Mojomati, Jetis, Ponorogo

desa di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur

Mojomati adalah sebuah desa di wilayah Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Desa Mojopurno terdiri dari 2 dusun dengan jumlah penduduk sebesar 1.113 jiwa merupakan salah satu dari 14 (empat belas) desa di Kecamatan Jetis yang terletak di bagian timur Wilayah Kecamatan Jetis.

Mojomati
Peta Desa Mojomati
Peta lokasi Desa Mojomati
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenPonorogo
KecamatanJetis
Kode pos
63473
Kode Kemendagri35.02.09.2005
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²

Batas Wilayah Desa Mojomati Kecamatan Jetis sebagai berikut:

  1. Sebelah Utara: berbatasan dengan Desa Mojorejo
  2. Sebelah Timur: berbatasan dengan Desa Coper
  3. Sebelah Selatan: berbatasan dengan Desa Bulu dan Campursari Kec. Sambit
  4. Sebelah Barat: berbatasan dengan Desa Kradenan

Jarak tempuh ke Ibu Kota Kabupaten: 14 km

Waktu tempuh ke Ibu Kota Kabupaten: 0,50 jam (30 menit)

Jarak tempuh ke Ibu Kota Kecamatan: 4 km

Waktu tempuh ke Ibu Kota Kecamatan: 0,20 jam (12 menit 30 detik)

Asal Usul Desa Mojomati sunting

Menurut Riwayat pada zaman dulu sekitar tahun 1680 M di sebelah barat Desa Mojomati terdapat sebuah Kademangan yang di pimpin seorang Demang yang bernama atau bergelar Ki Ageng Kutu, karena beliau tidak mau tunduk kepada Adipati Ponorogo yaitu Raden Batoro Katong untuk menjadi bawahannya, maka terjadi peperangan antara Adipati Betoro Katong dan Dengan Demang Ki Ageng Kutu. Peperangan ini berlangsung lama, dengan berbagai daya upaya dan siasat akirnya Adipati Betoro Katong dapat mengalahkan Ki Ageng Kutu. Ki Ageng Kutu lari ke arah timur melewati beberapa Desa dan akirnya beliau bersembunyi di Desa Mojomati yang pada saat itu masih berupa hutan Mojo yang sangat lebat, karena kesulitan mencari dan menemukan Ki Ageng Kutu lalu Adipati Raden Betoro Katong menyuruh para prajuritnya untuk membakar hutan Mojo tersebut dan akirnya hutan Mojo tersebut hangus terbakat dan semua Mati dan untuk Petilasan Raden Betoro Katong berpidato kepada para Prajuritnya bahwa Kalau Jaman Sudah ramai daerah bekas hutan Mojo yang sudah hangus terbakar dan di Sekitarnya untuk Di beri nama Desa MOJOMATI.

Ki Ageng kutu kemudian lari kearah selatan menuju daerah Pegunungan dan Bersembunyi di sebuah Gua. Karena ditunggu beberapa lama tidak keluar dari dalam Gua dan terasa bau Bacin yang sangat mnyengat akirnya Adipati Betoro Katong mengangap Ki Ageng Kutu sudah mati di dalam Gua. Kemudian beliau dan para prajuritnya kembali ke Kadipaten Ponorogo.

Setelah beberapa lama daerah bekas hutan Mojo yang terbakar sudah di tumbuhi semak belukar, kemudian datang 2 ( dua ) orang bersaudara yaitu IRO POTRO dan IRO PATI yang sedang mengembara membabat dan membersihkn belukar yang ada lalu untuk di tempati beberapa pengikutnya dan kemudian juga menamakan daerah tersebut dengan nama Desa Mojomati. Kemudian dua orang tersebut melanjutkan Pengembaraan dan tidak menetap di Desa Mojomati. Menurut riwayat untuk mengenang dua orang Bersaudara tersebut para pengikutnya yang tinggal didesa Mojomati Membuat Makam dan yang di kubur adalah tongkat atau Jubah beliau, wallohu a`lam. Hanya Alloh SWT yang Maha tahu.

Agama Islam masuk di Desa Mojomati sekitar tahun 1830 M di bawa oleh Seorang Ulama yaitu H. Mansur dan istrinya bernama Nyai Turonggo seto, mereka mendirikan Pondok pesantren yang terletak di Desa Mojomati bagian barat, selang beberapa tahun kemudian H. Mansur menikah lagi dengan Nyai Kuti Sari.Beberapa lama kemudian H. Mansur meninggal dunia dan dimakamkan dimakam keluarga belakang Masjid Pondok Pesantren tersebut demikian juga istri-istrinya dimakamkn disamping Beliau. Makam tersebut dapat di Ziarahi di Makam keluarga sampai sekarang.

Karena tidak ada Penerus yang mempunyai Karisma seperti beliau atau karena sebab-sebab lain, maka Pondok pesantren tersebut lama kelamaan mulai surut dan hilang ditinggal para santri-santrinya, dan daerah bekas pondok pesantren tersebut dinamakan dukuh Ndok malang ( Pondok Malang ) yang sekarang dinamakan Dusun Mojomati I.

Walaupun demikian daerah bekas pondok tersebut dan disekitar Makam Keluarga tersebut, masih mempunyai Yoni atau aura yang sangat kuat, bahkan kalau ada orang hajatan dan membunyikan Sound Sistem atau Speaker yang dihadapkan ke Makam tersebut tidak dapat berbunyi. Walaupun saat ini mitos tersebut sudah berkurang.

Pranala luar sunting