunia film

sunting

Ketertarikan Mustajab pada seni peran merambah ke layar lebar. Pada tahun 1949, Mustadjab mulai masuk ke dunia film. Film pertama yang dia bintangi berjudul Terang Bulan dirilis pada 1950.

"Barangkali telah jemu dengan sandiwara, yang memang pada waktu itu kurang mendapat perhatian yang layak dari masyarakat, Pak Mustajab coba-coba main di film. memang waktu itu, film di indonesia telah mulai dikenal masyarakat" tulis Minggu pagi, 25 Januari 1959.

Semasa aktif di dunia film, Mustajab mendorong para pekerja film untuk turut menjadi alat propaganda revolusi indonesia dan perebutan Irian Barat. Ia belajar dari pengalaman bahwa pada masa pendudukan jepang, seniman-seniman dimanfaatkan sebagai alat propaganda politik.

"Saran yang demikian itu dikatakan oleh Pak Mustajab, karena tampak adanya tendensi bahwa pemerintah yang berwenang belum menaruh perhatian ke sana (rana kebudayaan)," sebut Minggu Pagi.

Meski begitu, kecintaannya pada seni peran agaknya memang serius. Terbukti dalam arsip Sinematek, selama dekade 1950an menjadi tahun paling produktif bagi Mustajab, karena sudah banyak judul film yang dia bintangi. Seperti film Djembatan Merah (1950), Ajah Kikir (1951), Si Mientje (1952), Lagu Kenangan (1953), Gara Gara Djanda Muda (1954), hingga Kasih dan Tjinta (1956). Setidaknya, 32 film telah ia bintangi pada dekade 1950an.

Mustadjab tetap aktif pada dekade 1960an dengan membintangi Djakarta By Pass (1962), Kami Bangun Hari Esok (1963), dan empat film lainnya. Sedangkan pada dekade 1970an ia juga mendapat peran dalam film Ratu Amplop (1974).

Mewarisi Jejaknya kepada anaknya

sunting

Salah satu anak Mustajab, yakni Endang Kusdiningsih, mengikuti jejak ayahnya sebagai artis. Sebelumnya Endang juga pemain drama dan sandiwara seperti ayahnya. Endang membintangi film Tarmina (1954) dan terpilih sebagai artis pendukung terbaik dalam Festival Film Indonesia 1955.

Endang kemudian berperan dalam film Hadiah 10.000 (1955) dan Kasih dan Tjinta (1956). Namun, karier Endang tak sepanjang ayahnya yang masih aktif hingga 1977. Endang pensiun dari dunia perfilman selepas bermain di film Malam Tak Berembun (1961) dan meninggal empat tahun kemudian setelah ia pensiun dari dunia perfilman.

Akhir karier dan Kematian

sunting

Film Manager Hotel (1977) menjadi film terakhir Mustajab sebelum meninggal dunia pada tahun yang sama. Pada 12 September 1977, Mustajab Budhrasa meninggal dunia di rumahnya di Jakarta. Sayangnya, Tidak banyak yang mengetahui berita duka ini dari kalangan pekerja film termasuk sesama artis. Hanya dua orang artis dan aktor film, yakin Darussalam dan sang istri, Netty Herawati yang hadir di pemakamannya.

Filmografi

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "IdFilmCenter". www.indonesianfilmcenter.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-05-29. 
  2. ^ "Digulis Jadi Artis". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. 2020-02-04. Diakses tanggal 2024-05-29. 
  3. ^ Rachma, Dwiyanti. "Kapok Jadi Buangan di Boven Digul, Mustajab Budrasa Pilih Jadi Seniman". Inibaru Indonesia. Diakses tanggal 2024-05-29.