Multistrada Arah Sarana

perusahaan asal Indonesia

PT Multistrada Arah Sarana Tbk adalah sebuah perusahaan publik di Indonesia (IDX: MASA) yang bergerak di bidang usaha manufaktur produk ban untuk mobil dan motor, dalam beberapa merek untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.[1] Multistrada mengklaim dirinya sebagai produsen ban terbesar di Indonesia.[4]

PT Multistrada Arah Sarana Tbk
Publik
Kode emitenIDX: MASA
IndustriManufaktur
Didirikan20 Juni 1988
Kantor
pusat
Jl. Raya Lemahabang Km 58,3
Karangsari, Cikarang Timur
Bekasi, Jawa Barat, Indonesia[1]
Tokoh
kunci
Steven Gommert Vette (Presiden Direktur)[2]
Chan Hock Sen (Presiden Komisaris)[3]
Produkban
Karyawan
3.148 (2020)[1]
IndukMichelin (99,6%)[1]
Anak
usaha
PT Kawasan Industri Multistrada
Achilles Tire USA, Inc.
PT Perta Artha Impressi (20%)[1]
Situs webmultistrada.co.id

Sejarah sunting

Perusahaan ini awalnya didirikan pada tanggal 20 Juni 1988 dengan nama PT Oroban Perkasa yang mulai beroperasi pada Agustus 1995.[1] Usaha awal Oroban adalah menjadi agen bagi ban Pirelli di Indonesia sejak 1991,[5] namun sejak 1995, Oroban mulai menjadi produsen ban dengan menggandeng Continental AG Jerman dengan kapasitas produksi 1,5 juta unit.[6] Meskipun demikian, Oroban tercatat juga tetap bekerjasama dengan Pirelli.[7] Produksi bannya di tahun 1996 mencapai 759.000 unit yang 94,5%-nya untuk ekspor, sisanya untuk lokal seperti mobil Timor. Pada tahun selanjutnya (1996), persentase penjualan lokal bertambah menjadi 30%.[6] Sejak tanggal 9 Desember 1996, PT Oroban Perkasa kemudian diganti menjadi PT Multistrada Arahsarana.[1]

Multistrada sejak awal pendiriannya tergabung dalam kelompok Starsurya milik Hadi Wijaya dan Mulianto Tanaga, yang juga memiliki sejumlah usaha di bidang otomotif (seperti agen Mercedes-Benz, produksi mobil Daewoo) dan perbankan (Bank Indotrade). Di tahun 1997, duo Tanaga kemudian menyiapkan pembangunan pabrik ban baru miliknya di Bekasi, Jawa Barat dengan investasi Rp 600 miliar.[6] Meskipun tercatat menjadi salah satu produsen ban terbesar di Indonesia dengan produksinya mencapai 4,6 juta unit di tahun 1998,[8] khusus pasar dalam negeri, Multistrada saat itu kurang menemui nasib yang baik dengan hanya meraup 2% pangsa pasar nasional, dan kapasitas produksinya sempat menurun menjadi hanya 22.000 ton ban saja.[9]

Belakangan, pasca krisis moneter, keluarga Tanaga menjadi terjerat kredit macet sebesar Rp 2,3 triliun sebagai salah satu debitor terbesar nasional.[9] Salah satu hutang tersebut adalah ke Bank Bumi Daya yang sejak 1990-an memang makin sedikit dibayar cicilannya.[10] Belakangan, ketika BPPN yang diminta untuk menyelesaikan utang itu sulit menagih duo Tanaga, mereka lalu menyita pabrik dan bisnis ban Multistrada.[11] Upaya BPPN untuk melelang PT Multistrada, awalnya pun masih menemui sengketa dengan digugat ke pengadilan.[12] Belakangan, BPPN berhasil menjual Multistrada kepada PT Putra Bangsa di tanggal 1 September 2003 melalui lelang. PT Putra Bangsa kemudian menjual kembali sahamnya ke PVP XVIII Pte. Ltd., Singapura di tanggal 18 Agustus 2004. Bergabung kemudian PT Indokemika Jayatama (perusahaan kimia milik Salim Group) lewat konversi hutang menjadi saham, ditambah pembelian saham dari PT Javaindo Asetama (yang sebelumnya membeli sejumlah saham di Multistrada dari duo Tanaga). Praktis, kepemilikan menjadi PVP sebanyak 90% dan Indokemika sebanyak 10%. Meskipun berbasis di Singapura, PVP dikabarkan dimiliki oleh investor lokal.[13] Manajemen baru kemudian melakukan proses penyehatan dan restrukturisasi pada hutang-hutang perusahaan.[14][15][16]

