Lokomotif B17
Lokomotif B17 adalah lokomotif trem uap yang memiliki susunan roda 0-4-0 memiliki dua silinder berdimensi 270mm × 400mm pada sisi dalam dengan roda berdiameter 850mm. Berat keseluruhan 20 ton. Lokomotif ini dapat melaju hingga kecepatan maksimum 30 km/jam dan memiliki daya 200hp (horse power). Lokomotif B17 menggunakan bahan bakar kayu jati atau batubara.
Data teknis | |
---|---|
Sumber tenaga | Uap |
Produsen | Hohenzollern, Jerman |
Nomor seri | B17 |
Tanggal dibuat | 1897-1900 |
Jumlah dibuat | 10 unit |
Spesifikasi roda | |
Notasi Whyte | 0-4-0 |
Susunan roda AAR | B |
Klasifikasi UIC | B |
Dimensi | |
Lebar sepur | 1.067 mm |
Diameter roda | 850 mm |
Berat | |
Berat kosong | 20 ton |
Bahan bakar | |
Jenis bahan bakar | Kayu jati/Batubara |
Sistem mesin | |
Ukuran silinder | 270mm x 400mm |
Kinerja | |
Kecepatan maksimum | 30 km/h |
Daya mesin | 200 hp |
Lain-lain |
Pemerintah Hindia Belanda benar-benar serius dalam merencanakan tata kota Malang dan sarana transportasinya. Ini dapat dilihat keberadaan perusahaan kereta api swasta Malang Stoomtram Maatschappij (MSM) yang sudah ada terlebih dahulu dari Gemeente (Kota) Malang yang baru diresmikan pada tahun 1914. MSM berhasil membangun jalan rel di sekitar kota Malang dan Singosari tahun 1897-1908, dengan panjang total 85 km. Untuk melayani rute tersebut, MSM mendatangkan 10 unit lokomotif uap B17 dari pabrik Hohenzollern (Jerman) pada tahun 1897-1900. Trem dengan lokomotif uap ini memudahkan masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Fungsi daerah seperti Dampit adalah daerah penyangga bagi kota Malang yang berperan sebagai pemasok hasil bumi bagi kepentingan Gemeente (kota) Malang. Jadi, seperti halnya daerah-daerah lain trem ini digunakan untuk angkutan penumpang dan barang/hasil bumi. Hasil bumi yang diangkut selain tembakau dan cengkih adalah singkong, jagung, padi/beras, buah-buahan dan sayuran. Bahkan mungkin juga karet karena dulu di sekitar Gondanglegi dan Kepanjen, terdapat sejumlah perkebunan karet.[1]
Di akhir masa dinasnya, pada tahun 1979, lokomotif B17 digunakan pada rute Jalur kereta api Kediri-Jombang. Selain menarik kereta penumpang lokal, B17 juga bertugas menarik gerbong barang dan tugas langsir gerbong ketel Pertamina di Kediri. Dari 10 lokomotif B17, saat ini masih tersisa 1 buah lokomotif B17, yaitu B17 06 (mulai beroperasi tahun 1897). B17 06 dipajang di Museum Transportasi, Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta.
Lihat pula
suntingReferensi
sunting- ^ Bagus Prayogo, Yoga; Yohanes Sapto, Prabowo; Radityo, Diaz (2017). Kereta Api di Indonesia. Sejarah Lokomotif di Indonesia. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher. hlm. 38. ISBN 978-602-0818-55-9.