Macanbang, Gondang, Tulungagung

desa di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur


Macanbang adalah sebuah desa di Kecamatan Gondang, Tulungagung, Jawa Timur, Indonesia.

Macanbang
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Timur
KabupatenTulungagung
KecamatanGondang
Kode pos
66263
Kode Kemendagri35.04.09.2006
Luas1.180.000 km²
Jumlah penduduk1908 jiwa
Kepadatan17 jiwa/km²


Desa Macanbang juga mempunyai salah satu objek wisata sejarah Islam, yakni makam Sunan Kuning yang sering dikunjungi banyak peziarah dari berbagai daerah Desa Macanbang terbagi menjadi 3 dukuhan yaitu,Dusun Gajah, Krajan, dan Trate.

Sejarah Desa Macanbang.

Desa Macanbang merupakan salah satu dari 20 desa yang terletak wilayah administrasi kecamatan Gondang kabupaten Tulungagung Propinsi Jawa Timur. Selanjutnya Desa Macanbang adalah salah satu Desa yang memiliki Sejarah dan latar belakang tersendiri yang merupakan Pencerminan dari karakter dan pencirian has tertentu dari suatu Daerah. Sejarah Desa atau daerah sering kali tertuang dalam dongeng-dongeng yang diwariskan secara turun menurun dari mulut ke mulut sehingga sulit untuk dibuktikan secara fakta. Dan tidak jarang dongeng ( legenda ) tersebut dihubungkan dengan mitos tempat-tempat tertentu yang dianggap keramat. Dalam hal ini Desa Macanbang juga memiliki hal tersebut yang merupakan identitas dari desa ini yang akan kami tuangkan dalam sebuah legenda dibawah ini Dari berbagai sumber yang telah ditelusuri dan digali, asal usul Desa Macanbang memiliki banyak versi cerita yang cukup berfariatif. Hal tersebut disebabkan oleh banyaknya sumber cerita yang kemudian dipercaya dan dijadikan pedoman sebagai keramat orang-orang yang terdahulu (Masa lalu) di Desa ini.Dari berbagai cerita yang ada kami mengangkat salah satu cerita yang paling banyak dipercayai orang sebagai dasar disebutnya Desa Alas Semampir. Cerita ini melegenda dari sejak zaman dahulu hingga sekarang dan sudah tersebar diseluruh dusun-dusun yang ada diwilayah Desa Macanbang yaitu dusun Krajan (cembang), dusun Gajah, dusun Trate, serta desa – desa sekitarnya bahkan menjangkau wilayah luar kota.Legenda Desa semampir menjadi desa Macanbang ini dimulai daridimana pada saat itu di desa ini orang-orangnya masih banyak yang percaya pada hal-hal tahayul (animisme dan dinamisme) sehingga peradaban orang-orang belum mengenal agama secara keseluruhan bahkan orang-orang yang hidup di Desa ini masih mengandalkan hal-hal yang bersifat mistis semisal untuk menjaga kewibawaan diri, banyak orang yang dating ketempat pemujaan (punden) untuk meminta berkah juga untuk mengalahkan lawan mereka menggunakan kekuatan hitam (teluh, santet, tenung dan lain-lain). Selain itu apabila ada warga masyarakat yang akan punya hajat juga membawa nasi tumpeng untuk meminta berkah keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa ke Masjid, ke Punden serta kirim doa berupa toyibah dan tahlil agar hajatan tersebut diberi barokah selamat dari awal hingga akhir hajatan.Sejarah alas semampir tercatat tahun 1800. Pada Jaman purbakala kurang lebih 475 M. Tahun 1478 sampai dengan 1550 kerajaan demak lamanya 42 tahun. Kanjeng Sunan Ampel di Surabaya namanya Raden Rohmat. Anak Muritnya banyak sekali yang tujuannya mengembangkan agama Islam dari alas semampir hingga sampai ludoyo pada waktu itu ludoyo dipimpin oleh Kyai Garong yang punya ilmu kasekten manusia jadi harimau, anak muridnya juga banyak. Suatu hari ketika sunan Ngampel dating di ludoyo bersama kerabatnya setelah pertemuan tukar pikiran akhirnya pembesar ludoyo dan sunan Ngampel tidak