Sebagai bagian dari pembaharuan perusahaan tersebut, di tanggal 9 Juni 2005, Multistrada melakukan pencatatan di Bursa Efek Jakarta dan Surabaya (go public). Sekitar 1 miliar saham (28,6%) ditawarkan ke publik dengan harga penawaran Rp 170/saham.[17] Sekitar 70% dana dari IPO digunakan bagi peningkatan mutu dan kapasitas produksi, sisanya bagi modal kerja. Pada tahun-tahun tersebut, Multistrada mengedarkan produknya untuk dalam dan luar negeri. Di dalam negeri, produknya diedarkan dengan merek Corsa, Achilles dan Strada (6,9% dari produksi), sedangkan 94% produksi sisanya diekspor terutama ke negara Eropa (41,4%), Timur Tengah (38%), Asia (6,7%) dan Afrika (6,9%). Produksi bannya di tahun 2004 sudah mencapai 1,48 juta ton yang akan ditingkatkan.[18] Di akhir tahun 2006, Multistrada tetap masih dimiliki mayoritas sahamnya oleh PVP (62,97%), sisanya HSBC Indonesia 9,56%, Indokemika 7% dan publik.[15] Dengan dana segar dari IPO, Multistrada saat itu langsung meningkatkan kapasitas dan kualitas produksi yang membantu pengembangannya ke depan.[16]

Kinerja perusahaan pun berkembang dengan baik. Pada kuartal-III 2009, Multistrada sudah membukukan pendapatan Rp 1 triliun dan di tahun 2009 labanya sebesar Rp 124 miliar. Kepemilikan perusahaan pada tahun tersebut sudah berubah, dengan saham PVP menyusut (namun tetap yang terbesar) menjadi 26,1%, Prudent Capital Limited 14,29 persen, sisanya pemegang saham lain dan publik. Sempat ada rumor bahwa sebuah perusahaan ban lokal akan mengakuisisi Multistrada di tahun 2010 karena kinerjanya.[19] Untuk menunjang bahan baku, di tahun 2012, anak usahanya, PT Multistrada Agro Internasional membuka lahan karet seluas 1.000 ha (yang ditargetkan akan menjadi 30.000 ha) di Kalimantan Barat. Sedangkan kapasitas terpasang pabrik bannya mencapai 10 juta ban/tahun, walaupun produksi baru mencapai 75% dari kapasitas.[20] Belakangan, kapasitas produksi meningkat, menjadi 10 juta unit ban PCR dan 6 juta unit ban MC, ditambah produk baru berupa ban solid tire (ST) serta ban radial untuk truk dan bus (TBR).[21]

Di tahun 2014, kepemilikan Multistrada kembali berubah dengan PVP menurun drastis menjadi 3,22%, ditambah hadirnya pemegang saham baru. Pieter Tanuri (yang sudah berada di manajemen Multistrada sejak 2000-an)[15] menjadi salah satu pemegang saham terbesar di Multistrada sebesar 15,31%. Ada juga PT Central Sole Agency, anak usaha Indomobil (yang juga dimiliki Salim Group) 16,67%, Lunar Crescent International Inc. (berbasis di British Virgin Island) 15,11%, Asia Momentum A Segregated 5,09%, Standard Chartered Bank SG PUB Client AC 6,76%, dan sisanya publik.[22] Indomobil tercatat sudah memiliki saham Multistrada sejak 2010, awalnya hanya 10%, yang kemudian meningkat dengan rights issue dan membeli saham secara langsung.[23] Memasuki tahun 2010-an, Multistrada berusaha memperkuat penjualannya dengan menjadi sponsor Persib dan Paris Saint-Germain (PSG). Walaupun demikian, pada periode ini, Multistrada mulai menghadapi tekanan seperti masuknya ban impor yang menekan kinerja keuangannya. Di tahun 2015, perusahaan ini bahkan merugi Rp 358,9 miliar, yang trennya masih terjadi beberapa waktu kemudian, hingga 2019. Kelesuan ekspor dan penjualan ban dalam negeri ikut membuat kinerja Multistrada menurun.[5] Pada tahun 2017, Multistrada adalah produsen ban terbesar ke-62 di dunia, dengan produksinya mencapai 180,000 ton ban, atau 11 juta ban mobil, 9 juta ban motor dan 250.000 ban truk.[13] Secara spesifik, produksi ban mobilnya mencapai 28.500 unit/hari dan ban motor mencapai 16.000 unit/hari dengan 70% produknya diekspor.[4]