bisa akor (bersatu) akhirnya jadi perbedaan pendapat sehingga menjadi perang dan sunan Ngampel bersama rombongan kalah terus kembali ke Surabaya. Setelah sampai ke Surabaya sunan Ngampel masuk sanggar pemujaan hasilnya wangsit supaya putrinya yang bernama Siti Nurimah dikawinkan dengan Sunan Kuning atau Muhammad Zaenal Abidin sepupu dari Sunan Kudus yang akan bisa mengalahkan musuh dari ludoyo Blitar. Akhirnya Sunan Kuning diambil menantu Sunan Ngampel, Sunan Kuning diberitahu bahwa mertuanya musuh ludoyo yang bernama Kyai Garong dan seluruh kerabatnya. Selanjutnya Sunan Kuning bersama 4 orang kerabatnya mohon pamit yang bertujuan untuk mengalahkan musuhnya mereka terus berangkat ke ludoyo Blitar. Sesampainya Sunan Kuning bersama 4 kerabatnya berbicara tentang ilmu ilmiyah dan rogoiyah pri kawiyanan. Terus ludoyo atau Kyai Garong beserta kerabatnya dinyatakan kalah. Semuanya sudah menurut apa yang diperintahkan Sunan Kuning dan semuanya masuk agama Islam.Pada suatu hari Sunan Kuning dan 4 kerabatnya beserta Kyai Garong dan semua kerabatnya meninjau ke Surabaya. Dalam perjalanan selama 2 hari 2 malam melalui hutan besar dan lebat, dihutan tadi istirahat semua,pakaian dan barang – barang bawaan diletakkan ( disampirkan ) dipohon besar,selanjutnya tempat ini di namakan alas semampir. Waktu istirahat Garong beserta kerabatnya usul karena dia punya kesenian Langen Bekso Aran Miosuman. Sebetulnya oleh Sunan Kuning tidak diijinkan, tapi lama – lama diijinkan juga. Waktu itu pembesar ludoyosudah punya niat jahat, sudah menyediakan minuman keras yang sudah dicampur racun supaya diminum oleh gustinya.Semuanya minum, termasuk kanjeng sunan semuanya merasakan pusing – pusing tidak tahu kalau minuman yang diminum bercampur racun. Sunan Kuning serta kerabatnya langsung mabuk, terus Kyai Garong bersembunyi. Semua kerabat Sunan Kuning mengerumuni, kanjeng sunan Kuning merasa kena tip uterus pesan kepada kerabat – kerabatnya, kalau saya meninggal dunia supaya dimakamkan disini, dihormati yang baik. Makamku dipasang Song-song Cungkup. Kalau besok jadi pedesaan orang yang punya hajat tidak boleh menggunakan minuman keras dan badek tape, Tidak boleh membawa minuman didepanku membawa badek ketan, Tidak boleh orang membasuh dikolamku, maka dari itu makamku supaya dibeteng. Selanjutnya 4 sahabat disuruh lapor ke Kudus, Ngampel langsung ke Surabaya yang menjaga makam Kyai Mercobo yang jadi harimau Merah ( Macanbang ) dan kyai Sarkani yang jadi Naga Gawang dari Lodoyo.Lain hari ada orang yang dating dari Mataram yang bernama Juru Marimi sengaja mencari makamnya gusti Sunan Kuning. Sampai disana terkejut ternyata makam tersebut ada yang jaga yaitu 2 ekor Harimau Merah ( Macan Abang ) dan Rogo Gedhe dan ternyata harimau tersebut bisa tutur kata layaknya manusia, akhirnya tempat tersebut dinamakan Desa Macanbang. Sejarah pemerintahan desa Macanbang itu tercatat mulai tahun 1840, pada waktu itu Negara kita masih dijajah Belanda dan di Macanbang dipimpin oleh kepala desa (lurah) yang membawai tiga pedukuhan yaitu

Dusun Krajan ( Cembang ) Dusun Gajah, Dusun Trate. Dusun – dusun

tersebut diatas masing – masing dipimpin oleh Kamituwo uceng yang dibantu oleh seorang bayan yang bertugas sebagai penghubung dan membantu semua kegiatan yang ada di Desa.Selain Kamituwo dan bayan di desa juga ada mudin yang bertugas untuk pembinaan agama, mencatat kelahiran dan kematian, serta nikah, cerai dan rujuk untuk mengurusi pengairan pertanian dipimpin seorang Jogotirto atau Bendung, sedangkan untuk mengurusi keamanan dari bencana alam diurusi oleh Jogo Boyo