Pada 22 Januari 2019, produsen ban asal Prancis, Michelin, mengumumkan akuisisi saham di Multistrada dari tangan pemilik lama.[24] Sebelum pelepasan, di akhir 2018, pemegang saham Multistrada terdiri dari Pieter Tanuri (20,6%), PT Central Sole Agency (Indomobil) 16,67%, Lunar Crescent International Inc. 14,91%, dan sisanya publik.[25] Michelin membeli sekitar 80% saham perusahaan ban ini dengan harga total Rp 6,23 triliun. Pasca-akuisisi, Michelin akan mensinergikan produksi Multistrada dengan spesifikasi dan rencananya dan dengan akuisisi diharapkan bisnis Michelin di Indonesia akan meningkat. Michelin juga akan membeli 20% saham perusahaan lain, PT Penta Artha Impressi dalam proses penjualan ini.[26] Proses akuisisi ini tuntas dilakukan pada 6 Maret 2019,[24] dan kemudian dengan tender offer pada 22 Mei 2019, Michelin meningkatkan kepemilikannya di perusahaan ini menjadi 99,64% dengan total transaksi Rp 933 miliar.[27] Akuisisi ini sempat tercatat menaikkan harga saham Multistrada.[5] Setelah akuisisi itu, saham publik menjadi sangat kecil (0,36%), sehingga pada 1 Maret 2021 Michelin sempat merencanakan akan mengubah Multistrada menjadi perusahaan tertutup (go private) lewat skema voluntary delisting.[28] Namun, rencana ini dibatalkan dua bulan kemudian, tepatnya pada 5 Mei 2021. Malahan, Multistrada akan berusaha memenuhi kewajibannya untuk meningkatkan saham publik (refloating).[29]

Operasional sunting

Kepemilikan PT Multistrada Arah Sarana saat ini masih sama seperti pada tahun 2020, dengan Michelin memiliki 99,64%, sisanya publik. Meskipun saat ini Pieter Tanuri tidak lagi memiliki perusahaan ban ini, ia tercatat masih menjabat sebagai salah satu komisaris di Multistrada.[30] Saat ini, Multistrada memproduksi ban Achilles, Uniroyal, BFGoodrich dan Corsa, dimana Uniroyal dan BFGoodrich adalah merek dari Michelin yang mulai diproduksi pasca-akuisisi untuk tujuan ekspor dan lokal. Belakangan, Multistrada juga mulai memproduksi ban merek Michelin untuk kendaraan roda empat dan sepeda motor. Sedangkan Achilles dan Corsa masing-masing ditujukan bagi roda empat dan roda dua.[31] Dengan sinergi bersama anak usaha Michelin lainnya di Indonesia, PT Michelin Indonesia, diperkirakan usaha Multistrada dapat berkembang ke business-to-business dari sebelumnya hanya pasar konsumer. Kapasitas produksinya berupa ban mobil dan ban motor, pada 2020 masing-masing tercatat sebesar 11 juta ban dan 8 juta ban dengan tingkat utiliasi masing-masing sebesar 60% dan 57%.[1] Ban-ban ini diproduksi di pabrik seluas 55 hektar di Cikarang Timur, Bekasi, Jawa Barat.[4]

Rujukan sunting

Pranala luar sunting